Kembalikan Citra Islam

Nicholas George (22 tahun), mahasiswa asal California ditahan di bandara AS karena kedapatan membawa kartu-kartu bertuliskan Bahasa Arab. Sebagai mana yang diberitakan Republika Online (11/02/2010). George sempat diborgol dan diinterogasi selama lima jam terkait dengan terorisme dan kejadian 9/11. Ia ditanya "siapa yang melakukan 9/11," Bahasa apa yang digunakan pemimpin Al Qaidah Osama bin Laden dan mengapa kartu-kartu bahasa Inggris-Arab itu "mencurigakan."

Ia juga ditanya tentang perjalanannya ke negara-negara muslim dan berbahasa Arab, termasuk Yordania di mana dia menghabiskan satu semester belajar di luar negeri, dan yang juga dicecar mengenai siapa saja yang ia temui di sana.

Penahan ini dianggap George sebagai pelecehan dan pelanggaran hak konstitusional untuk berkebebasan berbicara dan kebebasan dari tekanan yang tak masuk akal. Kejadian ini menandahan kepada kita bahwa masyarakat Barat hari ini masih menaruh curiga pada Arab dan Islam.

Islam dan Barat

Hubungan Islam dan Barat dimulai saat pengiriman surat-surat oleh Rasulullah ke seluruh penjuru petinggi-petinggi negara tetangga, hubungan erat keduanya terjalin saat surat Rasulullah sampai ke tangan Raja Romawi Timur. Hubungan ini terjalin selama bertahun-tahun dan tak pernah terputus. Bukan hanya dalam bidang ekonomi, tapi mulai meluas ke tataran politik. Beberapa kedekade kemudian kesenjangan sosial mulai terjadi dan saat itulah riak-riak pertikaian antar keduanya mulai terjadi.

Saat Islam dan kekuatannya mulai meyebar kepenjuruh dunia; Syam, Palestin (634-635 M), Persia (637 M), Mesir (643-649 M) Armania (652 M), Siprus (653 M), dan sampai ke Asbania (Spanyol) (711 M). Barat mulai menebarkan kebencian terhdap Islam dan menggaungkan bahwa penyebaran Islam dilakukan dengan kekerasan pedang. Hal ini semakin buruk dengan berekecambuknya perang Salib.

Pertikaian ini semakin runyam tatkalah Samuel P. Huntington mendeklarasikan “the clash of civilizations”nya (Benturan Peradaban). Dengan pandangan ini, Samuel P. Huntington mulai mengarahkan Barat untuk memperhatikan Islam secara khusus, mengingat Islam adalah satu-satunya peradaban yang masih eksis dan mampu menggoya peradaban Barat, sebagaimana terbukti dalam sejarah. Saat itu istilah "Benturan Peradaban" mulai menjadi isu hangat dan mempengaruhi kebijakan politik internasional.

Khatami, Predisen Iran pada tahun 1998 mencanangkan istilah "Dialog Peradaban" sebagai ganti dari "Benturan Peradaban" istilah ini kemudian diterimah luas oleh dunia Internasional. Namun istilah ini kemudian memudar dengan terjadinya peristiwa 11 september. Penyerbuan Amerika Serikat ke Afganistan dan Irak menambah buruknya hubungan antar keduanya.

Perkembangan politik internasional kemudian bergerak menuju ‘tesis’ benturan peradaban yang dipopulerkan Huntington. Dunia diseret untuk terbelah menjadi dua kutub utama: Barat dan Islam, seperti yang digambarkan Dr. Adian Husaini dalam makalahnya; Islam dan Barat.

Akan tetapi pertikaian Barat dan Islam bukan tanpa sebab, sebab yang paling dominan saat ini adalah kesalahan Barat dalam memandang Islam. Islam dipandang sebagai musuh dan pesaing tunggal dalam tataran dunia Barat dan kesalahan Umat Islam itu sendiri dalam menyebarkan rislah Islam. Pandangan umat Islam terhadap Islam masih bersifat parsial.

