Surat Terbuka Untuk Calon Pemimpin Negeri Indonesia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, semoga Anda memahami arti ucapan salam saya ini.  Saya tidak mewakili siapa-siapa kecuali diri saya sendiri, dan kalaupun suara saya ini sama dengan saudara-saudara saya lainnya yang di hati kecil mereka masih menyisakan cinta kepada bumi yang dititipkan ALLAH ini, Indonesia, maka ketahuilah bahwa walaupun dari ujung rambut hingga telapak kaki, saya berbeda dengan saudara-saudara saya lainnya, maka sesungguhnya itu tidak membuat hati nurani kami berbeda.

Bila Anda maju sebagai pemimpin negeri ini karena hanya ingin meraih popularitas, maka ketahuilah bahwa Anda hanya membuang-buang waktu saja karena saya juga tidak mau membuang-buang waktu untuk menebak wajah Anda sebenarnya di balik topeng-topeng yang Anda pakai ketika berhadapan dengan saya tetapi Anda lepas ketika berpaling dari saya.

Bila Anda maju sebagai pemimpin negeri ini untuk menguntungkan golongan Anda saja dan bukan rakyat Indonesia keseluruhan, maka sadarlah bahwa Anda sedang berkawan dengan mereka yang berjumlah sangat sedikit tetapi menuntut banyak, sedangkan Anda mengesampingkan rakyat Indonesia yang berjumlah banyak tetapi menuntut sedikit. Sadarlah bahwa ketika suatu saat Anda tidak bisa memenuhi tuntutan kawan-kawan Anda, maka Anda tidak akan menerima hadiah dari mereka selain pengkhianatan.

Bila Anda maju sebagai pemimpin negeri ini untuk meraih kekayaan pribadi hasil eksploitasi Anda terhadap negeri ini, maka tolonglah Anda beranikan diri agar berwasiat untuk suatu saat kelak ketika Anda wafat, meminta kepada rakyat Indonesia agar memenuhi isi kuburan Anda dengan semua kekayaan Anda.

Bila Anda maju sebagai pemimpin negeri ini tetapi berharap penghormatan dan penyanjungan terha dap diri Anda digaungkan dan digemakan, maka siapakah Anda bila dibandingkan dengan Rasulullah SAW yang melarang para sahabatnya yang semula duduk untuk bangkit berdiri menyambut kedatangan Beliau? Siapakah Anda dibandingkan Khalifah Umar bin Khattab yang menerima kunci Yerussalem dalam keadaan menuntun hewan tunggangan dengan teman seperjalanannya di atas hewan tersebut?

Bila Anda maju sebagai pemimpin, tetapi saya melihat Anda terlalu gemuk untuk seorang pemimpin, maka bagi saya Anda tidak pantas untuk menjadi pemimpin. Tidakkah Anda malu menjadi pemimpin negeri ini jika tidak bisa menyesuaikan selera mewah makan Anda dengan selera sederhana rakyat Anda? Masihkah Anda ingat betul kondisi rakyat Anda ketika perut Anda sering kekenyangan sedangkan rakyat Anda ingat betul pemimpin mereka ketika perut mereka sering kelaparan? Bukan berarti Anda tidak boleh gemuk. Anda boleh gemuk selama Anda tidak menjadi pemimpin negeri ini.

