Kisah Sejarah Pangeran Diponegoro (14)

Bab 7

AHMAD TERUS MEMACU KUDANYA MELEWATI jalan utama dari Tegalredjo ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sudah dipenuhi berbagai macam penghalang demi memperlambat gerak maju pasukan reguler Belanda yang biasanya menggunakan kereta penarik meriam. Penghalang itu bisa berupa batang pohon yang sengaja direbahkan melintang di jalan, batu-batu besar yang digulingkan secara acak, atau penggalian sejumlah ruas jalan sedalam setengah meter dengan lebar satu tombak. Di beberapa tempat yang hanya diketahui Laskar Diponegoro juga sudah dipasang jebakan dan perangkap berupa lubang-lubang yang ditutup bilik yang kemudian disamarkan dengan tanah. Siapa pun yang menginjak lubang itu akan jatuh dan tertusuk belasan mata tombak atau panah yang telah ditanam menghadap ke atas. Sebab itu, kurir dan rakyat kebanyakan sejak beberapa hari lalu menghindari jalan-jalan besar sekitar Tegalredjo dan memilih untuk melewati ‘jalan tikus’ yang walau kecil dan berliku namun aman.

Menurut informasi dari pasukan telik sandi, Residen Yogyakarta Smissaert pagi menjelang siang ini masih berada di dalam kraton usai pesta besar tadi malam. Namun beberapa kilometer sebelum pintu gerbang kraton, Ahmad terlebih dahulu mampir ke sebuah rumah di gang sempit sekitar Sosrowijayan untuk berganti pakaian. Ini adalah salah satu ‘rumah aman’ bagi pengikut Diponegoro yang tidak terlalu jauh dari jalan utama menuju pusat kraton.

Di dalam rumah itu, Ahmad mengganti songkok dan baju koko putihnya, dengan baju wulung hitam dengan penutup kepala yang berwarna gelap seperti kebanyakan penduduk sekitar. Setelah itu dia kembali memacu kudanya menuju kraton melewati jalan utama menuju gerbang kraton yang serupa garis lurus, yang sekarang dikenal sebagai Jalan Malioboro.