Membangunkan Umat Yang Tertidur Panjang

Sulit menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi umat sekarang selain ungkapan tidur itulah adanya. Ya, tidur yang panjang dan pulas. Umat ini bukanlah lemah, tetapi ia hanya tertidur. Cukuplah bila ia tidak sadar apa yang dilakukan musuh terhadapnya, maka ia disebut tidur. Cukuplah bila ia amat menikmati mimpi indahnya hingga tidak hendak bangun, maka ia disebut tidur. Cukuplah disebut masih tidur, bila ia mengalami mimpi buruk sekalipun, maka dalam keadaan setengah sadar ia merenung sejenak, tetapi kemudian tidur lagi.

Satu hal yang khas dari tidur adalah cenderung meneruskan tidur dan menganggap bahwa bangun adalah titik perubahan dari kecenderungan itu. Meneruskan tidur tidak perlu usaha apa-apa, tetapi bangun seolah-olah merupakan kerja besar yang sebenarnya waktunya amat sebentar dengan tidur itu sendiri, tetapi jangkauan niat dan kemauannya terasa jauh untuk sampai di hati.

Bila ada umat yang jalan hidupnya tetap terjaga kemurniannya selama 14 abad lebih, maka umat inilah adanya. Bila ada umat yang 20 tahun perubahannya setara dengan perubahan hingga akhir zaman, maka generasi awal lah yang melakukannya, ketika ketauhidan mereka tidak ada tandingannya. Bila carut marutnya kondisi suatu negara membuat perubahan itu hanya didefinisikan dalam selang waktu ratusan tahun untuk menggapainya, maka Umar bin Abdul Aziz mencontohkan, ketika pemimpin dan umat itu sosok yang bertauhid, maka 2 tahun sudah cukup untuk menghapus kata “keterpurukan dan kegelapan” untuk diganti dengan “kegemilangan”.

Ketika yang lain mencari makna apa manusia sempurna itu sebenarnya, berpindah dari idola (baca:taghut) yang satu ke idola yang lain, definisi kesuksesan satu ke definisi kesuksesan yang lain, maka umat ini sudah punya contoh teladan yang sempurna, Rasulullah SAW. Makna kesuksesan dan kesempurnaan sebenarnya adalah ketika kita mengambil makna itu dari apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, hanya itu, tidak lebih. Ketika yang lain hanya bisa merampas Yerusalem dan membakar bara di tanah suci itu, maka hanya dalam pangkuan umat inilah Yerusalem tenang dan ridha menyerahkan dirinya untuk dipijak oleh kaki-kaki umat yang bertauhid. Ketika yang lain pernah mengalami masa kegelapan panjang, buta pengetahuan, maka umat ini sudah memperkenalkan angka dan tulisan.

Ketika yang lain belum tahu apa itu arah angin, ombak deras samudera, lintas benua, maka umat ini sudah mengarungi wilayah yang belum pernah terjamah. Ketika yang lain harus penasaran menembus angkasa luar hanya ingin melihat Tuhan itu di mana, maka umat ini setiap lima kali dalam sehari berkesempatan untuk berhubungan langsung dengan Rabb-nya. Ketika yang lain harus memasang instalasi raksasa untuk menumbukkan partikel terkecil, hanya untuk menjawab apa itu ketiadaan dan perlukah Tuhan, maka dalam setiap pergantian siang dan malam umat ini sudah menemukan keagungan-Nya. Bila ada umat yang sanggup menerima amanah yang gunung sekalipun akan hancur lebur menerima amanah tersebut, maka umat inilah sang pewaris Al Quran.

Bila umat yang demikian saat ini lupa dengan jati diri mereka, maka alangkah ini kelupaan yang amat sia-sia. Bila umat yang sedemikian kuat saat ini tertidur, maka dapat dipastikan bahwa sudah amat panjang betul tidurnya. Bila kemudian umat ini malah mengharapkan kaum di luar mereka untuk membangunkan mereka, maka makin jelaslah lepasnya Al Quran dari pegangan mereka.

