Demokrasi Biang Kebobrokan Parpol

Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jatim)

 

Upaya pembersihan dan pemberantasan korupsi di negeri ini belum berakhir. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) satu persatu berhasil mencokok pelaku koruptor. Korupsi yang sudah menggurita di setiap level kehidupan negeri ini menunjukkan jika pekerjaan rumah Indonesia masih banyak. Korupsi bukanlah penyebab utama kebobrokan pemerintah negeri ini. Lebih dari itu kebobrokan negeri ini disebabkan kesalahan ideologi dan sistem yang diambil. Korupsi, suap, kebobrokan moral pejabat hanyalah turunan masalah. Sebaik apa-pun orang yang memasuki sistem ini pasti akan terjerembab dalam jebakan kekuasaan. Jika selamat dari jebakan pasti akan diasingkan dalam kekuasaan. Itulah wajah hipokrit penerapan demokrasi dalam kehidupan.

Tahun 2013 ini merupakan tahun berebut politik. Tak mengherankan di tengah-tengah kesibukan parpol menyiapkan pemenangan pemilu 2014 muncul berbagai prahara. Prahara politik terbaru yaitu penetapan tersangka oleh KPK kepada Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq (LHI). LHI diduga menerima suap dari pengusaha PT Indoguna Utama. Perusahaan yang bergerak dalam impor daging sapi. “Dari proses tangkap tangan oleh KPK pada Selasa (29/1), penyidik KPK menyimpulkan telah menemukan dua alat bukti yang cukup bahwa LHI terlibat dalam dugaan tindak pidana penyuapan,” ujar Johan Budi, Jubir KPK pada wartawan di gedung KPK (www.voa-indonesia.com). Informasi yang saat ini berkembang, Luthfi dijanjikan mendapat Rp 40 miliar terkait kuota impor daging sapi. Sedangkan, uang sejumlah Rp 1 miliar yang ditemukan di dalam operasi tangkap tangan di mobil Ahmad adalah uang muka untuk Luthfi. Uang suap ini diketahui berasal dari perusahaan importir daging, PT Indoguna Utama. PT Indoguna menjanjikan memberi fee dari tiap daging per kilogramnya antara Rp 5000 , dari total order kuota yang bakal didapatnya untuk 2013 sekitar 95 ribu ton (www.centroone.com).

Dari proses tangkap tangan itu, KPK mengamankan empat orang. Mereka adalah Direktur PT Indoguna Utama Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi, orang dekat Luthfi Ahmad Fathani, dan seorang wanita bernama Maharani. Setelah melakukan proses pemeriksaan, KPK menetapkan Arya, Juard, Ahmad, dan Luthfi sebagai tersangka (www.kompas.com). Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Luthfi dan Ahmad dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Arya dan Juard dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP selaku pihak yang diduga berperan sebagai pemberi suap (www.kompas.com).

Kasus suap ini melengkapi kasus sebelumnya. Suap tidak hanya menjerat kalangan politisi, tetapi juga pejabat di tingkat eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Inilah lingkaran setan yang siapapun akan tergoda dan masuk belenggu jebakan. Tidak dapat dipungkiri suap-menyuap, korupsi, dan lainnya merupakan cara-cara kotor. Cara itu ditempuh oleh kelompok atau perorangan untuk memuluskan bisnis dan kepentingan pribadi. Sengaja atau tidak cara itu tetap saja melanggar hukum. Hal yang jamak dan lumrah dari konsekuensi kongkalikong pengusaha dan penguasa. Sungguh ironis.

Pelajaran Berharga dan Penting

Kasus suap atau korupsi hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi semua. Tidak hanya kalangan politisi, tapi juga kader, konstituen, dan masyarakat awam. Para pengamat dan pakar politik hendaknya juga memberikan pencerdasan kepada rakyat. Merekalah yang bertanggung jawab untuk mencerdaskan, bukan sekadar komentator atau pengamat. Bukan juga mempertahankan demokrasi yang masih mereka anggap sistem yang baik.

Selama ini rakyat pun sudah mencium bau busuk dari sikap politisi. Rakyat sudah muak dan tidak percaya lagi kepada mereka. Sekalipun partai politik dan penguasa menampilkan citra positif. Sinyal ketidakpercayaan ini dapat dilihat dari beberapa survey dan minimnya partisipasi dalam pemilu. Rakyat sesungguhnya tidak paham politik, apalagi demokrasi. Cara berpikir rakyat sangatlah mudah. Selama mereka tercukupi kehidupan sehari-harinya, mereka sudah senang. Selama mereka diatur dengan aturan yang benar dan sesuai fitrah manusia, mereka akan tenang.

Jika rakyat sudah tidak menaruh kepercayaan kepada penguasa. Lantas, sesungguhnya penguasa itu mewakili siapa? Memerintah siapa? Dan ada untuk siapa? Pemerintahan yang tidak mendapat dukungan rakyat cepat atau lambat akan terkubur. Sistem demokrasi yang dianut negeri ini tidak memberikan jaminan pelayanan yang baik. Bahkan demokrasi menjadikan penguasa ini semakin jauh dari rakyat. Sudah dalam pemilihan pemimpin dan legislatif biayanya mahal. Gagal pula mencetak pelayan rakyat.

Oleh karena itu harus ada upaya pencerdasan di tengah umat. Apa makna politik yang benar? Apa hakikat demokrasi? Apa peran partai politik? Dan bagaimana seharusnya umat berbuat jika ada kesalahan dalam pemerintahan? Inilah tanggung jawab semuanya. Terutama partai politik yang selama ini diaanggap sebagai saluran aspirasi umat. Para intelektual juga seharusnya melirik politik yang ditawarkan Islam. Bukan malah menambal sulam demokrasi yang gagal.

