Almamaterku Bukan Institut Prostitusi

IPB tercoreng. Demikian tagline yang mengudara di media massa seminggu belakangan ini. Peribahasa “nila setitik merusak susu sebelanga” agaknya tengah masif terlabelkan pada perguruan tinggi pertanian tersebut. Ya, IPB tengah terpuruk nama baiknya akibat ulah seorang anak didiknya.

Penangkapan mahasiswa berinisial HFIH (24 tahun) sebagai terduga pengelola situs prostitusi bogorcantik.blogspot.com, Jumat (8/2) lalu, mengguncang IPB. Pihak rektorat pun mengancam yang bersangkutan pada sanksi terberat, yaitu dikeluarkan (republika.co.id, 12/02/2013). Para alumni dan seluruh civitas akademika IPB juga sangat menyayangkan terjadinya kasus ini (tempo.co, 12/02/2013). Bagi mereka, tentunya almamater ini tidak pernah dicita-citakan bertitel institut prostitusi. Na’udzubillaah min dzaaalik.

 

IPB, Institut ‘Pesantren’ Bogor

Sejak dulu, jika pertama kali mendengar nama IPB, maka yang terlintas dalam benak khalayak tidak hanya sebatas nama besarnya sebagai Institut Pertanian Bogor.  Lebih dari itu, bisa jadi nama IPB memiliki kepanjangan yang berbeda. Antara lain yang pertama adalah Institut Pleksibel Banget (lafadz huruf ‘F’ dari kata ‘fleksibel’ dalam ejaan bahasa Sunda menjadi ‘P’).  Hal ini karena lulusan IPB terkenal bisa bekerja di beragam profesi, mulai dari jurnalis, penulis, karyawan bank, peneliti, dosen hingga menteri.

Kedua, IPB juga sering disebut sebagai Institut Pesantren Bogor. Untuk yang satu ini, IPB memang ibarat pesantren bagi para mahasiswa/i serta para dosen dan karyawan/ti yang mayoritas muslim. Suasana islami kampus IPB sangat kondusif untuk pembelajaran dan perkembangan pemikiran Islam di kalangan civitasnya. Istilah ‘pesantren’ itu juga didukung adanya fakta bahwa 90% mahasiswi, dosen dan karyawati muslimah di IPB menutup aurat alias mayoritas berkerudung. Bahkan, mahasiswi yang berkerudung dan atau berjilbab lebih banyak dibandingkan mahasiswi yang tidak mengenakannya. Kerudung dan jilbab pun mulai menjadi trend mahasiswi muslimah di kampus hijau ini.

Meski sejumlah perubahan kurikulum dan padatnya perkuliahan telah menantang para mahasiswa/i hingga menciptakan suasana kampus yang study oriented, aktivitas keislaman di IPB tak pernah vakum. Kegiatan lembaga-lembaga kemahasiswaan bernafaskan Islam, termasuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kerohanian Islam tetap dinanti dan diminati. Tercatat, sekitar tahun 2006 dan 2010, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) sebagai UKM Kerohanian Islam di IPB, melalui salah satu divisinya yang membidangi pergaulan Islam, yaitu Koalisi Gaul Sehat (Kogase), pernah bekerja sama dengan Unit Keamanan Kampus (UKK) (BKIM doc).

Kedua lembaga internal kampus ini mengadakan talkshow terbuka tentang pentingnya meng-counter dan mengawal aktivitas pergaulan mahasiswa/i. Acara ini merupakan bagian integral dari Kampanye Kampus Islami (KKI) yang telah digagas oleh BKIM sejak tahun 2005. Hal ini merupakan bentuk kepedulian bagi penjagaan pergaulan di kalangan civitas kampus agar tidak terjerumus ke dalam kubangan pergaulan bebas. UKK sebagai mitra kerja panitia antusias dengan ide acara. Karena UKK, selain bertugas menjaga keamanan kampus, juga mencegah agar tidak terjadi tindakan asusila di lingkungan kampus (BKIM doc).

Peserta yang hadir saat itu berasal dari berbagai kalangan mahasiswa/i. Mereka memberikan sambutan yang sangat baik terhadap acara tersebut. Melalui acara ini, mereka merasa disegarkan kembali tentang pemahaman bahwa landasan setiap aktivitas umat manusia adalah terikat dengan aturan Sang Pencipta. Kesimpulan yang diperoleh dari acara tersebut, yaitu mahasiswa/i harus memiliki pemikiran, perasaan dan peraturan yang benar berlandaskan Islam dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam bergaul (BKIM doc).

