Menunggu Bangunnya Singa Peradaban

Saat orang-orang Portugal (menurut redaksi lain adalah Spanyol) ingin merampas Andalusia dari kekuasaan umat Islam, mereka mengirim sejumlah mata-mata untuk mencari jalan masuk, yaitu dengan cara menyusup di antara penduduk Muslim. Saat itu salah seorang mata-mata melihat anak kecil menangis di tepi jalan karena bidikan lembingnya tidak tepat sasaran. Sekembalinya ke markas, diapun menceritakan hal ini kepada teman-temanya (komplotannya) yang lain.

Berdasarkan kejadian itu, mereka lalu mulai mempelajari situasi, dan mengetahui bahwa dalam Islam ada kewajiban untuk berjihad. Kewajiban inilah yang menyebabkan Umat Islam begitu rela mengorbankan jiwa raga demi menegakkan agama. Menyadari hal itu, mereka lalu sadar bahwa tidak mungkin bisa menembus pertahanan Umat Islam dengan cara kekerasan. Berdasar logika sehat, jika anak kecil saja bisa menangis karena lemparan lembingnya luput saat latihan, lalu bagaimana dengan para pemudanya ? Tentu mereka memiliki pengetahuan dan semangat yang jauh lebih tinggi dalam masalah Jihad membela agama dan tanah airnya.

Mereka kemudian memutuskan menyerang Umat Islam secara sistematis melalui kesenangan duniawi dan tindakan yang tercela secara perlahan dan bertahap yang mereka susupkan ke dalam kehidupan masyarakat Muslim kala itu. Setelah berhasil menyusup dan menyebarkan kerusakan (moral), mereka membiarkan Umat Islam berada dalam kondisi itu selama beberapa tahun.

Beberapa tahun kemudian mereka kembali mengirim mata-mata, dan mendapati situasi yang sudah jauh berbeda. Kali ini, yang menangis ternyata seorang pemuda yang ditinggalkan kekasihnya (pacarnya). Kejadian ini merupakan tanda bagi mereka bahwa saatnya telah tiba. Tentara pun dikirim untuk menyerang Andalusia . Hasilnya ? mereka berhasil merebut kota terakhir yang merupakan pusat peradaban Islam yang sangat maju di wilayah barat kala itu (kini masuk wilayah Spanyol) dari tangan kaum Muslimin. Dan berhasil membantai umat Islam seperti membantai kawanan domba. Adapun sebagian kecil umat Islam yang berhasil selamat terpaksa melarikan diri keluar dari kota pusat peradaban Islam terakhir tersebut. Semenjak saat itulah nama Portugal (menurut redaksi lain adalah Spanyol) ditetapkan.

Demikian sekelumit kisah nyata yang saya cuplik dari tulisan Da’i kondang asal Mesir Amru Khaled dalam bukunya yang berjudul 10 Sifat Penghuni Surga.

Kisah tersebut sengaja saya kutip karena jika kita dapat jujur pada diri masing-masing, tentu kita dapat mengamini jikalau kondisi umat Islam (terutama generasi mudanya) saat ini tidak jauh berbeda dengan yang digambarkan Amru Khaled di atas. Umat terbaik yang dulu pernah menguasai sepertiga wilayah bumi ini kini tak ubahnya kaum yang dapat diumpamakan seperti anak ayam kehilangan induknya. Mereka bingung dengan jati diri sendiri karena kurangnya kefahaman mereka tentang sejarah kebesaran dan kejayaan peradaban yang pernah dipersembahkan para pendahulu mereka silam.

Dan kebingungan tersebut makin diperparah dengan makin berkurangnya sosok tokoh teladan yang mereka anggap dapat mengajarkan dan mencontohkan akhlak Islam yang sesunggunya dalam tiap laku hidupnya. Bukankah saat ini banyak kita dapati tokoh-tokoh yang mengklaim ataupun telah dianggap sebagai para pemuka Islam yang justru menghancurkan Islam melalui tingkah polah dan akhlaknya.