Bila kita ditanya kapan kita memiliki rumah sendiri, maka tentu kita bisa menjawabnya sesuai rencana pribadi kita. Bila kita ditanya kapan kita naik haji tentu kita bisa menjawabnya pula karena itu sudah kita rencanakan jauh hari. Tetapi cobalah bila kita ditanya kapan umat ini bangkit, adakah sebaris kalimat meluncur dari mulut kita? Ternyata kita memang tidak punya rencana apa-apa terhadap umat ini. Kita terlalu sibuk dengan agenda pribadi kita masing-masing.

Rencana apa yang ketika dibuat oleh manusia bahwa ia merencanakan sesuatu dalam 200 tahun, bila tidaklah rencana itu disebut omong kosong belaka dan hanya bentuk lepas tanggung jawab. Bagaimana mungkin manusia merencanakan sesuatu di luar jangkauan umur mereka. Begitulah, rencana kebangkitan umat seolah adalah sesuatu yang jauh dan rencana pribadi kita lah sesuatu yang dekat. Pantaslah umat mengalami apa yang menghimpitnya sekarang. Sesungguhnya ALLAH tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.

Tidak ada cerita dalam sejarah, kebangkitan itu dimulai oleh mereka yang terlalu sibuk dengan agenda pribadi mereka masing-masing. Kebangkitan hanya dilakukan oleh mereka yang telah total menafkahkan seluruh dirinya untuk tujuan sejati nan mulia di jalan-Nya. Tidak ada cerita dalam sejarah bahwa kebangkitan itu digerakkan oleh keramaian, tetapi kebangkitan itu hanya digerakkan oleh sekelompok kecil. Sekelompok kecil yang terbangun di antara keramaian yang tertidur lelap. Membangunkan yang tertidur hanya layak dilakukan oleh mereka yang bangun. Walaupun kelompok ini sedikit, tetapi kebanyakan dari mereka insyaALLAH adalah para pemuda.

Generasi awal yang menemani Rasulullah SAW tidaklah banyak, tetapi kebanyakan dari mereka adalah pemuda. Generasi akhir yang dirindukan Rasulullah SAW walau tidak sempat menemani Rasulullah di dunia juga tidaklah banyak, tetapi insyaALLAH kebanyakan dari mereka adalah pemuda. Pemuda yang ketika melangkah sudah menarik garis dari pintu surga yang ingin mereka masuki ke titik di mana ia berpijak sekarang. Pemuda yang sudah melihat betapa kecilnya dunia ini hingga senantiasa waspada bila dunia yang kecil itu masih bisa bersembunyi di hatinya. Pemuda yang tidak pusing dan bingung dengan berbagai definisi kesuksesan. Bagi mereka, kesuksesan hanya satu, ketika udara yang mereka hirup adalah udara surga dan tanah yang mereka pijak adalah tanah surga. Pemuda yang sulit merasakan nyenyaknya istirahat karena mereka sendiri tidak ingin istirahat mereka di surga disegerakan di dunia.

Pemuda yang rela kehilangan dunia beserta isinya, selama mushaf masih bisa mereka baca dan dekap erat di dada mereka. Pemuda ketika yang lain telah terlupa dengan definisi ilah dari syahadat mereka, maka mereka lah yang tidak pernah lupa bagaimana Pemuda Ibrahim mendefinisikan ketauhidan sebenarnya.

“ALLAH telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan Din yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa kafir setelah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.S. An Nur 55)

Kebangkitan umat itu layaknya amal lainnya. Ia diniatkan, maka tidaklah niat itu benar kecuali berawal dan berakhir pada-Nya. Ia direncanakan, maka tidaklah rencana itu pasti kecuali berlandas pada kalimat tauhid yang pasti. Ia diamalkan, maka tidaklah amal itu berbuah kecuali diamalkan sebagaimana niat dan rencananya.

Profil Singkat Penulis

Ibnu Kahfi Bachtiar, mahasiswa S2 bidang energi terbarukan pada Universitas Oldenburg (Jerman) saat ini sedang menyelesaikan tesis di Forschungszentrum Juelich.