 

Prostitusi Online, Penyalahgunaan Teknologi

Internet di abad 21 ini telah makin mutakhir. Setiap detik, laku, langkah dan aktivitas manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi tak lepas dari internet. Ramainya pasar gadget telah mendarah-daging di kalangan masyarakat seperti pasar sembako.

Dalam Islam, internet terkategori dalam kelompok madaniyah, yaitu bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang terindera yang digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Madaniyah ini bisa bersifat khusus, dan juga bisa bersifat umum. Madaniyah khusus adalah madaniyah yang wujudnya dipengaruhi atau mengandung pemahaman tertentu tentang kehidupan (peradaban), seperti patung atau bangunan. Madaniyah umum adalah madaniyah yang menjadi produk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kitab Nizhomul Islam). Berdasarkan faktanya,  internet merupakan hasil perkembangan teknologi, sehingga termasuk ke dalam madaniyah umum. Oleh karena itu, internet boleh (mubah) digunakan seluas-luasnya oleh manusia, siapapun dia.

Akan tetapi, bagi kaum muslimin, terdapat kaidah syara’ terkait dengan hukum benda yang menyebutkan bahwa “Setiap benda adalah mubah sampai ada dalil yang mengharomkannya”. Juga kaidah syara’ bahwa “Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syara” (Kitab Ushul Fiqih). Sebaliknya, dalam pandangan sistem demokrasi-kapitalistik, segala sesuatu harus dapat menghasilkan uang, termasuk internet. Bisnis prostitusi online jelas merupakan aktivitas penyalahgunaan internet sebagai madaniyah yg hukum asalnya mubah. Karena dalam demokrasi, internet dianggap sebagai sarana yang dapat menghasilkan uang, maka kemubahannya disalahgunakan. Atas nama kebebasan, kemubahan itu menjadi manfaat yang bisa digunakan sesuka hati, termasuk melakukan keharoman, seperti bisnis prostitusi online ini. Bagaimanapun, prostitusi online termasuk definisi dari aktivitas perzinaan yang dimurkai Allah. Mendekatinya saja dilarang, apalagi sampai melakukan. Firman Allah Swt: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS Al-Israa [17]: 32).

 

Menguliti Absurditas Sistem Demokrasi

Harus diakui, saat ini di tengah-tengah umat banyak sekali terdapat pemikiran dan ide-ide serta faham yang rusak dan bertentangan dengan aqidah Islam, termasuk salah satunya adalah demokrasi. Masalahnya, demokrasi adalah paham rusak yang justru dipaksakan untuk diterima di Indonesia, padahal negeri ini berpenduduk Muslim dengan jumlah terbesar di dunia. Akibatnya, umat kini tidak mengerti tentang hakikat demokrasi, hingga mereka secara langsung menerimanya. Fatalnya, mereka juga yang pada akhirnya merasakan akibat penerapan sistem demokrasi, yaitu tidak dapat hidup sejahtera. Karena demokrasi adalah sistem yang menerapkan ekonomi kapitalis, yang mana hanya akan memperkaya segolongan pihak yang sudah kaya dan akan memiskinkan pihak yang telah miskin.

Disamping itu, pemeliharaan aqidah Islam dalam sistem demokrasi jelas tidak akan pernah murni. Karena demokrasi memberi ruang bebas untuk paham liberal (kebebasan), perdukunan, mistik, tahayul-khurafat, dsb. Maka, dalam hal ini wajib untuk dijelaskan kepada umat tentang hakikat dari pemikiran,ide dan faham demokrasi yang rusak dan bertentangan dengan aqidah Islam tersebut. Hal ini sekaligus dalam rangka menjelaskan sikap umat untuk seharusnya mengerti tentang kewajiban Khilafah yang dapat menyejahterakan mereka. Sebagai kaum muslimin, sudah sewajarnya diatur oleh aturan Islam, yaitu aturan yang berasal dari Allah Swt, bukan diatur oleh hukum buatan manusia seperti dalam negara demokrasi.

Demokrasi sesungguhnya lahir akibat tidak diterimanya sistem pemerintahan diktator oleh masyarakat Barat (Eropa). Karena sistem diktator itu tidak memberikan hak suara atau pendapat rakyatnya. Indonesia disebut sebagai salah satu negara demokrasi dengan beberapa fakta seperti, tidak ada batasan jumlah parpol, semua anggota legislatif (DPR dan DPD) dipilih langsung oleh rakyat, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat, kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dipilih langsung oleh rakyat, dibolehkan ada calon independen, dsb. Namun di balik itu, jika ditanyakan kepada rakyat Indonesia yang dikatakan Suara Rakyat Suara Tuhan, apakah mereka bahagia dalam negara demokrasi ini?

