Ajang Pamer Aurat Miss World, Hati-Hati Menjadi Syaithan Bisu Tanpa sadar

Oleh : Adi Victoria

“Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia, ialah ide kebebasan individu yang dibawa oleh demokrasi. Ide ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka secara universal, serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negeri-negeri demokrasi sampai ke derajat yang lebih hina daripada derajat segerombolan binatang!” (Al-’Allamah as-Syaikh Abdul Qadim Zallum, Amir Hizbut Tahrir ke II).

Kebebasan bertingkah laku (al-hurriyah asy-syakhsiyah) merupakan salah satu bentuk kebebasan yang keluar dari ide kufur demokrasi. Dengan ide kebebasan ini seseorang merasa memiliki hak asasi manusia untuk berbuat selama tidak merugikan hak-hak orang lain. Salah satunya mereka merasa bebas dan memiliki hak untuk mempertontonkan fisik mereka dihadapan orang banyak tanpa memiliki rasa malu sedikitpun. Bahkan yang lebih parah lagi tatkala mereka beranggapan bahwa memiliki tubuh yang indah tersebut adalah anugerah dari tuhan dan harus disyukuri dengan cara mempertontonkannya. Inilah cara berfikir yang rusak.

Padahal sejatinya mereka tanpa sadar telah menjadi objek eksploitasi kaum kapitalis untuk meraih keuntungan. Ajang eksploitasi Kapitalisme melalui perhelatan Miss Universe, Miss World dan sejenisnya. Perempuan hanya dianggap sebagai komoditas dagang dan pemuas nafsu laki-laki semata.

Kita bisa mengambil contoh persoalan yang sedang hangat yakni rencana akan diadakannya puncak perhelatan final Miss Universe yakni akan berlangsung 28 September 2013 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor. Sontak para tokoh-tokoh umat Islam dari berbagai komponen menolak keras acara pamer aurat tersebut. Acara tersebut dianggap sangat bertolak belakang dengan budaya Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan adab kesopanan.

Namun kita juga merasa sedih karena mereka-mereka yang memiliki kekuasaan tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada sikap secara real untuk menolak secara tegas acara penuh kemaksiatan tersebut.

Seorang pejabat negara yang merupakan orang no 1 di provinsi Jabar merasa tidak memiliki wewenang apa-apa terkait perijinan. Beliau berkilah Namun masalah perizinan tidak berkaitan langsung dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Semua urusan administrasi ditangani oleh tingkat pusat.

Panitia Miss World 2013 sempat bertamu kepada pemprov Jawa Barat dan menjelaskan bahwa pada kontes ini tidak ada penampilan berbikini dan menjamin bahwa pertunjukan yang akan disiarkan live ke seluruh Indonesia itu akan berlangsung sopan. Saat itulah Gubernur Ahmad Heryawan menyarankan agar pertunjukan diisi dengan penampilan kebaya sebagai pakaian nasional yang lebih sopan.

Hanya karena panitia Miss World 2013 menjamin bahwa tidak akan ada penampilan busana bikini serta acara tersebut akan berlangsung sopan membuat Gubernur Ahmad Heryawan ikut-ikutan menyarankan pakaian nasional kebaya.

Perlu difahami bahwa persoalan ini bukan hanya persoalan perijinan, namun juga penampilan. Namun juga berbicara masalah bentuk kemaksiatan yang telah tampak di depan mata.

Bukan hanya kebaya, bahkan seseorang yang menutupi tubuhnya dengan hijab sempurna (jilbab & khimar) tetap tidak diperbolehkan secara syara’ untuk berjalan berlenggak-lenggok di depan umum, kecuali di depan mahram misalnya suaminya.

Kita masih ingat bagaimana Ketua Rabithah Thaliban Aceh, Tengku Hasbi Al Byuni mengatakan, menjaring putri Aceh untuk ikut Pemilihan Putri Indonesia tidak sesuai Syariat Islam. “Haram hukumnya perempuan berlenggak-lenggok di panggung dan mengumbar kecantikan untuk ditonton laki-laki. Meskipun mereka sudah berkomitmen mengenakan jilab di atas panggung,” ujar Tengku Hasbi Al Byuni, Selasa (19/7).

Seharusnya, walaupun tidak ada hubungan dengan perijinan, sang Gubernur berani dan tegas menolak pelaksaanan ajang pamer aurat tersebut. Ini karena merupakan sebuah kewajiban seorang mukmin untuk mencegah agar kemungkaran itu tidak terjadi.

