Dana Aspirasi Bukti DPR Linglung

Usulan pengalokasian 15 M anggaran APBN untuk dana aspirasi bagi setiap anggota DPR RI menyulut kontroversi. Anggaran yang disebut dana aspirasi tersebut diusulkan dengan alasan terkait tanggung jawab masing-masing anggota dewan untuk memajukan daerah pemilihannya (dapil). Fraksi Golkar yang mengusung usulan tersebut beralasan bahwa dana aspirasi merupakan konsekuensi sumpah anggota dewan untuk membangun dapil masing-masing. Di sisi lain, banyak pihak menilai pengalokasian dana aspirasi terlalu mengada-ada dan tidak memiliki landasan hukum yang jelas, bahkan melanggar hukum.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI ) Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan analisa terkait pro-kontra usulan penganggaran dana aspirasi tersebut. Analisa yang dilakukan KAMMI DIY terhadap usulan pengalokasian dana aspirasi anggota DPR menghasilkan beberapa penilaian:

1. Pengalokasian dana APBN untuk dana aspirasi sebesar 15 M merupakan pelanggaran konstitusional. Peran central lembaga legislatif adalah melakukan fungsi pembuatan Undang-Undang, menyusun anggaran yang akan diimplementasikan oleh badan eksekutif, dan pengawasan terhadap implementasi anggaran tersebut. DPR tidak berhak melakukan implementasi anggaran dari APBN.

2. Alasan pengadaan dana aspirasi untuk pembangunan daerah pemilihan masing-masing anggota dewan bersifat kontraproduktif. Pembangunan daerah menjadi kewenangan daerah masing-masing. Bila dana aspirasi ini disetujui dan diimplementasikan, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih program karena telah diterapkannya otonomi daerah di Indonesia.

3. Bila usulan dana aspirasi ini diterima, dikhawatirkan akan memunculkan potensi tindak korupsi untuk kepeningan politik anggota dewan yang bersangkutan. Dana aspirasi justru dimanfaatkan untuk membeli suara warga daerah pemilihan tersebut.

Jatmiko, Ketua KAMMI DIY, menyatakan ”Dana aspirasi yang diusulkan DPR RI merupakan bukti bahwa parlemen kita sedang linglung. Ketidakmampuan memahami peran dan fungsi jabatan sebagai wakil rakyat membuka potensi penyalahgunaan wewenang di kalangan anggota dewan. Selaku warga negara kita harus mengingatkan dan mengatakan dengan keras agar wakil-wakil yang duduk di kursi dewan bekerja secara fungsional dan profesional. ”

Maka dari hal di atas sudah seharusnya kita melakukan aksi penolakan terhadap alokasi dana aspirasi. Seluruh anggota dewan yang terlibat dalam pembahasan revisi Undang-Undang Parpol dan Pemilu hendaknya menggunakan akal sehat dengan memikirkan ulang manfaat dan mudharatnya dana aspirasi tersebut, tentu saja dengan mempertimbangkan kepentingan rakyat. Pemerintah selaku lembaga eksekutif pun semestinya menolak usulan salah satu fraksi di DPR RI terkait dana aspirasi tersebut.

Kesejahteraan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kinerja para pengambil kebijakan dan pejabat negaranya. Sudah menjadi kewajiban bila kita memilih maka kita bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Tentu saja dengan cara memastikan para wakil rakyat agar tetap berada dalam jalurnya secara profesional dan fungsional. Suara kita menjadi salah satu penentu terwujudnya Indonesia yang berdaya dan bermartabat di masa depan. Tolak alokasi dana aspirasi!

Wahtini
Kadep Humas KAMMI Wilayah Yogyakarta