Saudaraku, Kebuntuan Berfikir Hanya Akan Perpanjang Fasad

Jangan Salah “Obat”

Dalam menyusun kerangka berfikir yang benar untuk menyikapi permasalahan umat Islam saat ini, pertama kali kita harus bisa mendiagnosa masalah apa yang paling fundamental di umat Islam yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah lainnya. Dari “penyakit” fundamental tersebut, kita dapat menentukan “obat” apa yang paling mujarab dan tidak menyebabkan efek samping. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana menentukan metode dalam peramuan “obat” dan prosedur yang ditempuh untuk mengobati “penyakit” tersebut. Salah dalam memberikan “obat” bisa menyebabkan kematian, dan kesalahan prosedur yang digunakan dapat menimbulkan mal praktek. “Obat” yang diberikan haruslah sesuai dengan “penyakit” utama dan bukannya “obat” yang hanya bisa menyebuhkan efek samping dari “penyakit” utama.

Analoginya seperti ini, jika anda diposisikan sebagai seorang dokter yang kemudian datang pada anda seorang yang merasa nyeri dadanya, setelah diperiksa, anda akhirnya tahu bahwa nyeri dada orang tersebut dikarenakan efek dari penyakit jantungnya. Nah, andaikata anda dihadapkan oleh sebuah pengkondisian, dimana anda harus memilih 1 di antara 2 pilihan, pilihan pertama adalah memberikan obat penghilang rasa nyeri tetapi dikondisikan untuk tidak memberikan obat jantung karena dilarang oleh pihak otoritas rumah sakit tempat anda bekerja sebagai syarat agar anda bisa tetap bekerja di rumah sakit itu. Pilihan kedua, anda keluar dari tempat anda bekerja dan mulai membangun tempat praktek anda sendiri, memerdekakan diri anda dari nafsu-nafsu dunia dan memerdekakan diri dari capaian-capaian parsial. Hal itu anda lakukan untuk memperjuangkan ideologi yang anda yakini, sehingga anda bisa jujur kepada pasien tadi bahwa penyakit sebenarnya adalah sakit jantung, dan harus obat jantung yang diberikan kepadanya. Lantas pilihan apa yang akan anda pilih?

Meneliti Ulang Route Map Perjuangan

Analogi tadi sengaja saya berikan untuk mengajak pemikiran anda agar dapat menyelami tentang dilema yang dialami Harokah Islamiyah ketika menentukan tujuan dan metode perjuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, mari terlebih dahulu kita simak route map dibawah ini mengenai jalur perjuangan yang dapat diambil oleh sebuah Harokah Islamiyah.

Ada 2 jalur utama yang dapat diambil sebuah Harokah Islamiyah, dari 2 jalur akan bercabang setidaknya menjadi 4 jalur. Tentunya pilihan-pilihan tadi tergantung bagaimana sebuah Harokah Islamiyah tadi menentukan tujuan dan metoda yang akan mereka gunakan. Mari kita coba bahas satu per satu jalur yang digambarkan oleh bagan diatas agar kita bisa mengetahui jalur mana yang terbaik dan diridhoi Allah Swt.

Jalur no 1, dimana perjuangan melalui sistem kufur dan bertujuan untuk menciptakan kehidupan sekularistik di masyarakat. Jalur ini hanya dipakai oleh kelompok sekuler, hampir tidak mungkin sebuah Harokah Islamiyah akan menggunakannya.

Jalur no 2, dimana perjuangan memanfaatkan sistem kufur untuk meraih kekuasaan, setelah memegang kekuasaan di sistem itu, nantinya diharapkan bisa menegakkan nilai-nilai Islam di dalam koridor negara sekuler (misalnya negara republik). Tujuan ini ditetapkan demikian karena harokah ini telah terjebak dengan peraturan-peraturan yang diajukan oleh “tuan rumah”, yaitu para pengusung sekulerisme, sebagai syarat agar dapat turut serta dalam persaingan untuk mencapai kekuasaan di dalam sistem kufur. Jalur ini sebenarnya jalur yang salah jalan, karena antara nilai-nilai Islam (Syariat) dan sistem sekuler selamanya tidak akan sejalan karena Islam itu turun sebagai Al-Furqon, yaitu pembeda antara yang haq dan yang bathil.

