Mengapa Harus Bertaubat?

“Tidak akan berhenti ujian kesusahan dan penderitaan terhadap orang-orang mukmin mukminah atas dirinya sendiri, anak-anaknya, hartanya, sehingga ia menemui Allah atau lalu ia meninggal dunia hingga ia tidak membawa dosa satu pun” (HR Tirmidzi)

“Sesungguhnya seseorang yang akan diberi kedudukan tinggi di sisi Allah, sedangkan ia tidak dapat mencapai kedudukan itu dengan amalnya, maka Allah akan terus menerus mengujinya dengan kesusahan dan kesulitan yang tidak disukainya, hingga ia bisa mencapai kedudukan yang tinggi itu” (HR Tarmidzi)

Jangan suudzon terhadap setiap ujian seperti hadis di atas. Kita akan menyangka menderita selamanya. Harus benar penafsirannya. Beratnya ujian itu dalam penglihatan orang lain. Tapi bagi yang diujinya, bila ia bertaubat, maka Allah akan memberikan ketenangan. Berat tidaknya ujian itu tergantung ia memaknai ujian itu. Bila ia memaknai dengan pendekatan duniawi sendiri pasti jadi berat. Tapi bila dalam pandangan akhirat ia akan menjadi ringan. Seperti ulangan di sekolah, tapi apabila diberi jawaban ia akan mudah saja.

Allah akan melapangkan hati. Allah akan menuntun jalan. Tidak sulit menjalani kehidupan ini. Bila dituntun oleh ahlinya. Nanti ada lagi ujian hingga dosanya bersih, maka tidak akan menjadikannya merasa sebagai sebuah kesulitan.

Mereka yang berada di Ghaza, Palestina, 1,5 juta orang, kita menganggapnya mereka menderita. Sesungguhnya mereka tidak merasa takut oleh musuh, mereka mengungkapkan bisa merasakan jaminan Allah, ketika dikepung diserang, dibom dan ditembaki, tapi mereka tetap hatinya ajeg dalam keimanannya. Kita menyangka ia berada dalam penderitaan, mungkin benar secara duniawi, tetapi dalam pandangan ukhrowi, mereka bergembira.

Maka jangan salah memahami hadis tadi. Bukan berarti yang akan mendekati Allah akan kesulitan seumur-umur. Nabi Muhammad saw sendiri mengalami penghinaan, pemboikotan, namun tidak pernah mengeluh untuk urusan-urusan yang berat. Hatinya dibuat oleh Allah menikmati dengan kebersahajaannya, beliau tetap ajeg sentosa dalam keimanannya, seberat apa pun itu. Pedihnya nabi saw bukan pedih dalam urusan duniawi, melainkan ketika umatnya berbuat dosa.

Pahitnya ujian itu akan berbuah dua hal: pertama, penggugur dosa, dan kedua pengangkat derajat. Ketika orang akan membersihkan toilet dengan cairan kimia yang sangat tajam baunya, berarti toiletnya tidak rutin dibersihkan. Oleh karena itu agar tidak mendapat ujian penghapus dosa kita, maka kita mestilah bertobat terlebih dahulu.

Jangan risau dengan ujian karena sudah terukur oleh Allah. Memang demikian hakekatnya sebuah ujian. Kita dibesarkan oleh ujian. Ujian hidup yang mematangkan sekali kita. Ujian iseperti lubang kepompong ulat. Kita diuji oleh Allah supaya berkembang keimanan kita. Tidak ada ujian untuk menghancurkan, tapi untuk menggugurkan dosa-dosa.

Tidak terbayang jika Allah tidak memberikan hidayah taufik, sudah melantur saja hidup kita. Rasulullah saw sebaik-baik teladan. Rasul saw mengajak berdakwah. Dan Rasul saw pun berhati bersih. Kalau belum berhasil dakwah, bertaubatlah siapa tahu kita belum memberi contoh yang baik, sehingga apabila kita sudah dinilai bertaubat hadiahnya bagi kita bisa dijadikan jalan atas perbaikan orang lain. Dan itu hakikatnya sebagai hidayah dari Allah.

Orang yang paling zalim adalah orang yang tidak bertaubat. Orang yang zalim itu bukan hanya orang yang menyakiti orang lain saja, juga bagi orang yang tidak mengakui dosanya itu juga adalah zalim, zalim terhadap dirinya sendiri.[]