Baik itu pejabat korup yang notabene Islam, serta Umara’nya yang tidak menjalankan amanah rakyat dengan semestinya dan diperparah dengan tingkah Ulama’ nya yang rusak (Ulama’ Su’u alias ulama’ dunia) yang banyak mengeluarkan pernyataan kontroversial yang membingungkan umat seperti statemen halalnya homoseks dan lesbi dalam Islam yang dilontarkan oleh seorang doktor ilmu politik yang juga pejabat teras Depag bagian pemberdayaan perempuan yang jelas-jelas bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadis serta Ijma’ Ulama’ sepanjang masa.

Tokoh tersebut dan para kawannya yang terkenal Liberal akut bahkan berani mengkritik dan mengajukan agar kisah dijungkirbalikkannya bumi dalam kisah kaum Sodom yang merupakan kaum Nabi Luth akibat kelakuan homoseks mereka ditafsirkan ulang dan dirombak dengan dalih dan semangat HAM yang ingin pula memanusiakan para kaum Gay dan lesbian.

Belum lagi penolakan-penolakan mereka dalam hal UU Pornografi, UU Perkawinan pun ingin mereka revisi agar pasangan beda agama dan pasangan sesama jenis dapat menikah dan diakui negara, kemudian mereka juga melakukan penolakan terhadap Perda-perda (peraturan daerah) yang dianggap mengusung misi Islam seperti Perda larangan peredaran Miras dan pelacuran di Tangerang dan Perda Anti Miras di Bulukumba serta Perda –perda pro Moral di berbagai daerah di Indonesia yang jelas-jelas tidak mencantumkan label Perda Islam dan yang justru bermanfaat bagi masyarakat yang dibuktikan dengan makin berkurangnya angka kriminalitas di daerah–daerah tersebut.

Dan anehnya pendapat-pendapat nyeleneh dan tindakan (melalui usaha-usaha penolakan) yang tidak pro kebaikan Umat tersebut justru didukung oleh beberapa tokoh Islam yang dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai Ulama’ dan tokoh Islam yang memiliki pengaruh di tengah–tengah umat.

Jika 3 komponen panutan umat tersebut telah rusak, bagaimana mungkin generasi mudanya akan tumbuh menjadi generasi yang baik. Mereka telah kehilangan sosok-sosok panutan yang dapat mereka contoh akhlak dan karya nyatanya bagi manusia wabil khusus bagi kembalinya kejayaan peradaban Islam. Dan indikasi dari keterputusasaan para kaum muda adalah makin menjauhnya mereka dari nilai-nilai Islam dan kian akrabnya mereka dengan idola-idola baru di abad modern ini yang dianggap dapat mewakili jiwa dan semangat para kaum muda yang ingin bebas dan mencari jati diri.

Dan sayangnya tidak sedikit dari mereka yang tersesat dalam perjalanan pencarian jati diri tersebut. Alih-alih memilih membentuk jati diri sendiri yang berdasarkan nilai Langit (Islam), mereka malah lebih memilih mengekor pada pribadi-pribadi yang masih dipertanyakan keabsahan semangat Islamnya. Seperti sebagian penyanyi dan biduanita, artis, pemain sepak bola dunia dan para kaum yang sering disorot dalam dunia selebritas lainnya.

“Fatwa-fatwa” para penyanyi (Anak Band) dan para artis idola mereka itulah yang lebih didengarkan oleh para generasi muda kini tak terkecuali generasi muda Islam. Jika dibandingkan dengan kegiatan menelaah kandungan Al Qur’an, hadis, serta Sirah Nabawiyah dan kisah hikmah para penghulu Islam, ternyata kaum muda ternyata lebih gandrung kepada sinetron-sinetron cengeng percintaan yang berisi perselingkuhan dan perebutan harta serta film-film Horor dan Komedi yang banyak tayang di layar lebar yang notabene selalu saja temanya seks dan klenik yang tak masuk akal dan tak ada pengaruh positifnya bagi perkembangan mental anak bangsa selain pengaruh bagi makin tebalnya kantong-kantong bos pembuat film tersebut.

Dan seperti adagium terkenal dalam dunia informasi yang berbunyi, ”Kebohongan yang disiarkan secara terus-menerus maka suatu saat kebohongan tersebut akan dianggap sebagai sebuah hal yang wajar alias lumrah yang dapat menjadi sesuatu yang dibenarkan.” Kini kebohongan-kebohongan dari “fatwa” para idola kaum muda di atas yang dalam karya-karya mereka seperti tema Lagu, Film, dan Sinetron banyak mengkampanyekan budaya yang Permisive (serba boleh) seperti pergaulan bebas, dan Hedonis (berdasarkan kesenangan masing-masing individu) serta gaya hidup pop modern yang kian meredupkan nilai-nilai Timur dan Islami perlahan dianggap sebagai sebuah kebenaran.