Belum lagi biaya demokrasi yang sangat mahal yang harus dibayar oleh rakyat sendiri. Hingga akhir tahun 2012, di Indonesia terdapat 495 kabupaten dan kotamadya, serta 33 provinsi. Berarti ada 528 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Jika masing-masing pilkada perlu Rp 40 milyar, maka total dibutuhkan Rp 21 triliun, bahkan diperkirakan biaya pemilu dan pilkada di Indonesia selama lima tahun bisa mencapai Rp 200 trilyun. Itu semua hanya demi wakil rakyat yang produk undang-undangnya justru tidak berpihak kepada rakyat yang mereka wakili. Contohnya, Undang-Undang Migas, Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang Penanaman Modal, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang BHP, dsb.

 

Demokrasi Bertentangan dengan Islam

Dari sisi syariat Islam, demokrasi bertentangan dengan Islam. Dengan pilarnya, bahwa dalam demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat dan rakyat sebagai sumber kekuasaan. Pilar ini bertentangan dengan aqidah Islam, yang mana dalam Islam Allah Swt merupakan Al-Hakim (pemberi keputusan hukum) bagi manusia. Allah SWT berfirman “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? “ (QS al-Maidah [05]: 50).

Terlebih lagi, demokrasi dipandang oleh Barat sebagai alat penjajahan mereka. George W. Bush mengatakan: “Jika kita mau melindungi negara  kita dalam jangka panjang, hal terbaik yang dilakukan  adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi” (Kompas, 06/11/2004). Padahal, Imam Asy Syafi’iy, Al-Umm, Juz 7/298 telah menjelaskan pengertian ayat 36 Al Qur’an surat Al-Qiyamah: “Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?”. Maknanya, Allah Swt telah menyediakan aturan dan hukum-hukum bagi manusia. Manusia tidak dibiarkan bebas sehingga dapat membuat aturan dan hukum sendiri menurut manusia sebagaimana dalam demokrasi. Jadi, paham kebebasan berperilaku adalah bukti absurditas demokrasi (hizbut-tahrir.or.id, 20/01/2013).

Dan jika bicara tentang Khilafah Islam, sesungguhnya yang sedang dibicarakan adalah sesuatu yang urgen. Karena penegakkan Khilafah adalah sesuatu yang masuk kategori “amrun muttafaq inda ahli haq…”, sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam Ala’uddin al-Kasani al-Hanafi: “….bahwa mengangkat imamul a’dzam (khalifah) adalah fardhu…tanpa ada perbedaan perbedaan diantara ahlil haq…”. Walhasil, jelas sudah bahwa Khilafah Islamiyyah siap menjadi solusi pengganti demokrasi (hizbut-tahrir.or.id, 20/01/2013).

 

Kembalilah Kepada Islam

Animo Islam memang cukup tinggi di IPB. Tapi, faktanya, IPB hidup di negeri yang juga tidak menerapkan aturan Islam untuk mengatur rakyatnya, melainkan aturan demokrasi. Tak dipungkiri bahwa sistem demokrasi yang berlaku global di negeri ini punya andil dalam membentuk pola kehidupan masyarakat kampus. Maka harus diakui bahwa sedikit banyak, konsep kebebasan ala demokrasi pasti mewarnai kehidupan kampus.

Sejatinya, Islam mendefinisikan masyarakat sebagai kumpulan manusia, pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama, yaitu yang kesemuanya berlandaskan pada aturan Islam (Kitab Nizhomul Islam). Masyarakat kampus IPB memang penghuni kampus. Namun, kampus menerapkan aturan kehidupan kampus yang belum berstandar pada aturan Islam secara kaffah. Pada akhirnya, upaya dakwah dalam menyuarakan Islam di kampus masih sebatas bentuk kepedulian dan penyadaran dalam rangka mengubah cara pandang terhadap kehidupan agar civitas kampus terikat dengan aturan Islam. Efeknya pun masih sebatas kontributif, bukan normatif.