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)." (QS Al Baqarah [2]:185)

Nilai-nilai Islam tidak akan bisa diterapkan secara kaffah ketika bentuk negara masih sekuler, hal itu disebabkan karena syariat membutuhkan keputusan dari legal sebuah legal system, yaitu dasar ideologi Negara itu, yang menyebabkan Negara itu disebut Negara Islam (Khilafah) atau Negara sekuler. Tujuan semacam ini malah hanya akan melanggengkan sistem sekuler yang sudah bercokol sebelumnya. Andaikan tujuan ini tercapai, sejatinya pihak sekuler tetap menjadi pemenangnya. Karena mereka tetap tidak bisa menyentuh “penyakit” inti dari segala permasalahan umat, “penyakit” sudah diselubungi oleh pagar (border) yang berupa peraturan-peraturan bagi sang “tamu” untuk tidak meng-obok-obok ideologi kufur yang sudah ada, dan peraturan-peraturan itu harus diikuti sebagai syarat untuk masuk dalam sistem kufur.

Sehingga mereka hanya bisa memoles sistem kufur tadi dari sisi moralisme semata dan menjadi “ekor” para pengusung sekulerisme. Hal ini malah sangat membahayakan karena dapat mengaburkan pemikiran umat bahwa sistem kufur tadi tampak masih layak untuk dipertahankan karena tampak sinergis dengan nilai-nilai Islam. Nah, ketika nilai-nilai Islam tidak bisa menyentuh “penyakit” utama yaitu ideologi kufur, maka nilai-nilai Islam yang terapkan secara parsial tersebut malah akan menyebabkan banyak ketimpangan di masyarakat, sehingga apa akhirnya nanti bisa menimbulkan mosi tidak percaya oleh kalangan masyarakat terhadap syariat Islam, hal inilah yang paling berbahaya dan seharusnya disadari oleh para pengusung jalur ini.

Awalnya para pengusung metode ini berdalih bahwa mereka menempuh jalan dalam sistem kufur, contohnya demokrasi hanyalah sebagai alat (washilah) untuk mencapai tujuan yang sebenarnya. Tetapi lama-kelamaan, washilah tadi diadop (tabanni) sebagai sesuatu yang tidak berseberangan dengan Islam untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Inilah dimulainya percampuran antara haq dan bathil sehingga tujuan akan membias dan akhirnya terjadi kemandulan.

Jalur no 3, sama halnya dengan jalur no 2, jalur ini juga menempuh jalan melalui sistem kufur. Setelah mendapatkan kekuasaan di sistem kufur, mereka bertujuan untuk melakukan manuver besar, yaitu merubah bentuk negara menjadi negara Islam untuk menegakkan sistem Islam secara kaffah. Tetapi jalan inipun sebenarnya harus diteliti ulang, karena faktanya sistem yang sudah exist sebelumnya tidak akan tinggal diam dan tentunya sudah menyiapkan berbagai jebakan untuk menghadang bahkan memberhangus ideologi-ideologi yang berseberangan dan mulai menggerogoti dari dalam.

