Dapatkah Anas dan Demokrat Alternatif Masa Depan?

Muda, berumur 41 tahun, berpendidikan, berpenampilan santun dan tenang, mempunyai pengalaman organisasi yang panjang, pernah menjadi Ketua Umum HMI, menjadi Ketua Partai Demokrat, tidak kontroversi, akomodatif, dan tidak reaktif.

Selebihnya, secara sosiologis, Anas bukan hanya berakar dari latar belakang HMI, tetapi Anas berlatar belakang Jawa, yang memiliki basis sosial secara luas, dan menantu seorang kiai di Pesantren Krapyak (Yogyakarta).

Itulah ketua umum Partai Demokrat yang baru tadi malam terpilih melalui kongres yang kedua. Anas mengalahkan dua pesaing utamanya, Andi Malarangeng dan Marzuki Alie dalam sebuah kompetisi yang berlangsung dalam Kongres II Partai Demokrat.

Ditengah-tengah partai-partai politik yang masih di dominasi tokoh-tokoh yang sudah tua ‘karatan’, justru Demokrat berani menampilkan tokoh-tokoh muda, yang memiliki latar belakang yang sangat kuat, pengalaman organisasinya seperti Anas Urbaningrum.

Pengamat politik dari UI, Boni Hargen, menyatakan, Partai Demokrat dapat menjadi teladan bagi regenerasi politik. Dengan terpilihnya Anas, Partai Demokrat mampu mengakomodasi kepemimpinan kaum muda. Meskipun, dalam hal ini, Boni masih belum yakin sepenuhnya, bahwa munculnya Anas ini ada faktor yang non rasional, ujarnya.

Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Komarodin Hidayat, mengatakan, terpilihnya Anas menjadi momentum bagi Partai Demokrat, termasuk partai politik lainnya, untuk melakukan alih generasi dalam kepemimpinan. “Kepemimpinan Anas menunjukkan Partai Demokrat sekarang ini menjadi partai yang reformis dan mampu menjadi partai yang demokratis, karena generasi pemimpin yang muda dan baru”, ucap Komaruddin. Partai Demokrat menjadi berbeda dengan partai lain, yang umumnya masih dipimpin oleh tokoh-tokoh yang berusia sekitar 60 tahun atau tokoh lama.

Lebih lanjut, Komaroddin, menilai kemenangan Anas menunjukkan pemilih Partai Demokrat merupakan pemilih kelas menengah yang kritis. Pemilih yang kritis tidak bisa digiring dengan pencintraan atau iming-iming. “Jika kalkulasinya mengandalkan Susilo Bambang Yudhoyono, itu meleset”, tambah Komaruddin. (Kompas,24/5).

Sementara itu, Yuddy Chrisnandi, mengatakan, kemenangan Anas adalah keberhasilannya meruntuhkan hegemoni elite partai, dan akan mendorong lahirnya pemipin muda partai.

Tetapi, peneliti CSIS (Centre for Strategic and International Studies), Minggu di Jakarta, menyatakan, Yudhoyono dan Anas adalah pemenang bersama dalam Kongres II Partai Demokrat. Partai Demokrat juga berhasil mempraktikkan demokrasi internal.

Kemenangan Anas men unjukkan bahwa dia memiliki posisi tawar yang tinggi di Partai Demokrat, yang dibangun dari kerja keras dan keuletannya. “Kita pantas bersyukur, di tengah makin menguatnya politik dinasti dan oligarki partai, muncul tokoh muda yang kokoh dan santun seperti Anas yang perjalanan politiknya masih panjang”, kata Kristiadi.

Akankah Anas benar-benar seorang pemimpin partai politik, yang akan menjadi alternatif bagai masa depan politik di Indonesia? Atau ia hanyalah menjadi ‘alat’ politik oleh sebuah kekuasaan, yang terus melakukan konsolidasi kekuasaannya untuk tujuan jangka panjang.

+++

Dengan ini rubrik dialog sebelumnya kami tutup, dan kami menyampaikan terima kasih atas perhatian. Kami mengharapkan pendapat, opini, dan pandangannya.