Dan lambat laun negeri Muslim terbesar ini makin terpuruk ke arah kehancurannya dan bukan tidak mungkin akan mengalami nasib yang sama dengan Umat Islam di Andalusia dalam kisah di atas. Dan indikasi ke arah itu perlahan mulai nampak dengan makin kentaranya kebobrokan moral para generasi muda yang notabene tulang punggung bangsa. Hal ini digambarkan dengan makin meningkatnya pergaulan bebas, narkoba dan prestasi-prestasi amoral lainnya yang berhasil ditorehkan para anak muda Islam terutama yang berada di negeri tercinta ini.

Survei Kesehatan Remaja Indonesia (SKRRI) 2002-2003 yang dilakukan di Bali oleh BPS menyebutkan bahwa laki-laki berusia 20-24 tahun belum menikah yang memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 57,5 persen dan yang berusia 15-19 tahun sebanyak 43,8 persen. Sedangkan perempuan berusia 20-24 tahun belum menikah yang memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 63 persen. Perempuan berusia 15-19 tahun belum menikah yang memiliki teman pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 42,3 persen. Sedangkan Litdikkespro Bali pada tahun 2003 menemukan 28,6% istri dari pasangan usia subur telah hamil sebelum perkawinan. Kemudian Depkes RI pada tahun 1995/1996 melakukan survey yang menyebutkan bahwa kehamilan remaja berusia 13-19 tahun di Bali sebanyak 5%.

Di daerah lain di Indonesia, seperti yang dirilis MAJALAH.KOMUNITAS (01/18/2009) menyebutkan bahwa Sebanyak 30 persen pelajar di Kota Sukabumi, Jawa Barat, diduga telah melakukan seks bebas. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh dinas kesehatan setempat sepanjang tahun 2007. Sedangkan dalam kasus Narkoba, jumlah kasus penggunanya sepanjang tahun 2007 mencapai 900 orang. Dari jumlah itu, 90 persen pengguna yang telah menjalani rehabilitasi, diketahui telah kembali aktif menggunakan narkoba.

Masih ditahun 2007, dinas kesehatan setempat juga menemukan kasus baru dalam hal penyebaran virus HIV Aids, yakni sebanyak 44 kasus. Jumlah temuan kasus baru ini, jauh lebih rendah dari jumlah temuan kasus baru pada tahun 2006 yang mencapai 94 kasus. Untuk temuan baru kasus HIV Aids pada tahun 2007 sebanyak 44 kasus dengan kasus kematian sebanyak 24 kasus. Angka temuan kasus baru itu lebih rendah ketimbang temuan kasus pada tahun 2006. yang mencapai 94 kasus. Secara akumulasi jumlah penderita HIV Aids selama tahun 2000-2007 mencapai 206 kasus.

Dalam dunia maya pun prestasi amoral sebagian generasi muda kita juga tak kalah hebatnya. Jika anda mampir di Google Trends (http://www.google.com/trends?q=porn+asia&ctab=0&geo=all&date=all&sort=0) maka akan anda dapati diurutan pertama top ranking Pornografi diduduki oleh Indonesia, terpaut 4 peringkat di atas Thailand yang kesohor dengan wisata seksnya.

Menurut Peri Umar Farouk dari Tim Kerja Gerakan Jangan Bugil Depan Kamera, yang parah sekarang itu adalah bugil di depan kamera. Padahal di Amerika hal ini baru mulai dari tahun 2008. Jadi Amerika justru mengikuti kita dalam kegiatan Gerakan Bugil Depan Kamera. Dengan kata lain, kitalah yang menjadi Trendsetter Gerakan Bugil Depan Kamera tersebut dan hal ini dapat dibuktikan di fasilitas google trend yang tersebut di atas.

Dan setelah bibit Seks bebas dan Pornografi serta Pornoaksi sukses tersebar, maka giliran tindakan Aborsi di panen. WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi tergantung kondisi masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman.