Border-border telah disiapkan dengan sangat kuatnya, sehingga ketika mereka mulai melakukan manuver besar, maka mereka bisa disebut sebagai sebuah makar karena mencoba merusak border yang telah disetujui bersama, akhirnya dipenghujung kekuasaannya, sistem lama masih bisa melakukan punishment telak untuk menggagalkan tujuan mereka. Di beberapa kasus berdirinya sebuah harokah Islamiyah, mungkin saja akan menggunakan metode/jalur ini, tetapi dengan berjalannya waktu dan melihat border-border yang ada terasa begitu kuatnya dan sangat beresiko untuk ditembus, maka akhirnya mereka mulai melunak dan beralih ke jalur/metode no 2 seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Jalur no 4, jalur ini dibangun dengan meneladani metode yang digunakan Rasulullah saw. saat periode Mekkah sampai pada akhirnya masuk pada periode Madinah dan terbentuklah sebuah Negara Islam. Metode ini dimulai dari pembentukan kutlah (kelompok) yaitu sebuah kelompok kajian kecil untuk memperdalam Islam secara intensif dan komprehensif, disinilah proses tatsqîf wa takwîn (pembinaan dan pengkaderan). Setelah itu dilakukanlah spreading idea ke tengah-tengah umat (tafâ’ul ma’a al-ummah) dari apa yang telah dipahami dari kajian di kutlah tersebut. Untuk betul-betul mendapatkan kekuatan ummat, maka perlu juga dilakukan thalabun nushrah (meminta dukungan) kepada tokoh-tokoh penting ummat (ahlul khuwah) seperti para ulama, cendikiawan maupun tokoh kemiliteran, hal ini diilhami ketika Rasulullah saw. juga meminta dukungan ke Thaif dan beberapa kota di sekitar Mekkah, yang akhirnya pertolongan itu datang dari Madinah. Para tokoh tersebut akan membantu menyebarkan ideologi Islam ke masyarakat sehingga akselerasi penyadaran ummat akan urgensi Khilafah dan Syariah menjadi semakin cepat.

Waktu demi waktu gaung tentang wajibnya penegakkan Khilafah dan Syariah semakin membahana, padahal dakwah ini awalnya terlihat sangat utopis karena umat Islam telah lama terusir dari “rumah”-nya yang sesungguhnya yaitu Khilafah Islamiyah. Kesadaran yang terus bergulung bagaikan gelombang di lautan itu sedikit demi sedikit akan menggerus legitimasi sistem kufur, sehingga akhirnya habis sama sekali seperti layaknya kesadaran yang terjadi di kota Madinah yang akhirnya kekuasaan sejati dapat diraih dan didasari oleh kesadaran penuh akan ideologi Islam. Metode yang diawalnya terlihat sangat utopis ini akan terus berjalan walau lambat tapi pasti karena para pengusungnya percaya akan janji Allah Swt dan selalu istiqomah di jalan-Nya demi menggapai ridho-Nya. Mereka selalu diselimuti dengan sikap ar-roja yaitu berbaik sangka kepada Allah Swt. yang pasti akan memberikan rahmat, jalan keluar dan pertolongan terhadap orang-orang yang memilih untuk berjuang di jalan-Nya.

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (TQS. al-Isra [17]: 57)

Dari Watsilah bin Asqa, ia berkata; berbagialah karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, Allah berfirman:

“Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya, dan bila berprasangka buruk maka keburukan baginya.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).

Metode/jalur ini kelihatannya mirip dengan jalur no 2 dan 3, tetapi sesungguhnya sangat berbeda secara fundamental yaitu ketika mereka menolak untuk tidak masuk ke dalam sistem kufur karena kesadaran akan aqidah sebagai Al-Furqon (pembeda antara haq dan bathil), walaupun capaian-capaian yang dapat diraih melalui sistem kufur itu terlihat jelas, mereka tidak tergiur sama sekali. Begitu juga ketika Rasulullah saw. menolak tawaran pamannya, Abu Thalib, untuk meninggalkan dakwahnya dan bergabung pada pemerintahan Quraisy, sehingga muncullah ucapan beliau yang sangat terkenal itu.

“Wahai pamanku, demi Allah, walaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku meninggalkan dakwah ini, niscaya sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan agamanya atau aku binasa karenanya.”

Penolakan itu bukanlah tanpa alasan, mereka sadar betul ketika jalan kufur itu mereka tempuh, akan sulit bagi mereka berdakwah dengan jujur dan menunjukkan mabda /aqidah/ideologi yang haq itu wajib diadop dan yang bathil wajib dibuang jauh-jauh, serta haram hukumnya untuk mencampurkan diantara keduanya. Sehingga jika jalan kufur itu diambil, maka dakwah akan hanya bisa fokus pada hal-hal yang berbau moralisme dan akhlak semata.

Keraguan akan Metode (Thariqoh) Rasulullah saw.

