Kemana Arah Deklarasi Kebebasan Beragama?

Deklarasi kebebasan beragama di negeri ini baru saja diikrarkan, Rabu (27/) kemarin di Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, Indonesia melibatkan Amerika Serikat. Rencananya, para tokoh lintas agama dan masyarakat sipil dari Indonesia dan Amerika Serikat akan bekerja sama dalam penanganan masalah kemiskinan, perubahan iklim, pendidikan , dan tata kelola pemerintahan yang baik. Tapi tetap, titik tekannya adalah kebebasan beragama.

Pertemuan ini berlangsung selama tiga hari dan jelas, sangat serius. Praktisi dari LSM, akademisi, media, serta perwakilan kedua negara berada di belakangnya. Memang, pertemuan ini bukanlah pertemuan antarpemerintah, hanya organisasi belaka. Tapi, kata Zainal Abidin Bagir, Direktur Eksekutif Center for Religious & Cross-Cultural Studies Universitas Gadjah Mada, “Tentu ini akan disampaikan kepada pemerintah masing-masing.”

Kemana sebenarnya arah dari deklarasi ini? Pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia tergolong tinggi. Undang-Undang beragama yang ada saat ini dianggap diskriminatif. Bukan tidak mustahil, dari sinilah akan segera hadir RUU Anti-intoleransi, semenatara sekarang ini kita menerapkan RUU Kerukunan Umat Beragama sesuai dengan yang tercantum di Prolegnas 2009-2014.

Setara Institute yang melakukan kajian selama tiga tahun terakhir ini, mengatakan, adanya kecenderungan meningkatkan pelanggaran kebebasan beragama cukup tinggi. Pada tahun 2007 terdapat 135 peristiwa dan 185 tindakan pelanggaran kebebasan beragama. Angkat terus naik pada 2008, yakni 265 peristiwa dan 367 tindakan pelanggaran. Namun, di tahun 2009 ini hanya dengan 291 pelanggaran.

Laporan yang dibikin Setara Institute ini, tak lain, memang paralel dengan keinginan para pemimpin agama, yang berkunjung ke Jakarta, yang mengikuti konferensi kerjasama agama-agama, yang memang mendorong terciptanya liberalisasi agama. Tidak ada lagi klaim-klaim mutlak terhadap salah agama. Karena setiap klaim itu, hanyalah akan menciptakan fanatisme sempit, yang akan menjadi sumber konflik. Inilah alasan mereka. Tetapi, sejatinya mereka hanya ingin menelanjangi ‘aqidah’ umat Islam, yang masih memiliki keterikatan dengan nilai-nilai aqidah mereka.

“Kami berkomitmen untuk bekerja lintas agama dalam hal kemitraan dengan aktor-aktor masyarakat sipil lainnya dan pemerintah,” begitu bunyi pernyataan bersama itu. “Kami meyakini komunitas-komunitas keagamaan harus terus memperkuat struktur-sturktur multiagama yang akan menjadi mitra bagi para aktor masyarkat sipil dan pemerintah.”

Jangan heran, jika deklarasi dan institusi ini (nantinya) akan semakin melempangkan jalan bagi sebagian jaringan liberal dan pihak-pihak yang selama ini memang sudah melakukan usaha-usaha meluaskan pandangan dan aqidah Islam pemeluknya di negeri ini.

++++

Kami mengharapkan pendapat, pandangan, sikapnya terhadap perlu tidaknya izin Presiden, bagi pemeriksaan pejabat yang diduga melukan korupsi. Dengan ini rubrik dialog sebelumnya kami tutup, dan kami menyampaikan terima kasih atas perhatiannya.