Bila Anda maju sebagai pemimpin negeri ini tetapi tidak mampu melepaskan diri dari kebiasaan hidup melebihi kesederhanaan rakyat, maka bagaimana Anda bisa menjadi pemimpin sedangkan Anda belum mampu memerintah diri Anda untuk hidup sebagaimana rakyat Anda hidup. Anda boleh kaya karena Anda pengusaha, Anda boleh kaya karena Anda mendapat banyak kemanfaatan dari harta Anda, Anda boleh hidup mewah karena harta Anda memang tersedia untuk itu, Anda boleh hidup mewah karena itu menunjukkan hasil kerja keras Anda, Anda boleh hidup berkelas atas karena Anda memang mempunyai kesempatan untuk itu, Anda boleh bergaya hidup kelas tinggi karena memang itulah lingkungan Anda. Tetapi ketika Anda maju sebagai pemimpin, rakyat mana yang Anda pimpin jika mereka hidup dalam kesederhanaan sedangkan Anda hidup melebihi kesederhanaan. Rakyat mana yang hendak bersilaturahim dengan Anda jika kediaman Anda dan tetangga tersekat oleh pagar-pagar keangkuhan yang menyuruh rakyat Anda pulang sebelum bertamu. Rakyat mana yang hendak Anda pimpin jika halaman Anda terlalu mulus untuk disinggahi sepeda tua yang berpasir, becak lusuh yang berhiaskan becek, sepatu kusam yang basah oleh keringat perjuangan pemakainya, dan kaki telanjang yang melangkah apa adanya, alami sebagaimana polosnya kebanyakan rakyat Anda.

Bila Anda maju sebagai pemimpin, adakah orang lain yang lebih Anda dengar suaranya ketimbang para ulama yang ikhlas? Tahukah Anda bahwa merekalah pewaris para Nabi dan Rasul? Tahukah Anda bahwa mereka melihat dengan hati yang disinari langsung oleh ALLAH ketika pandangan mata Anda tak sanggup menembus hati terdalam karena banyaknya yang Anda ingat selain Dia Yang Maha Dekat melebihi urat leher Anda? Siapa yang bisa menasihati Anda atas persoalan yang menggelisahkan hati Anda jika tidak para ulama yang ikhlas? Tidakkah Anda membaca sejarah kehancuran bangsa-bangsa terdahulu karena pemimpin mereka meninggalkan ulama mereka?

Bila Anda maju sebagai pemimpin, tetapi Anda melihat Islam sebagai hambatan dan ganjalan dalam menjalankan kepemimpinan Anda, maka saya harus berhenti sebentar dan menarik nafas dahulu. Tahukah Anda bahwa ketika Anda dan saya lahir ke dunia, kalimat tauhid didengungkan di telinga Anda dan saya untuk menegaskan kembali persaksian pertama yang pernah kita deklarasikan ketika Anda dan saya masih di alam ruh? Tahukah Anda bahwa keselamatan Anda tergantung pada sejauh mana Anda pegang teguh syahadat Anda? Ingatkah Anda bahwa Anda dan saya termasuk dalam definisi kata “Umatku-Umatku…“ yang disebut-sebut Rasulullah Saw di akhir hayatnya karena cemas akan keadaan umatnya bila menganggap ada warisan yang lebih berharga ketimbang warisan Rasulullah SAW, yaitu Al Quran dan As Sunnah? Kepada rakyat mana Anda memandang kalau bukan kepada Umat Islam yang memenuhi bumi Indonesia ini? Identitas apa yang ingin Anda kenakan pada rakyat Anda jika rakyat Anda sudah menganggap bahwa mereka sudah cukup dengan identitas mereka sebagai seorang muslim? Sudahkah Anda membaca dan memaknai Al Quran dari Al Fatihah hingga An Nas sehingga Anda mendapati ada panduan hidup yang lebih memuaskan hati ketimbang Al Quran? Seberapa pintar Anda, seberapa cerdas Anda, seberapa tahu Anda, seberapa berani Anda untuk menantang Yang Menurunkan Al Quran ini, Dia Yang Tahu persis jumlah pasti helai rambut Anda?

Saya bukanlah siapa-siapa dan Anda tentu lebih istimewa dari saya, tetapi ingatlah, kelak di Hari Pengadilan Raya, saya akan bersaksi untuk diri saya sendiri dan menjadi saksi pula untuk pemimpin bangsa saya. Bila Anda maju sebagai pemimpin, semoga Anda punya rencana untuk menghadapi persaksian saya kelak.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, semoga Anda memahami arti ucapan salam saya ini.

————–

Profil  Penulis

Ibnu Kahfi Bachtiar, mahasiswa S2 bidang energi terbarukan pada Universitas Oldenburg (Jerman) saat ini sedang menyelesaikan tesis di Forschungszentrum Juelich.