Selebritis Kapitalis Di Kampung Ramadhan

Bagi seorang muslim yang beriman, ramadhan adalah momentum paling berharga yang sangat dinanti kedatangannya. Ramadhan menjadi idola spiritual yang menggugahkan kerinduan ruang imani dan menyejukkan rasa haus dan dahaga hamba untuk beribadah dan mendekat (taqarrub) kepada sang Khalik secara sempurna.

Aroma kesucian ramadhan begitu harum dan menyegarkan lamunan alam sadar orang-orang yang beriman maka tidak heran do’a ditengah keharuan dan gulana hati selalu terucap setiap masa dalam ingatan “Allahumma bariklana fi rajaba wasya’ban wabalighna Ila Ramadhan” air mata pun sedetik menetes ditengah galau jiwa yang kerinduan akankah bertemu ramadhan tahun ini.pertemukan ya Rabb, hati yang berharap perjumpaan dengan syahru at- tarbiyah selalu menghiba pada sang pencipta. Barangsiapa yang gembira dengan kedatangan bulan suci ramadhan maka Allah ampuni dosa-dosanya. Dahsayat luar biasa. Ramadhan.!

Dibelahan dunia dari timur dan barat, selatan sampai utara begitu tumpah ruah ruang rasa keimanan dalam suka cita tatkala ramadhan menyapa dengan sempurna, seraya menyambut gembira seruan sang khalik “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah : 183)

Ramadhan bagi seorang mukmin adalah ladang yang begitu banyak menawarkan peluang ibadah yang luar biasa. Nilai pahala sunnah dan wajib berlipat ganda,siapa yang tak tergiur dengan ranumnya ibadah dibulan ramadhan. Bahkan Allah memberikan ruang sugesti bahwa ramadhan pintu syurga terbuka lebar dan pintu neraka tertutup rapat dan setan pun dibelenggu selama pentas ramadhan berlaga.

Ramadhan sejatinya membawa berkah bagi kita semua sebagai orang yang beriman dengan sebenar-benar iman. Ramadhan menjadi momentum fundamental perubahan diri, bersuci dalam rengkuhan taubatan nasuha sebagai mana kehendak Allah dalam firman-Nya : Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (QS al-Furqân [25]: 71)

Ramadhan Dalam Sangkar Kapitalisme

Dalam beberapa dekade ini, nilai-nilai religius dimasyarakat nampak menggembirakan di setiap lini kehidupan. dan tentu hal ini adalah buah hal yang menggembirakan sebagai hasil dari peran ulama dan para du’at yang menyampaikan nilai-nilai fundamental secara kontinyu dan ikhlas kepada khalayak banyak. Maka tidak heran kemudian kesadaran ke-Islaman dimasyarakat sangat luar biasa terlihat nyata. Jilbab berkibar, aktifis remaja mesjid, mahasiswa Islam, kajian Islam serentak menggeliat dibeberapa tempat dan nampak luar biasa.

Dan ketika ramadhan tiba, geliat dan semangat ke-Islaman semakin mencapai klimaksnya semua larut dalam kekhusu’an beribadah kepada Allah SWT. Kegiatan Islami dimana-mana bergaung, pesantren kilat, tablig akbar ramadhan, shalat tarawih, tadarus al-qur’an menjajakan aura ilmu yang tiada tara nikmatnya. Entitas ibadah hamba yang tiada hentinya selama satu bulan penuh dibulan yang penuh berkah.

Namun mari sejenak kita jalan-jalan ke dunia lain di bulan Ramadhan nan mulia ini. Sekejap kita teropong dengan kacamata tauhid imani kita tentang sebuah fenomena yang sebenarnya sangat berlawanan dengah nilai-nilai ke-Islaman kita. Entah itu budaya konsumtif balas dendam syahwat perut selama seharian puasa ketika waktu berbuka tiba, budaya menghabiskan waktu sia-sia berbaju ngabuburit tanpa makna. Dan banyak sebagian diantara kita menghabiskan waktu ramadhan dengan asyik masyuk nongkrong didepan televisi, larut dalam aneka kelakuan kampung ramadhan versi para selebritis. Dan kita hanya termangu terhipnotis kelakuan para selebritis kapitalis dan kita secara tidak sadar menjadi bagian maya dari kelakuan mereka. Ramadhan sia-sia.

