Masih Adakah yang Bersih?

Masih adakah orang-orang yang bersih dan jujur, tidak tersentuh dengan aroma korupsi dan suap di negeri ini? Atau memang negeri ini seperti yang dikatakan oleh Adi Massardi sebagai negeri para bedebah?

DPR dengan telak memukulkan palu, dan 325 anggotanya, yang terdiri dari Partai PDIP (90), Golkar (104), PKS (56), PKB (1), Gerindra (25), dan Hanura (17), yang memutuskan memilih opsi C, yakni pemberian bail out kepada Bank Century itu, dan penyalurannya di duga ada penyimpangan, sehingga diserahkan kepada proses hukum.

Kemudian, tak lama, lembaga DPR yang disebut terhormat, mendapat pukulan telak pula, diantaranya 19 anggota DPR dari FPDIP periode 1999-2004, diduga menerima aliran dana dugaan suap senilai Rp 9,8 miliar, dalam pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia (BI), Miranda Gultom, tahun 2004. Sekretaris FPDIP saat itu, Panda Nababan, disebut menjadi penerima dana terbanyak senilai Rp 1,45 miliar.

“Pada Juni 2004,di Restoran Bebek Bali, terdakwa di diduga menerima pemberian atau janji setidak-tidaknya Rp 9,8 miliar dalam bentuk traveller cheque dari Nunun Nurbaeti melalui Ahmad Hakim Safari”, kata Jaksa Mochamad Rum, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang membacakan dakwaan kasus suap anggota FPDIP Dudhie Makmun Murod. (Republika, 9/3).

Selain politisi Dudhie Makmun Murod (FPDIP), KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lain dalam kasus ini, yaitu Hamka Yamdu (Golkar), Endin AJ.Soepihara (PPP), dan Udju Suhaeri (Fraksi TNI/Polri). Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan tersangka mantan Mensos Bachtiar Chamzah (PPP), yang di duga melakukan tindak pidana korupsi, terkait dugaan dalam kasus sapi.

Namun, seperti yang diungkap oleh Kompas, (11/3), dalam artikel yang berjudul, Bank Century, “Kotoran yang Bertebaran”, yang diduga terlibat dalam kasus hukum yang berasal dari partai politik yang memilih opsi C dalam kasus Bank Century, yaitu Partai Golkar, PDIP, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sebenarnya, kasus traveller cheque itu bukan masalah baru, sudah ada sejak tahun 2008, dan sekarang muncul dipermukaan. Dugaan kasus pajak sejumlah perusahaan milik Ketua Umm Partai Golkar Aburizal Bakri juga didengar sejak Aburizal menjadi menteri di masa pemerintahan SBY periode 2004-2009. Tetapi, ada juga yang relatif ‘baru’ terungkap sekarang, misalnya surat kredit fiktif yang melibatkan PT Selalang Prima milik Misbakhun, inisiator Hak Angket dari PKS, yang nilainya 22,5 juta dolar. Sebenarnya, kasus itu, juga terjadi pada akhir tahun 2007, atau sebelum Century.

Selain itu, ada kasus sejumlah anggota DPR yang diduga menerima biaya dari Bank Indonjesia (BI) untuk perjalanan ke New York dan London (Maret 2007), diantaranya Ganjar Pranowo (FPDIP), Andi Rahmat (FPKS), Ali Masykur Musa (PKB), dan Bomer Pasaribu (Golkar).

Yudi Latif, Direktur Ekskutif Reform Institute, melihat, entah terkait atau tidak, pengusutan kasus Bank Century oleh DPR membuka kembali sejumlah kasus yang selama ini kurang jelas pengusutannya. “Ibaratnya kasus Century membuka kembali kotoran yang selama ini disembunyikan di bawah karpet”, ucapnya.

“Kondisi ini dapat menghancurkan imajinasi kita tentang pemberantasan korupsi dan reformasi secara umum. Sebab, di era demokrasi, hukum seharusnya menjadi dasar dari semua tindakan, termasuk politik. Siapa yang salah menurut hukum harus diproses tanpa kecuali”, ujar Yudi.

Kebobrokan yang sudah meluas di setiap elemen politik, sekarang sudah dibongkar, kemungkinan mereka bisa membuat kesepakatan dan negosiasi baru untuk mengamankan posisi masing-masing. Jika penyelesaian kasus Bank Century dan sejumlah kasus lain kelak ternyata tak jelas nasibnya, ini membuktikan telah terjadi kesepakatan baru antar elite politik. Kesepakatan itu akan diikuti upaya mereka untuk kembali membuat kotoran baru berupa merampok negara dan memperbaharui pembagian kue kekuasaan.

Sapu yang kotor tidak mungkin akan dapat membersihkan rumah yang kotor, dan rumah (negara) itu akan tetap kotor.

+++

Kami menyampaikan terima kasih atas pertisipasinya dalam dialog ini. Selanjutnya rubrik dialog sebelum kami tutup.