Berangkat dari pengalaman berbagai diskusi, ijinkan saya sedikit merangkum dan membahas beberapa alasan/pendapat mengapa masih adanya keraguan untuk menapaki metode perjuangan ala Rasulullah saw.

“Kita kan harus menjaga pos kita di parlemen dan pemerintahan”, pendapat ini maksudnya kita harus masuk ke dalam sistem untuk mencegah parlemen dan pemerintahan dikuasai orang-orang yang memusuhi Islam dan akhirnya akan membuat undang-undang yang memojokkan umat Islam. Sebenarnya sistem kufur ini bukanlah “rumah” kita yang patut untuk dijaga, dengan peran kita disana untuk “mewarnai” sistem kufur ini dengan nilai-nilai moralisme Islam malah membuat kabur pandangan masyarakat tentang bathil-nya sistem ini. Kesadaran masyarakat akan urgensi sistem Islam yang kaffah untuk segera menggantikan sistem kufur ini menjadi sulit untuk dibangkitkan. Biarlah umat merasakan betapa bathilnya sistem sekuler yang kufur ini dan segera sadar untuk segera bangkit dan menegakkan Syariah dibawah naungan Khilafah Rasyidah.

“Kalau mau berpolitik harusnya masuk dalam pemerintahan”, pendapat ini beranggapan bahwa aktivitas politik hanya bisa dilakukan di pemerintahan/parlemen. Pendapat ini terpengaruh oleh definisi politik ala Barat, yang selalu mengkaitkan politik dengan kekuasaan dan perebutan kekuasaan tersebut, seperti definisi dari Harlord D Laswell dan A Kaplan dan juga WA Robson. Padahal menurut Islam, politik (siyasah) berasal dari kata ‘sasa’, ‘yasusu’, ‘siyasatan’ yang artinya mengurusi kepentingan seseorang. Jadi kegiatan berdakwah dan mengajak orang untuk kembali pada jalan yang lurus yaitu jalan Islam itu termasuk aktivitas politik dan itu tidak hanya bisa dilakukan di dalam parlemen/pemerintahan saja.

“Siapa saja bangun di pagi hari dan perhatiannya kepada selain Allah, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Dan barangsiapa yang bangun dan tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin).” (HR Hakim dan Al Khatib dari Hudzaifah ra.)

“Untuk bekerja melakukan perubahan haruslah lewat dalam sistem, jika di luar sistem itu hanya NATO (No Action Talk Only).” Padahal apa yang dilakukan didalam sistem serupa dengan apa yang dilakukan di luar sistem. Mereka melakukan perang pemikiran di dalam parlemen untuk menciptakan undang-undang yang Islami. Begitu juga yang di luar sistem, mereka juga mengajak masyarakat untuk sadar akan pentingnya peneggakkan Syariah dan Khilafah yang pasti juga terjadi benturan-benturan pemikiran. Dan semua langkah tadi sama-sama memerlukan aktivitas berbicara. Jadi jangan remehkan aktivitas berbicara, dengan berbicara, seseorang jadi rela berkorban untuk Islam, dengan berbicara, membuat ratusan ribu pasukan Islam siap mati syahid demi kejayaan Islam. Dengan berbicara Rasulullah saw. dapat menyebarkan Islam yang masih bisa kita rasakan ajarannya samapi sekarang, Subhanallah.

“Inilah jalan yang paling rasional dan mudah”. Rasional dan mudah itu bukanlah sebuah tolak ukur sebuah metode itu layak dipakai atau tidak, bagi seorang muslim tolak ukur yang harus dibangun adalah berpatokkan pada hukum syara’ (syariah). Walaupun metode yang dipakai terlihat paling rasional dan mudah, belum tentu itu adalah metode baik menurut Allah, karena yang paling penting adalah keridhoan Allah Swt yaitu metode yang tidak bertentangan dengan hukum syara’.