Memang ramadhan membawa berkah (baca : keuntungan) bagi siapa saja termasuk para selebritis yang menghiasi kotak diruang tamu kita pun. Demikian halnya dengan program-program televisi yang selama bulan Ramadhan, penuh dengan berita selebriti yang “berjilbab”. Atau padatnya tayangan-tayangan, baik sinetron, film dan lain-lain yang bertemakan bertemakan “ke-Islaman”

Hanya patut disayangkan, bahwa perubahan tersebut tidak membawa perubahan yang fundamental yakni ber-Islam secara kaffah dan berlepas diri dari sistem tambal sulam ala kufur jahiliyah, sehingga wajar ketika ramadhan berlalu maka selesailah semuanya dan kembali seperti sedia kala. Selebriti “berjilbab”, sinetron, film, acara televisi selama bulan ramadhan bahkan gosip infotainment yang konon katanya dibuat “Islami” tidak lain hanya bungkusan kapitalisme demi mendulang materi.

Kenapa tidak, mari kita tengok kelakuan para selebritis kapitalis sebelum, selama dan sesudah ramadhan. Jarang ada yang berubah secara fundamental, “ke-Islam-annya” kelakuan “Islami” selama ramadhan hanya lips service demi mendulang rupiah dan ketenaran semata dan kita hanya menjadi korban yang larut sia-sia dalam drama “kemunafikan” yang dipertontonkannya. Dan ramadhan kita pun menjelajahi kita tanpa makna bahkan jauh dari kemenangan mencapai derajat muttaqien yang kita harapkan. Alhasil setelah ramadhan ketika berlalu,habitat kita kembali seperti semula tidak ada yang berubah.

Apakah kita harus melulu memberi stereotif negatif kepada selebritis dalam kotak ajaib yang menghiasi ruang tamu kita itu.? Tentu tidak, karena sadar atau tidak sadar kita pun hakikatnya sudah menjadi selebritis kapitalis selama bulan ramadhan. Kenapa.? Karena selama kesadaran kita dibangun oleh sistem yang non tauhidi, puasa pun hanya sekedar menggugurkan kewajiban, maka ramadhan hanya menjadi kampung yang sekedar menjadi tempat singgah untuk melaksanakan ritual tahunan yang akan berlalu begitu saja dan hanya akan berulang dan terus berulang. Kita hanya mampir di kampung ramadhan sekedar “mencicipi” lapar dan dahaga yang sangat di siang hari, kekenyangan diwaktu berbuka dan kegiatan sia-sia lainnya

Ramadhan jangan sekedar waktu berlalu.

Menjadikan momentum ramadhan kali ini semaksimal mungkin tanpa berlalu sia-sia harus kita azzam-kan (baca : tekadkan) karena belum tentu kita bertemu dengan bulan ramadhan tahun depan atau bahkan ramadhan kali ini belum tentu bisa kita nikmati sepenuhnya. Oleh karenanya i’dad (persiapan) dalam menyambut ramadhan sangat mutlak diperlukan jauh-jauh hari agar buah ramadhan yakni derajat ketakwaan dapat kita raih sempurna. Minimal kita memiliki dua persiapan ketika menghadapi bulan ramadhan ini, yakni persiapan ruh dan jasad (i’dad ruhiyah wa al-jasadiyah) dan persiapan pemikiran / ilmu (i’dad al-fikriyah).

Dengan persiapan yang maksimal, niscaya kita insya Allah akan mampu menjadi hamba-hamba Allah yang meraih derajat taqwa sessuai dengan kehendak Allah SWT. Sehingga Ramadhan tidak hanya sekedar waktu berlalu begitu saja

Semoga kita tidak hanya menjadi selebritis dibulan ramadhan, hingar bingar meramaikan ramadhan hanya dengan hal yang sia-sia sehingga kita hanya mendapatkan haus dan dahaga saja. naudzubillah

Ruyatna Al-Bantany; (Alumnus SMAN 1 Jasinga, Pemerhati sosial dan Pegawai Swasta)