Asal tahu saja, prostitusi yang maknanya dekat dengan pornografi sesungguhnya menyimpan bahaya berupa kerusakan generasi yang seringkali tak disadari. Tahu-tahu yang bersangkutan sudah kecanduan. Kerusakan itu bisa terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Kerusakan tersebut akan jelas terlihat baik secara fisik maupun psikis. Diantaranya, seseorang jadi mudah depresi dan sering salah dalam mengambil keputusan karena tidak konsentrasi, akibat yang ada dalam benaknya hanya seks. Menurut Mark B. Kastleman seorang psikolog bagi korban pornografi, mengatakan bahwa orang yang memiliki mental model porno akan selalu punya akses untuk membuka situs porno kapan saja. Mereka akan mengalami kerusakan otak permanen (Visual Cocain/Erototoksin). Anak yang belum baligh bila sudah sering melihat yang berbau porno maka akan kecanduan seumur hidup dan sehingga iman akan rusak dan terkikis. Dan ada lima bagian otak yang rusak yaitu Orbito frontal midfrontal, Insulla hippocampus temporal, Nucleus accumbers patumen, Cingalute dan patumen (Sumber: KPAI, Republika,25/04/2011).

Pornografi dan seks bebas akan menjadi bencana kemanusian. Karena selain mendatangkan bahaya penyakit fisik, juga merusak kehormatan dan nasab manusia. Karena seks bebas lahirlah ribuan anak yang tidak jelas nasabnya. Dalam pandangan Islam ini dosa yang sangat besar. Seperti sabda Nabi saw: “Tidak ada dosa sesudah syirik kepada Allah yang lebih besar dari pada dosa orang yang menumpahkan spermanya pada rahim yang tidak halal baginya.” (HR.Ibn Abiy Dunya). Jika pornografi dibiarkan, maka akan timbul bencana. Rasul saw pun sudah mengingatkan: ”…Tidaklah fahisyah perbuatan keji termasuk pornografi, pornoaksi dan zina nampak di suatu kaum hingga mereka melakukannya terang terangan kecuali akan menyebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan berbagai penyakit yang belum terjadi di generasi generasi yang yang sudah berlalu sebelum mereka.” (HR. Ibn Majah,al Bazar, al Hakim, al Bayhaqi, dan Abu Nua’im) (kompasiana, 04/05/2011).

 

Islam Mengatur Media Informasi

Kebebasan penggunaan internet saat ini terjadi karena internet telah menjadi alat bagi sistem demokrasi untuk menghasilkan keuntungan material. Dengan demikian, diperlukan solusi Islam utk mengelola media informasi, termasuk internet. Peran penting media informasi di dalam masyarakat, khususnya Negara Khilafah, yang tidak boleh dipandang rendah adalah tugas mereka untuk melaksanakan kewajiban menegakkan yang makruf dan mencegah yang munkar, yang juga merupakan tugas dari semua warga negara. Rasulullah SAW bersabda:  “Demi Dia yang nyawaku berada di tangan-Nya, kalian wajib menyeru pada kebaikan dan mencegah kemunkaran, atau (kalau hal itu tidak dilakukan) Allah akan menimpakan siksa-Nya atasmu dan jika engkau memohon pada-Nya, maka Dia tidak akan menjawab doamu.”

Media dan informasi juga erat kaitannya dengan perjalanan pembentukan sebuah generasi bangsa. Media informasi diperlukan untuk menggambarkan Islam dengan benar dan membina kepribadian generasi sehingga terdorong untuk hidup dengan cara yang Islami dan menjadikan syariah Islam sebagai tolok ukur dalam segala kegiatan hidupnya. Media informasi juga berperan dalam mengungkap kesalahan pemikiran, paham, dan ideologi serta aturan-aturan sekuler. Dengan cara itu, generasi bangsa akan menjadi paham tentang mana yang benar dan mana yang salah, serta terhindar dari pemikiran, pemahaman, dan gaya hidup yang tidak Islami. Bila generasi  memiliki pemahaman Islam yang tinggi, maka mudah bagi negara untuk mandiri dengan menyingkirkan nilai-nilai sekularisme dan mengokohkan nilai-nilai Islam yang agung itu di tengah masyarakat.

Pada era sekarang ini, informasi bersifat  interaktif, bukan satu arah, sehingga terjadi sebuah komunikasi. Generasi bangsa akan dengan cepat dan mudah merespon informasi yang mereka dapatkan sesuai dengan pemahaman mereka. Media tidak bisa berjalan sendiri karena media merupakan salah satu referensi pusat informasi harus menyuguhkan fakta-fakta aktual yang bermanfaat bagi publik. Setiap media setidaknya harus memiliki politik pemberitaan atau kebijakan pemberitaan yang mempunyai warna tersendiri. Fakta adalah fakta, tetapi interpretasi terhadap fakta bisa bermacam-macam. Fakta yang sederhana mampu menjadi booming pada saat media informasi yang menyuguhkannya.