Dari sinilah kemdian munculnya gerakan-gerakan radikal yang mencoreng Islam itu sendiri. Barat – Islam masih selalu dibentur-benturkan dengan menggunakan senjata kepentingan politik yang membuat keduanya seakan selalu bertikai tak henti-hentinya. Pendek kata, pertikaian antar keduanya diakibatkan kesalahan dalam memandang kosep Tuhan, Alam Semesta, Kehidupan dan Realitas.

Menyongsong Perdamaian Global

Barat dalam kebijakan politiknya mungkin masih mengagap Islam sebagai target kebijakannya. Akan tetapi ini tak selamanya benar dan berlaku. Sebab tak sedikit ilmuan Barat mulai melirik Islam dan mulai mempelajarinya. Sejak 20 tahun terakhir statistik penganut Islam di penjuru dunia meningkat drastis. Di tahun 1973 jumlah kaum muslim berkirsar antara 500 juta, sekarang telah mencapai angka lebih dari 1.5 milyar. 13 juta muslim di Eropa Timur, 3.3 di Britain, 3.9 juta di Jerman, 7.5 juta di Prancis dan angka ini akan terus bertambah dikemudian hari.

Perkembangan pemeluk Islam di Barat dan penjuru dunia, sempat diberitakan oleh sebuah program CNN dalam judul " Fast Growing Islam Winning Converts in the Western World" program ini memberikatakan bahwa sejumlah orang kristen mulai beralih agama ke Islam. Perpindahan ini terkait dengan ajaran-ajaran dasar dan prinsip-prinsip kemanusian dalam Islam.

Perkembangan ini mestinya diperhatikan terus oleh Umat Islam. Bukan hanya perkembangan dalam bidang sosial-politik tapi dalam bidang ilmu pengetahuan sekaligus. Barat hari ini butuh tangan-tangan dermawan kaum muslim untuk mengantarkan mereka ke gerbang keimanan. Mengingat capaian ilmu pengetahuan seperti fisika, biologi, kimia, astronomi, dan ilmu humaniora lainya telah mengantarkan manusia Barat pada pengakuan akan adanya Tuhan dan pandangan ateisme mulai luntur seiring capaian ilmu pengatahuan dalam banyak bidang.

Akan tetapi pandangan Barat atas realitas Tuhan dan kehidupan tak sesumpurna dalam Islam. Oleh karena itulah umat Islam mesti menjadi batu loncatan bagi manusia Barat dalam memahami Tuhan dan Kehidupannya. Hal ini disampaian oleh Sir Antony Flew, seorang ateis kawakan yang akhirnya kembali dan mengakui akan keberadaan Tuhan pada usia 80 tahun. Namun Tuhan dalam pandangannya masih terbatas, dan butuh pembimbing. Ia berkata "aku telah sampai pada pengakuan akan adanya Tuhan dengan akal pikiranku, akan tetapi aku belum sepenuhnya paham akan hakekat Tuhan. Mungkin suatu saat nanti ada yang memanggilku dan berkata padaku "Apakah sekarang kau telah mendengarkanku?" (Intellectual Journey; 2010)

Umat Islam harus menjadi contoh bagi Barat dalam beragama dan sosial, hidup rukun, damai, saling menyayangi dan cintah kasih. Toleransi beragama dan antar umat beragama mesti dijunjung tinggi. Pertikaian dan permusuhan mesti diakhiri. Satu sama lain harus saling percaya, saling hormat-menghormati. Pikiran picik dan egoisme harus disingkirkan. Jika keegoisan dan pandangan buruk terhadap orang lain dihilangkan, ajaran-ajaran agama direalisasikan, memandang orang tidak dengan sebelah mata, kesemuanya ini pada akhirnya akan mengantarkan manusia pada kedamaian dan kesejahteraan global.

Nurdin Sarim, Mahasiswa Filsafat Universitas Al-Azhar. Cairo Mesir.