Di Asia Tenggara, Badan kesehatan Dunia itu melansir data yang memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Sedangkan sebuah studi terbaru yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia memperkirakan angka kejadian aborsi di Indonesia per tahunnya sebesar 2 juta (Utomo dkk 2001). Aborsi yang tidak aman saat ini di Indonesia berkontribusi terhadap 30-50% Angka Kematian Ibu (AKI).

Ini merupakan yang tertinggi di ASEAN. Dan berdasarkan Hasil studi PKBI sejak tahun 2000-2003 dari 37.000 kasus KTD (Kehamilan Tidak Dikehendaki), ternyata 27% di antaranya belum menikah, termasuk 12,5% di antaranya masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Studi ini melibatkan 9 kota , salah satunya Denpasar. Kemudian juga studi kualitatif PKBI selama tahun 2005 lalu yang menyebutkan bahwa persentase KTD remaja tertinggi ada di Denpasar, Mataram dan Yogyakarta .

Data-data yang merepresentasikan tingkat kemerosotan akhlak (moral) tersebut sudah cukup membuktikan betapa para musuh Islam tanpa kenal lelah terus berusaha melemahkan generasi muda Islam saat ini dengan berbagai cara dan tak terkecuali cara yang telah terbukti ampuh berhasil membuat umat Islam angkat kaki dari bumi Andalusia juga digunakan hingga kini, yaitu penyebaran kerusakan moral di tengah kehidupan dan budaya umat Islam.

Membedah Kemunduran Kita

Jika kita pernah memiliki perasaan iba terhadap nasib saudara-saudara Muslim di Palestina akibat berbagai ulah biadab Israel, sebenarnya kita juga lebih patut mengasihani nasib generasi muda Islam di negeri kita sendiri. Karena bagaimanapun juga, ternyata umat Islam Palestina masih sedikit lebih mudah dalam menyusun strategi menghadapi musuh yang jelas-jelas kelihatan di depan mata mereka yaitu para serdadu Zionis Israel dan senjatanya.

Sedangkan kita di Indonesia harus menghadapi musuh yang lebih kompleks daripada umat Islam Palestina. Kita harus menghadapi senjata musuh-musuh Islam yang tidak kasat mata berupa penyebaran budaya amoral seperti pergaulan bebas, hedonisme, materialisme dan juga permisivisme, dan juga dengan adanya penyebaran pemikiran-pemikiran sesat seperti liberalisme dan sekularisme yang dihembuskan barat untuk meracuni otak para generasi muda Islam.

Di era globalisasi yang penuh dengan upaya westernisasi para musuh-musuh Islam saat ini, patut kita cermati berbagai tindakan missionaris baik itu kristenisasi maupun upaya menjauhkan nilai-nilai Islam dari para generasi muda Islam Indonesia . Karena seperti pengakuan Samuel Zwemmer, seorang Direktur organisasi misionaris pada tahun 1935 yang mengatakan bahwa tugas gerakan misi adalah, menghancurkan peradaban lawan dan membina kembali bentuk peradaban Barat agar Muslim berdiri di barisan Barat (Kristen).

Tugas misionaris tidak saja mengkristenkan Muslim, tapi juga menjauhkan Muslim dari agamanya –dengan tetap memeluk Islam– dan berdiri dalam budaya Barat. Inilah bahaya laten yang harus segera dibendung oleh internal umat Islam sendiri. Jika tidak maka impian akan kembalinya kejayaan peradaban Islam akan semakin mustahil untuk segera dicapai.

Tentu masih segar dalam ingatan kita bagimana para serdadu Israel menyerang Jalur Gaza guna melumpuhkan para pejuang Palestina yang mengakibatkan lebih dari 1000 jiwa melayang yang kebanyakan adalah anak-anak dan wanita. Tahukah anda alasan terkuat kenapa Israel melakukan serangan 22 hari tersebut. Alasannya adalah ketakutan negeri yahudi itu akan semakin berkembangnya kekuatan perjuangan rakyat Palestina yang ternyata terus dilanjutkan kepada anak cucu mereka.

Serangan 22 hari itu sendiri dilancarkan selang beberapa waktu setelah Perdana Mentri Palestina Ismail Haniyeh dari Faksi HAMAS memwisuda sekitar 500 anak-anak Hafiz Al Qur’an. Israel berpendapat jika masih usia kanak-kanak saja para generasi muslim Palestina sudah hafal Al Qur’an, tentunya akan lebih berbahaya jika mereka kelak dibiarkan tumbuh dewasa dengan bimbingan Qur’ani yang tentunya akan membentuk pribadi-pribadi Mujahidin yang berbahaya bagi Israel .

Berbeda dengan Palestina, strategi lain digunakan Zionis Yahudi untuk melemahkan semangat perjuangan generasi muda Islam di Indonesia. Karena menyadari potensi kekuatan Islam Indonesia yang merupakan jumlah terbesar di planet ini yang jika mereka bersatu dan memiliki ruh Jihad seperti Muslim Palestina, tentunya akan sulit dikalahkan.

Maka digunakanlah cara-cara melemahkan semangat Jihad itu sendiri. Mereka, lewat media–media massa Indonesia berhasil membentuk opini buruk di tengah masyarakat Indonesia mengenai Jihad yang dicap sebagai tindakan para teroris. Sehingga umat Islam takut dan enggan untuk mengamalkan Jihad yang sebenarnya karena tidak ingin distigmakan sebagai pendukung tindakan teror.

Dan yang lebih parah lagi adalah umat Islam mulai malu menunjukkan identitas keislamannya. Umat Islam sengaja dijauhkan dari nilai Al Qur’an dengan berbagai cara seperti dialihkannya perhatian keluarga Muslim dari kegiatan menghafal Al Qur’an dan menggantinya dengan kegiatan menghafal lirik-lirik lagu yang saat ini tengah merajai layar kaca Indonesia .

Berbagai upaya penghapusan dan penghilangan jati diri umat Islam sebagai Umat terbaik yang dianugerahkan langit untuk bumi ini sesuai ucapan Prof. Ar Rafi’i yang pernah berkata,”Ajari anak Singa menjadi jinak seperti Rusa. Hapuslah segala cerita tentang kejantanan nenek moyangnya yang pernah menguasai rimba raya.” Dan upaya penjinakan itu kini masih, sedang dan akan terus berlanjut hingga kita benar-benar menjadi Rusa ompong yang mudah mereka binasakan.

Saatnya Bangun

Menyadari kondisi kita yang telah sedemikian parahnya, maka hal terbaik yang harusnya kita lakukan saat ini adalah melakukan evaluasi diri masing-masing. Mulailah untuk merapatkan barisan dalam lingkaran tali yang tak akan pernah putus yaitu buhul Islam. Buang jauh-jauh ego kelompok masing-masing yang merasa mazhab dan manhajnya sendiri yang paling benar. Bukankah Islam mentolerir khilafiyah terutama perbedaan Fikih selama Tauhid dan akidah Islamiyah kita masih sesuai dengan ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah.

Karena tanpa persatuan mustahil umat Islam akan dapat bangkit melawan serangan musuh-musuh Islam. Dan kejayaan peradaban Islam yang berakar dari persatuan dan persaudaraan dalam Islam inilah yang pernah ditorehkan oleh Shalahudin Al Ayyubi dan para tentara Islam dalam perang Salib seabad yang lampau.

Dan yang terpenting adalah kembali kepada Al Qur’an dan As Sunah yang merupakan satu-satunya pusaka dan senjata yang diwariskan nabi SAW kepada kita umatnya yang telah dijamin bergaransi kemenangan dan keberuntungan bagi umat Islam jika mereka memegang dan menggunakannya dengan cara yang benar untuk Amar Ma’ruf Nahi Munkar sesuai dengan fitrah kita yang dijelaskan dalam Al Qur’an, “Kamu adalah Umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang Ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah …” (QS. Ali Imron [03] : 110).

Kini sudah saatnyalah anak-anak Singa dibangunkan untuk dapat mengaum lagi dan merebut kembali tahta kejayaan Islam yang pernah dipersembahkan oleh nenek moyang mereka dahulu. Wallahu A’lam.

Musyaf Senyapena, seorang Blogger Muslim Indonesia, tinggal di musyafucino.wordpress.com, email: [email protected]