Informasi yang sehat merupakan perkara penting bagi negara, yaitu untuk menyatukan negeri-negeri Muslim dan mengemban dakwah Islam ke seluruh umat manusia. Adanya strategi informasi yang spesifik untuk memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan membekas akan mampu menggerakkan akal manusia agar mengarahkan pandangannya pada Islam serta mempelajari dan memikirkan muatan-muatan Islam. Hal ini dilakukan dengan dikeluarkannya undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum Muslim; juga dalam rangka membangun masyarakat Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah Swt, serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat Islami tersebut.

Media yang beroperasi di Negara Khilafah memiliki hak penuh untuk menilai Khalifah dan pemerintahannya, menginvestigasi adanya kesewenang-wenangan pemerintah atau isu lain yang memiliki muatan bahaya atau termasuk kepentingan publik dalam skala besar. Media berhak menginvestigasi dan menerbitkan semua itu tanpa perlu diliputi ketakutan akan kemungkinan tekanan atau penahanan.

Media informasi juga mempunyai tanggung jawab besar untuk mempropagandakan kekuatan militer dan pertahanan Daulah Khilafah kepada masyarakat luar. Dengan demikian, media informasi memainkan peranan penting dalam membantu meraih tujuan-tujuan politik luar negeri Daulah Khilafah. Disamping itu, ada informasi-informasi tertentu yang sangat erat kaitannya dengan urusan negara, sehingga tidak dapat dipublikasikan secara bebas. Misalnya, informasi menyangkut pertahanan dan keamanan, seperti tentang gerak pasukan, atau berita tentang kemenangan dan kekalahan. Jenis informasi seperti ini harus dihubungkan secara langsung kepada Khalifah, sehingga bisa diputuskan mana yang harus dirahasiakan dan mana yang bisa dipublikasikan. Allah Swt berfirman: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” (QS. An-Nisaa’[04]: 83) (Buku Jalan Baru Intelektual Muslimah 2012).

 

Kembali Menjadi Kampus Islami

Adanya bisnis prostitusi online oleh mahasiswa telah menghitamkan putihnya kampus pertanian ini. Kegelisahan muncul tak hanya dari kalangan yang muslim, tapi juga civitas non-muslim. Kampus memang memberi sanksi, tapi sebatas mengeluarkan yang bersangkutan dari kampus. Di luar kampus, sanksi lembaga hukum pun takkan jauh-jauh dari sekian tahun hukuman kurungan. Bandingkan dengan sistem Islam yang sifat sistem persanksiannya akan membuat jera si pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, insya Allah setiap orang akan berpikir seribu kali jika akan melakukan kemaksiatan kepada Allah. Walhasil, kumandang Kampanye Kampus Islami, yang mana Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin, tentu memiliki urgensitas yang tinggi. Karena Islam pernah mencatat keharmonisan kehidupan antara warga muslim dan non-muslim, sehingga warga non-muslim tak perlu khawatir akan terdiskriminasi dengan penerapan kampus Islami.

Kitab Ad-Daulah menyebutkan bahwa: “Jika warga non-muslim menghendaki Islam, mereka dapat memeluknya. Jika tidak, mereka dapat tetap dalam agamanya dan cukup bagi mereka tunduk kepada hukum-hukum Islam dalam urusan-urusan muamalah dan uqubat. Semua itu agar tercapai keharmonisan dalam aktivitas manusia dengan kesatuan peraturan yang memberikan solusi atas persoalan-persoalan hidup mereka dan mengatur aktivitasnya. Disamping untuk menumbuhkan perasaan jiwa warga non-Muslim bahwa kedudukan mereka di mata sistem Islam adalah sama dengan kaum Muslim. Masyarakat bersama-sama menerapkan sistem yang diberlakukan di dalamnya dan menikmati ketentraman serta berlindung di bawah naungan panji negara. Perintah-perintah Islam mengharuskan agar memandang orang-orang yang diperintah dengan pandangan kemanusiaan, bukan pandangan sektarian, kelompok, atau madzhab. Karena itu, penerapan hukum-hukum terhadap seluruh komponen masyarakat harus sama, tidak membedakan antara Muslim dan non-Muslim.”

Firman Allah Swt: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mâidah [05]: 08).

Wallaahu a’lam bish showab [].

Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si