Kirab Kerbau 1 Sura Dampak dari Sistem Jahiliyah

Setiap pergantian tahun baru Hijriah, yang juga bertepatan dengan tahun baru Jawa, pada malam 1 sura di Kota Solo selalu digelar ritual adat berupa kirab kerbau bule. Acara ini menurut salah satu orang dalam keraton dipergunakan sebagai tolak balak keselamatan dari adanya berbagai pageblug agar tidak menimpa keraton dan sekitarnya pada khususnya, hingga rakyat di seluruh negara pada umumnya.

Konon secara turun temurun kerbau bule terus bertindak sebagai penjaga pusaka Kyai Slamet hingga masyarakat luas menyebut kerbau itu sebagai Kerbau Kyai Slamet. Hingga kini telah beranak pinak dan tetap dihormati serta disebut sebagai kerbau bule Kyai Slamet.

Kirab seperti ini sudah diselenggarakan sejak tahun 1633 M, ketika kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung. Acara ini sangat melekat dihati rakyat, sehingga apabila diselenggarakan kirab ini, akan dihadiri oleh ribuan orang. Mereka tidak hanya berasal dari kota Solo, namun juga dari luar Solo. Ada yang hanya sekedar melihat-lihat, namun juga ada yang punya motivasi magic tersendiri.

Pada kirab tahun ini sebagaimana diberitakan Solopos, Malam 1 Sura Dal 1943, Kamis (17/12) malam hingga Jumat (18/12) dini hari. Kirab melibatkan enam kerbau keturunan Kyai Slamet dan 13 pusaka kebesaran keraton. Berdasar rapat bersama diperkirakan, jumlah wisatawan atau pengunjung kirab tahun ini mencapai 9.500 orang. Tahun 2008 jumlah penonton sekitar 8.250 orang, tahun 2007 lebih dari 7000 orang. Merujuk prospek pengembangan potensi wisata tersebut, pihak keraton dan Pemkot Solo sepakat menyajikan kirab spesial.

Sebagian masyarakat percaya bahwa kotoran (letong) kerbau tersebut mampu memberikan sumber rizki. Tidak aneh, ketika saat kirab kemudian kerbaunya mengeluarkan kotoran, warga pun berebut ingin mendapatkan letong tersebut. Hal yang sama juga terjadi saat air bekas jamasan pusaka keraton diperebutkan warga karena juga dianggap bisa mendatangkan berkah.

Bertentangan dengan Ajaran Islam

Fenomena yang terjadi di Masyarakat seperti ini tentunya sangat memprihatinkan, mengingat sebagian besar masyarakatnya adalah beragama Islam. Padahal syariah Islam jelas melarang keras terhadap tindakan yang menjurus ke perbuatan syirik atau menyekutukan Allah. Salah satu bentuknya adalah meyakini adanya kekuatan lain yang mampu mendatangkan keberkahan dan keselamatan. Allah SWT sangat mencela perbuatan seperti ini sebagaimana dalam firman-Nya:

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. Bagi siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya". (QS. An-Nisa: 116).

Keselamatan itu berada di tangan Allah sepenuhnya, kerbau bule tidak akan mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah.

“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain dia, Raja, Yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang mengaruniakan, keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS.Al-Hasyr: 23).

Kotoran dari kerbau kyai slamet tidak akan bisa memberikan rizki, karena semua itu sepenuhnya sudah ditanggung oleh Allah SWT.

"Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang menanggung rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS.Huud:6)

Sudah sangat jelas, jika kerbau kyai Slamet tidak bisa memberikan keselamatan, apalagi menolak balak.

"Allah mengazab siapa saja yang dikehendaki-Nya dan memberi rahmat kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan hanya kepada-Nya sajalah kamu akan dikembalikan". (QS. Al-Ankabut: 21).

Dan apabila Allah menghendaki keburukan (bencana) terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang mampu menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain dia (Allah).” (QS.Ar Ra’d: 11)

Rasulullah SAW juga bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya kalau seandainya seluruh manusia berkumpul untuk memberikan manfaat, sungguh mereka tidak akan mampu memberikan manfaat sedikit pun kepadamu kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah kebaikan untukmu. Dan kalau seandainya seluruh manusia berkumpul untuk memberikan mudharat (kejelakan) kepadamu, sungguh mereka tidak akan mampu memberikan mudharat sedikit pun kapadamu kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah mudharat terhadapmu.” (HR. At Tirmidzi no. 2516 dan lainnya)

Dampak dari Sistem Sekuler

Sebagai seorang muslim tentu tidak boleh berdiam diri, inilah urgensi dari amar ma’ruf nahi munkar. Sebagai individu, kita hanya bisa sebatas melakukan pendekatan personal terhadap objek dakwah, bukan untuk menghentikan ritual tersebut. mengingat hal ini juga merupakan dampak dari sistem sekulerisme. Maka, kemaksiatan terbesar yang berupa ditegakkanya sistem kufur (jahiliyah) di negri ini harus segera dirubah diganti dengan sistem Islam.

Tindakan pencegahan akan efektif ketika negara secara tegas melarang adat istiadat/budaya yang menjurus menuju kesyirikan. Ironisnya di dalam negara sekuler, acara seperti ini seolah-olah malah dijadikan ajang wisata. Suatu hal yang tidak mungkin terjadi jika negara menerapkan syariah Islam secara kaffah dan menjadikan akidah Islam sebagai asasnya.

Ala kuli hal, selain melakukan dakwah personal, kita juga harus berjuang secara sungguh-sungguh agar negri ini di terapkan Syariah Islam dalam bingkai negara khilafah. Dengan itu, seorang khalifah akan mengambil kebijakan melarang segala bentuk adat-istiadat yang melenceng dari syariah Islam.

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa di antaramu melihat kemungkaran, hendaklah ia merubahnya (mencegahnya) dengan tangannya (kekuasaannya), jika ia tak sanggup, maka dengan lidahnya (menasihatinya), dan jika tak sanggup juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (HR.Muslim no. 49)

Wallohu a’lam.

Ali Mustofa Akbar
Staf Humas HTI Soloraya
Saran & Kritik : Telp 02719272791, E-Mail: [email protected]
website: ali-mustofa.co.cc