Dari Thariq bin Syihab, dia berkata, “Orang yang pertama memulai khutbah hari raya sebelum shalat adalah Marwan. Lalu ada seorang laki-laki berdiri mendekati Marwan kemudian berkata, “Bahwasanya shalat (dikerjakan) sebelum Khutbah.” Marwan menjawab, “Itu telah terabaikan.” Abu Said mengatakan, “Laki-laki ini telah menunaikan kewajibannya.” Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, kalau ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan kalau ia tidak mampu maka dengan hatinya, mengingkari (dengan hati) itu adalah iman yang paling lemah. ” {Muslim 1/50}

Dari Abdullah bin Mas’ud RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah Ta’ala kepada umat sebelum aku, kecuali nabi tersebut mempunyai pengikut atau pendukung yang memegang teguh ajarannya dan mengerjakan perintahnya. Akan tetapi setelah itu datang penerus mereka, dimana mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan serta mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barang siapa berjuang menghadapi mereka dengan tangannya maka ia seorang mukmin, barang siapa berjuang menghadapi mereka dengan lisannya maka ia adalah seorang mukmin, dan barang siapa berjuang menghadapi mereka dengan hatinya maka ia adalah seorang mukmin. Tidak ada keimanan walaupun sebesar biji Sawi selain yang disebutkan itu.” Abu Rafi berkata, “Maka saya sampaikan hadits itu kepada Abdullah bin Umar tetapi dia tidak mau mempercayainya, lalu datanglah Ibnu Mas’ud kemudian ia turun ke Qanaah. Abdullah bin Umar RA pun mengikuti saya menuju Ibnu Mas’ud RA, lalu saya sampaikan hadits kepada Ibnu Umar kemudian saya pergi bersamanya. Tatkala kami duduk saya bertanya kepada Ibnu Mas’ud tentang hadits tersebut, kemudian Ibnu Mas’ud menyampaikan hadits itu kepada saya (persis) sebagaimana yang saya sampaikan kepada Ibnu Umar. {Muslim 1/50-51}

Dari kedua hadist diatas jelas sebuah kewajiban seorang muslim untuk mencegah terjadinya kemungkaran, jika tidak berani dengan tangan, maka dengan ucapan, dan jika tidak berani dengan ucapan maka dengan hati dan itu selemah-lemahnya iman.

Dan melihat sosok seorang Gubernur Jawa Barat yakni bapak Ahmad Hermawan beliau bukanlah sosok yang awam dalam bidang agama beliau bergelar Lc serta Gubernur yang hafidz Qur’an.

Seharusnya beliau faham dan sadar bahwa beliau wajib ikut serta menyuarakan agar perhelatan Miss World tersebut tidak dilakukan. Dengan tidak berdiam diri dari kemaksiatan tersebut, akan menghindarkan kita menjadi apa yang disebut oleh Abu ‘Ali Ad-Daqqaq an-Naisaburi as-Syafie sebagai syaithan bisu atau syaithan yang bisa bicara.

Dalam kitab Ar-Risalah al-Qusyairiyyah disebutkan, “Yang tidak meyuarakan kebenaran adalah syaitan bisu.” (Lihat hlm 62 bab as-shumti). Ungkapan ini bukan hadis, tapi dikutip oleh banyak ulama dalam fatwa dan kitab-kitab mereka. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam Majmu ‘fatawa. Ibnu al-Qayyim juga menukilnya. Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim juga mengutipnya dari Abi al-Qasim al-Qusyairy yang meriwayatkan dari Abu ‘Ali Ad-Daqqaq an-Naisaburi as-Syafie.

Atau malah menjadi syaithan yang bisa berbicara yakni ketika apa yang disampaikan adalah perkara yang bathil. Assakitu ‘anil haqqi syaitahonun akhros, wal mutakallimu bil bathili syaithonun nathiqu (Orang yang diam dari menyampaikan kebenaran adalah syaitan yang bisu, dan orang yang berbicara kebathilan adahlah syaitan yang bisa bicara).

Setan, menurut sebagian ulama, berasal dari kata syathana; maknanya adalah ba’uda, yakni jauh. Maksudnya, setan adalah sosok yang jauh dari segala kebajikan (Ibn Katsir, I/115, Az-Zamakhsyari, I/39). Setan juga berarti sosok yang jauh dan berpaling dari kebenaran. Karena itu, siapa saja yang berpaling dan menentang (kebenaran), baik dari golongan jin ataupun manusia, adalah setan (Al-Qurthubi, I/90, al-Alusi, I/166).

Sebagaimana gambaran yang bisa kita lihat pada Surat al-An’am ayat 112 yang berbunyi : “Kami mengadakan bagi tiap-tiap Nabi suatu musuh, syaitan-syaitan daripada manusia dan jin, yang mewahyukan ucapan palsu yang indah-indah kepada satu sama lain, untuk menipu; dan sekiranya Pemelihara kamu menghendaki, tentu mereka tidak membuatnya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka mengada-adakan.” (TQS Al-An’am: 112)

Semoga kita tetap berani menyuarakan kebenaran, agar tidak terkategori syaithan yang bisu ataupun syaithan yang bisa bicara. Qul al-haqqa walau kāna murra” (katakanlah kebanaran itu walaupun pahit). Wallahu a’lam bisshowab.