Sikap yang Terbaik Masalah Perbedaan Qunut

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Pak Ustadz, beberapa waktu lalu pak Ustadz pernah mengangkat masalah perbedaan pandangan tentang Qunut. Tambahan pertanyaan dibenak saya adalah: Bagaimana seharusnya kita bersikap pada saat kita sholat berjamaah di mana imam dan sebagian besar jamaah lainnya memiliki prinsip yang berbeda dalam hal ini. Apakah kita tetap melakukan seperti apa yang kita yakini atau kita perlu ikut iman dan sebagian besar jamaah di masjid tersebut.

Contoh konkritnya adalah pada saat imam dan sebagian besar jamaah qunut, apakah kita yang tidak mau qunut, mengikuti saja melakukan hal tersebut atau kita cukup berdiri i’tidal tanpa qunut?

Begitu pula untuk kasus sebaliknya bagi jamaah yang mau qunut tapi imamnya tidak qunut.

Terima kasih dan Wassalamu’alaikum Wr WB.

Sebagaimana sudah dijelaskan, qunut pada shalat shubuh itu hukumnya menjadi khilaf di antara para ulama senior. Ada ulama yang mengatakannya bid’ah, namun ada yang sebaliknya, hukumnya sunnah muakkadah. Tentu kita tidak mungkin menuduh sesat seorang ulama yang berada pada level mujtahid mutlak, semacam Asy=syafi’i dan Imam Malik rahimahumallah.

Mereka adalah para begawan ilmu fiqih. Kepada mereka lah seluruh ulama di dunia Islam sepanjang masa berkiblat. Kita tidak mungkin menyalahkan salah satu dari keduanya.

Maka bila kita cenderung kepada pendapat yang mengatakan bahwa qunut pada shalat shubuh itu bid’ah misalnya, maka kita tetap bisa dan wajib shalat bersama mereka yang mengatakan bahwa hukumnya sunnah muakkadah.

Caranya bagaimana?

1. Kemungkinan Pertama

Seandainya kita termasuk kalangan yang meyakini bahwa qunut itu bid’ah, lalu kebetulan kita yang jadi imam, maka begitu bangun dari ruku’ dan i’tidal pada rakaat terakhir shalat shubuh, janganlah kita langsung bersujud. Berilah kesempatan kepada para makmum untuk membaca qunut sendiri-sendiri. Tunggulah beberapa saat sehingga doa qunut dari pada makmum selesai dikerjakan.

Disni akan kentara bahwa meski kita berpandangan bahwa qunut itu bid’ah, namun sebagai imam yang baik, kita tetap mengakui adanya perbedaan pendapat. Kita beri kesempatan kepada saudara kita dari mazhab lain untuk mengerjakan apa yang telah menjadi keyakinan mereka.

Namun apabila kita yang jadi makmum dan imamnya baca qunut, maka kita boleh diam saja saat itu. Tidak diwajibkan untuk mengamini qunutnya imam.

2. Kemungkinan Kedua

Seandainya kita termasuk yang mendukung qunut dan hukumnya sunnah muakkadah. Lalu kebetulan kita menjadi imam buat makmum yang meyakini bid’ahnya qunut. Maka yang bisa kita lakukan adalah berqunut biasa, namun bila tidak terdengar suara makmum mengamini doa qunut yang kita baca, jangan marah dan gusar. Kita harus hargai bahwa ada orang yang pendapatnya tidak sama dengan kita.

Dan seandainya kita yang jadi makmum, namun imamnya tidak memberikan kesempatan untuk qunut, maka kita tidak boleh melakukan qunut sendiri. Agar kita tidak kehabisan waktu di belakang imam.

Kalau setelah shalat mau sujud sahwi sendiri, silahkan saja. Sebab dalam pandangan mazhan ini, bila seseorang tidak membaca qunut saat shubuh, maka hendaklah dia melakukan sujud sahwi.

Kesimpulan

Meski ada dua pendapat yang saling bertentangan dalam hukum qunut, namun shalat berjamaah tetap bisa dilakukan.

Meski beda keyakinan hukumnya, namun kerjasama antara pemeluk mazhab berbeda harus tetap terbangun secara berkesinambungan. amien.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc