Sumber Daya yang Terlupakan

Berbicara mengenai sumber pendanaan perekonomian Negara, kerap kali kita terjebak pada kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Pemerintah seringkali terpukau akan kekayaan SDA Indonesia sehingga kebijakan-kebijakan yang diluncurkan juga jarang menyentuh aspek-aspek SDM yang potensial. Kita lupa, bahwa selain SDA yang melimpah kita juga memiliki sumber daya manusia yang sangat potensial jika diberdayakan dengan maksimal.
 
Pertama, Sumber Daya Manusia Wajib Zakat. Tidak akan ada rakyat miskin di Indonesia jika seluruh umat muslim membayar zakat!! Yang terpenting, Instrumen zakat sangat bermanfaat dalam memutus rantai birokrasi (baca:korupsi). Jika seseorang membayar zakat, dia tidak perlu berhubungan dengan institusi pemerintah, dia dapat menyalurkannya secara langsung atau melalui badan amil zakat terdekat. Dengan jalur distribusi yang ringkas tersebut, alur distribusi bantuan dapat berjalan dengan efisien dan maksimal.

Bandingkan dengan program BLT. Zakat juga dapat menumbuhkan rasa solidaritas dan kebersamaan antar warga masyarakat. Sekali lagi, bandingkan dengan program BLT yang kerap kali memancing konflik horizontal. Satu hal lagi, penyaluran zakat minim perhatian media, hal ini jauh lebih baik daripada mempertontonkan sekumpulan orang yang mengantri menunggu pembagian uang yang tidak seberapa itu.

Dengan segala kelebihan-kelebihan tersebut, seharusnya pemerintah jeli melihat peluang yang sederhana namun efektif seperti ini. Alangkah baiknya jika pemerintah mampu mengajak dan mengkampanyekan zakat sebagaimana pemerintah mengkampanyekan pajak, toh zakat itu juga hukumnya wajib bagi umat muslim, Pemerintah bisa melibatkan MUI dan ulama-ulama kharismatik dalam hal ini.

Kedua, Sumber Daya Manusia Pedagang Kecil. Pedagang-pedagang kecil seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah asset yang potensial jika diberdayakan dengan baik. Sungguh tidak dapat dimengerti jalan pikiran pemerintah yang selalu mengkampanyekan anti kemiskinan, sementara disaat yang bersamaan orang-orang yang sedang berusaha untuk bangkit dari kemiskinan malah dihalang-halangi dan ditumpas seperti pelaku kriminal. Sebenarnya, mereka PKL adalah orang-orang yang luar biasa. Bayangkan, dalam keadaan Negara yang ekonomi sulit seperti ini, mereka berani mengambil resiko untuk berwirausaha dengan modal seadanya. Hanya orang-orang yang bermental tangguh dan mandiri yang mampu melakukannya.

Jika bukan karena mental tangguh dan wirausaha, tentu mereka sudah menjadi pengemis, penjahat, atau sakit jiwa karena stress. Bandingkan dengan sarjana-sarjana yang melamar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), apakah mereka ngelamar PNS niatnya untuk mengabdi pada Negara? Belum tentu, mayoritas niatnya tidak lain karena alasan-alasan seperti tidak ada pilihan lain, pelarian akhir setelah gagal ditempat lain, ada uang pensiun, bisa santai-santai, atau bahkan mudah korupsi. Kiranya akan sangat bermanfaat jika ada lembaga survey yang bersedia mensurvey para CPNS, tanyakan kepada mereka apa niat mereka menjadi PNS dan kita lihat bersama apa hasilnya.

Yang sebaiknya dilakukan pemerintah adalah mengakomodir dan memfasilitasi para insan pengusaha tangguh tersebut dengan sarana dan prasarana yang lebih baik. Dengan tersalurkannya hasrat dagang mereka maka dengan sendirinya akan mengurangi angka pengangguran di Indonesia dengan signifikan. Lebih dari itu, keberhasilan mereka nantinya akan memancing pengangguran-pengangguran lainnya untuk ikut melakukan hal yang sama.

Ketiga, Sumber Daya Manusia Cendekiawan Muda. sungguh miris hati ini melihat banyak sekali sarjana-sarjana Indonesia yang cerdas dan potensial memilih bekerja di luar negeri atau perusahaan asing. Mereka adalah asset Negara yang sangat berharga, sudah selayaknya pemerintah memutar otak bagaimana caranya bisa menggali potensi mereka dengan memberikan “pelayanan” khusus kepada mereka karena memang mereka layak mendapatkannya. Mereka adalah ujung tombak kemajuan negeri ini, akan sangat mubazir berat jika pemerintah tidak mampu memberdayakan potensi ini.

Profil Singkat

Muhammad Iqbal Hasan, S.H. Lahir di Banda Aceh 29 Agustus 1983. Pendidikan S1 pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, sejak tahun 2006 melanjutkan studi pada Program Magister Hukum Jurusan Hukum Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Jakarta (Sedang Tesis). Saat ini berprofesi sebagai Advokat dan Konsultan Hukum di Jakarta.