Sinkronisasi Moral Mencegah Korupsi

Masyarakat propinsi Bengkulu ini mayoritas beragama Islam. Islam, dan juga agama lain, melarang para pemeluknya melakukan suap (riswah) dan korupsi. Namun, berita di media massa mengatakan atau menginformasikan banyaknya orang islam yang melakukan suap dan korupsi. Siapa yang salah, Islam atau pemeluknya?

Dalam tinjauan teologis, orang yang beribadah kepada Tuhan tetapi tetap melakukan tindakan negatif yang dilarang Tuhan adalah pemeluk yang tidak khusyuk atau tidak menghayati ibadah itu (QS.2:45). Sehingga ibadah yang dilakukan hanya sebatas melepaskan kewajiban tanpa mengerti manfaat dan makna dari ibadah tersebut. Mereka tidak memahami bahwa sesungguhnya ibadah itu seharusnya bisa mencegah perbuatan munkar dan keji (QS.29:45).

Sedangkan dalam tinjauan Psikologi Perkembangan ada sebuah istilah yang dikatakan sebagai Pemikiran dan Tindakan Moral. Orang yang mendapat pengetahuan agama dan hanya ntuk memuaskan rasa keingintahuannya tentang benar dan salah sesuatu, tanpa mengaplikasikan nilai-nilai tersebut, disebut sebagai pemikiran moral. Adapun tindakan moral merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai yang sudah diketahui (praktek moral).

Mengacu dari bahasan tersebut, apa yang dilakukan oleh pelakuk korupsi di propinsi Bengkulu bisa jadi disebabkan oleh temptation (godaan) yang dapat mengalahkan pemikiran moral mereka. Pengetahuan agama yang mereka dapatkan selama ini hanya sebatas tahu dan dipikirkan. Parahnya, pengetahuan agama dan ibadah yang dilakukan hanya ketika berada di rumah ibadah, bukan di lapangan kehidupan dan rutinitas mereka. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Banyak hal yang melatarbelakangi mengapa hal itu sampai terjadi. Menurut teori Perkembangan Moral Kohlberg tahap 5 dan 6 (Santrock:1999) mengatakan, hal itu terjadi karena pengaruh dari lingkungan di mana mereka hidup. Lingkungan yang mengedepankan atau mengutamakan prinsip-prinsip moral dalam hidup, mempunyai probabilitas besar untuk mensinkronkan antara pemikiran dan tindakan moral dalam hidupnya. Sedangkan lingkungan yang jauh dari nilai-nilai moral kecil kemungkinan untuk menerapkan prinsip-prinsip moral dalam hidupnya. Orang-orang dewasa yang mudah sekali dipengaruhi untuk berbuat negatif, menurut teori Kohlberg tadi, adalah seperti anak kecil yang penalaran moralnya berada pada tahap 1 (prakonvensional).

Padahal melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan akan mendapatkan reward dari Tuhan. Reward yang diberikan Tuhan tidak ternilai harganya dan tidak sebanding dengan reward yang ada di dunia tempat kita hidup. Hukum reward dan funishment Tuhan lebih hebat dari yang diberikan manusia, dan hukum tersebut kekal, dsedangkan hukum manusia temporer.

Seorang “Guru” pernah mengatakan, orang yang cerdas adalah orang yang menyiapkan bekal sebanykak mungkin bagi kehidupan setelah mati. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang menyiapkan bekal sebanyak mungkin, namun setelah terkumpul banyak ditinggalkan begitu saja dan tidak bisa memberikan dampak positif bagi kehidupan akhirat nanti. Artinya, orang bodoh tidak tahu setelah hidup di dunia ada lagi kehidupan lain yang juga membutuhkan “sandang”, “pangan”, dan “papan” agar tidak melarat di sana.

Orang yang bodoh merupakan makhluk Tuhan yang paling goblok dan tidak mengimani hari akhir. Orang bodoh sebenarnya tahu bahwa setelah hidup di dunia akan ada hidup di akhirat. Mereka sangat tahu hal itu. Masalahnya mereka tidak melakukan apapun untuk menyongsong kehidupan tersebut. Orang seperti ini sudah sangat mencintai kehidupan di dunia melebihi akhirat dan pertemuan dengan Tuhannya. Mereka ingin segera menikmati surga ini secepatnya dan melupakan hukum atau teori investasi. Untuk menerapkan teori investasi ini membutuhkan kesabaran.

Sebagai contoh saja, Warren Buffet, orang kaya nomor satu sejagat saat ini (mengalahkan Bill Gates) adalah seorang investor yang sabar. Investor yang tidak terlalu peduli terhadap aspek technical analysis pasar bursa terhadap suatu perusahaan. Buffet bukan tipe investor Hit and Run Investor atau yang gampang jual-beli saham dalam waktu singkat. Beli pada saat terendah dan jual pada saat harga tertinggi. Buffet adalah investor yang memiliki kesabaran tingkat tinggi dan menginvestasikan uangnya untuk sebuah perusaaan yang memiliki fundamental yang kokoh dalam berbisnis. Hasil kesabaran selama ini telah berbuah dan menggeser posisi Bill Gates sebagai orang terkaya di dunia.

Pertanyaannya adalah apakah Buffet orang yang cerdas? Untuk kacamata awam mungkin betul dan ia memiliki kecerdasan emosional yang baik, terbukti dari kesabaran yang dipraktekkannya. Namun, “Guru” akan mengatakan bahwa Buffet tidak cerdas. Ketidakcerdasan Buffet karena uang yang ia miliki tidak mampu memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya setelah mati nanti. Anda setuju atau tidak? Itu kembali dari cara anda menilai berdasarkan pengetahuan agama/religius yang anda miliki. Anda berhak dan bebas memberikan pendapat terhadap tulisan tersebut.

Dari awal dan menjelang akhir tulisan ini, ada dua kata kunci yang harus dipahami oleh pembaca. Pertama adalah perlunya sinkronisasi antara pemikiran moral dan tindakan moral. Kedua, mengimani hari akhir secara benar. Jika seseorang benar dalam mengimani hari akhir, otomatis antara pengetahuan/pemikiran dan tindakan moral akan seiring-sejalan dan saling mendukung. Jika semua hal itu dapat dilakukan, semakin sedikit orang yang melakukan korupsi dan suap. Terus, masyarakat akan menikmati kesejahteraan secara kolektif. Mungkin seperti itulah logika yang berpendaran di benak penulis.

Profil Penulis

Mardi Sahendra kelahiran Bengkulu, 20 Maret 1981 adalah Trainer Kaizen Writer Club FISIP-Universitas Bengkulu dan Aktivis Forum Silaturahmi Mahasiswa (FOSMA) ESQ 165 Korwil Bengkulu.