“Syariah tidak laku jika ditawarkan saat ini.” Saya coba berikan sebuah analogi untuk menjawab pendapat tadi. Ada seorang anak kecil menangis karena tersandung mainannya sendiri karena ia meletakkannya di sembarang tempat. Kemudian sang ibu menghampirinya dan berkata, “Jangan menangis nak, nanti ibu pukul mainannya, mainannya memang nakal ya….” Sang ibu menganggap bahwa anaknya belum cukup umur untuk mengerti akan kesalahannya sendiri, oleh karenanya sang ibu mengucapkan kata-kata yang tidak mendidik tadi. Respon sang ibu tadi sebenarnya tergantung orientasinya, jika orientasinya hanya untuk membuat si anak diam dan senang, maka yang akan diucapkan adalah kata-kata yang tidak mendidik tadi. Tetapi jika orientasinya untuk membuat si anak sadar akan kesalahanya, maka dengan sabar sang ibu akan mencoba menjelaskannya pada si anak.

Begitu pula ketika orientasi sebuah harokah Islamiyah hanya untuk meraup suara sebanyak-banyaknya di pemilu, maka wajar saja kalau menganggap bahwa syariah belum laku untuk dijadikan sebagai sebuah jargon. Tetapi jika orientasinya untuk menyadarkan umat akan kewajiban menegakkan Syariah dan Khilafah, maka ketakutan akan minimnya dukungan, tidak akan jadi penghalang gerak dan keyakinannya.

Melalui anggapan-anggapan tapi munculah kesimpulan bahwa metode perjuangan melalui sistem kufur adalah jalan satu-satunya. Sikap inilah yang disebut dengan kebuntuan berfikir. Padahal seperti yang telah dibahas di atas, Rasulullah saw. telah memberikan contoh metode yang diridhoi Allah Swt, lantas mengapa kita ragu untuk menggunakannya?

Kebuntuan Berfikir Hanya akan Memperpanjang Umur Fasad

“Telah tampak kerusakan (fasad) di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-Rum [30]:41)

Dari apa yang telah diperbuat manusia selama ini, yaitu mencampakkan hukum Allah Swt. dan juga kita bisa lihat para pemimpin negri ini yang semakin sekuler, maka tidaklah terlalu berlebihan jika bencana-bencana yang terjadi belakangan ini kita maknai sebagai sebuah fasad. Fasad yang terjadi karena adanya dosa-dosa manusia karena kemaksiatan baik yang bersifat individu seperti abai terhadap sholat, puasa dan sebagainya ataupun kemaksiatan sistemik yang dilakukan oleh Negara yang telah memberlakukan sistem kufur yaitu sekulerisme. Kemaksiatan sistemik inilah yang paling berbahaya, dan sebagaimana telah dibahas diatas, bahwa kebuntuan berfikir ternyata malah akan melanggengkan sistem kufur yang ada, yang berarti juga akan menambah umur fasad.

Merdekakanlah Diri Anda Sebelum Anda Memerdekakan Orang Lain

Salah satu misi utama umat Islam adalah untuk membebaskan diri dari penghambaan sesama hamba. Jika anda belum yakin akan janji Allah dan metode yang ajarkan Rasulullah saw, ini sama saja anda ragu akan ke-Maha BenaranNya, ragu akan ke-Maha AgunganNya, yang kemudian anda malah memilih jalan lain, jalan yang dibuat oleh manusia. Maka mulailah merdekakan/membebaskan diri anda dari keraguan-keraguan itu sebelum anda berkeinginan untuk memerdekakan orang lain.

“Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada penghambaan Allah ta’aala semata dan meninggalkan penghambaan sesama hamba.” (HR Al-Baihaqi 2126)

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah ta’aala, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah ta’aala. BagiNyalah segala penentuan(hukum), dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qashash [28]: 88)

Penutup

Demi Allah, artikel ini ditujukan bukan untuk memojokkan kelompok tertentu, tetapi semata-mata dalam rangka saling menasehati antar sesame saudara muslim dengan kesabaran. Semoga Allah Swt. selalu menuntun langkah kita pada jalan yang lurus menuju kehidupan Islam yang kaffah. Amin ya robbal alamiin.

Budi Kristyanto Structural Engineer di sebuah perusahaan Engineering Consultant, Jakarta HP : 08561648432 ; email: [email protected]