Belanda pun Pakai Ustadz Untuk Interogasi Pejuang

Foto: republikaonline

Eramuslim.com – Sudah pernah ke Pulau Onrust? Onrust itu bahasa Belanda. Bahasa Inggrisnya Unrest alias tidak pernah beristirahat. Kagak perne ngaso, begitu kata orang Betawi. Kenapa? Karena pulau yang terletak di utara Cengkareng, setengah jam perjalanan laut dengan kapal motor, ini merupakan pulau transit segala hal kesibukan VOC pada zamannya. Bahkan sebelum mendarat di bandar Sunda Kalapa, Cornelis de Houtman, orang Belanda yang pertama kali menginjakkan kakinya di Nusantara, singgah dulu di pulau ini sebelum menyerbu Jayakarta. Saat awal avad ke-20 Masehi, di Onrust juga dibangun barak-barak penampungan haji sebelum berlayar ke Makkah dan juga setelah pulang dari Makkah.

Untuk pergi ke Onrust sekarang ini, biasanya digabung dengan mengunjungi Pulau Kelor dan Cipir yang saling berdekatan. Ongkosnya murah meriah, seratus ribuan saja, open trip satu hari. Di sana kita akan menemukan Benteng Martello, sisa rumah sakit, ruang penjara, arena gladiator, dan sebagainya. Disini kita tidak akan membahas sisi pariwisata tapi tentang kisah yang terjadi di dalam ruang penjara di Pulau Onrust yang ternyata masih relec=van sekarang ini.

Syahdan, dalam suatu masa, Pulau Onrust juga dipakai Belanda untuk menahan dan membunuhi para pejuang kemerdekaan Indonesia. Para jamaah haji yang baru pulang berlayar dari Mekkah, akan ditampung di pulau ini untuk dikarantina. Siapa haji yang dianggap radikal dan pemikirannya membangkang terhadap penjajah Belanda, maka akan langsung dicomot dan diinterogasi oleh tentara Belanda yang menempati pos Onrust. Uniknya, sebelum diinterogasi, Belanda akan menghadapkan para haji ini ke seorang ustadz pemerintah jajahan yang telah dipilih, untuk mengambil sumpah para haji radikal untuk berkata jujur jika diinterogasi Belanda. Sampai sekarang, patung ustadz antek penjajah Belanda ini masih ada di ruangan penjara di Pulau Onrust.

Sekarang, umat Islam di negeri ini juga dibuat heboh oleh daftar 200 ustadz yang dianggap layak oleh pemerintah untuk memberikan ceramahnya.  Ada yang benar-benar ustadz dan namanya dicomot begitu saja, sehingga para ustadz yang tidak bersalah ini kelimpungan dan minta namanya dicoret dari daftar, tapi ada juga orang-orang liberal dan pendukung penista Islam yang masuk dalam daftar ustadz yang layak. Entah, apa kriteria daftar ini. Apa main comot saja, sama seperti yang dilakukan Letnan Kolonel Untung dalam menyusun nama-nama Dewan Jenderal dalam tragedi G30S/PKI 1965, atau ada the hidden agenda. Sehingga ada sejumlah perwira yang tidak tahu apa-apa terkena getahnya.