Istilah Penting

Politik dalam era demokrasi dimaknai dengan upaya meraih kekuasaan. Saling menjegal karena kepentingan politik kerap dilakukan. Baik yang dilakukan dengan menjerat, rekayasa, ataupun kenyataannya demikian. Maka tak ayal masyarakat sering disuguhi dengan berbagai intrik politik demi syahwat berkuasa. Rakyat pun dibodohi dengan berita media yang cenderung tidak fair.

Adapun politik dalam Islam dimaknai sebagai pegurusan urusan umat. Umat harus terpenuhi sandang, pangan, dan papan. Karena penguasa sebagai orang yang paling bertanggung jawab. Perbedaan politik dalam demokrasi dan Islam terletak pada asasnya. Demokrasi berasas sekular (memisahkan agama dengan hidup), sedangkan Islam berasas aqidah Islam.

Jelas sudah demokrasi pun menghalalkan segala cara. Mulai dari suap, korupsi, gratifikasi, dan lainnya. Yang penting sampailah di tujuan meraih kekuasaan. Demokrasi tidak memandang apa persoalan ini baik atau buruk. Karena standar mereka adalah pragmatisme dan hawa nafsu. Hal inilah yang perlu dipahami setiap parpol. Sehingga mereka yang awalnya berniat merubah kondisi, tidak malah terjebak dalam arus pragmatisme. Standar Islam berupa seperangkat syariah Islam. keterikatannya meliputi individu, kelompok, maupun negara.

Kebanyakan orang masih tersilaukan dengan demokrasi. Demokrasi dianggap sistem pemerintahan yang terbaik. Padahal demokrasi membawa cacat bawaan sejak lahirnya. Kelihatannya terasa indah jargon “dari rakyat, oleh  rakyat, untuk rakyat”. Padahal jargon itu membawa bau busuk. Rakyat ketika diterapkan demokrasi tidak selamanya menjadikan mereka mulia. Justru penindasan, kebohongan, dan janji palsu yang kerap didapat. Lihat saja kampiun demokrasi AS. Kondisinya tidak juga lebih baik. Keterpurukan di berbagai bidang berupa pengangguran, kejahatan, dan lainnya. Begitu pula di Inggris dan negara Barat lainnya. Saat ini mengalami sekarat diterpa krisis ekonomi global. Para pejabatnya juga terlibat berbagai skandal. Korupsi, ekploitasi, dan kebencian pada ideologi tertentu (biasanya Islam). Penerapan demokrasi di Indonesia pun demikian. UU yang terbit dari proses legislasi yang memakan uang milyaran rupiah tidak banyak pro rakyat. Sebagai contoh UU Migas, UU Penanaman Modal, UU SDA, UU Terorisme, UU Parpol, UU Perguruan Tinggi, UU Intelijen, dan lainnya. Kualitasnya pun sering dipertanyakan. Hal ini terlihat dari banyaknya judicial review yang dilakukan masyarakat. Lantas, apa baiknya demokrasi?

Menggunakan demokrasi untuk memperbaiki keadaan justru mustahil. Yang muncul akhirnya hanya tambal sulam. Islam sebagai sebuah perangkat aturan mempunyai kelengkapan sistem dalam hidup. Islam mengatur urusan ekonomi, politik, pendidikan, pemerintahan, dan lainnya. Islam berasal dari Sang Pencipta. Sehingga mustahil terjadi kesalahan. Inilah jurang pemisah antara Islam dan demokrasi. Lantas, pilih yang mana yang lebih memuaskan akal dan menentramkan jiwa?

Partai politik dalam sistem demokrasi tidak memandang ideologi. Ideologi partai diberikan kebebasan mengambil dari manapun. Asalkan sejalan dengan kepentingan demokrasi. Sejak dekade pasca-keruntuhan komunisme. Ideologi komunisme dilarang diberbagai negeri dan menjadi musuh bersama. Demokrasipun memberikan keleluasaan pada ideologi Islam, akan tetapi Islam tidak boleh dijadikan sumber aturan. Anggota partai politik boleh dari umat Islam, tapi tidak boleh menyuarakan syariah Islam. Pada akhirnya partai politik berasas Islam membuat cara agar Islam bisa diterima. Sekalipun masih bersifat nilai-nilai yang diakui secara universal. Hal ini dikarenakan demokrasi tidak menghendaki ideologi agama diterapkan dalam kehidupan. Inilah ironi perjuangan dalam demokrasi dimana sesungguhnya demokrasi menjadi biang kebobrokan partai politik.

Sesungguhnya partai politik dalam Islam merupakan wadah perjuangan. Cita-citanya seharusnya amar ma’ruf nahi munkar. Seruannya jelas kepada Islam. Karena asas dan ideologinya Islam. Perjuangan berupa penerapan syariah Islam menjadi cita-citanya dan diterapkan dalam bingkai negara. Jika ada umat Islam yang berjuang dalam partai politik, namun tidak berideologi Islam. Maka perjuangannya sia-sia. Karena itu, perjuangan penerapan syariah Islam dalam bingkai negara tidak bisa melalui jalur parlementer. Karena demokrasi tidak menginginkan Islam diterapkan. Hal penting yang harus dipahami adalah syariah Islam yang mengatur segala aspek kehidupan. Baik muslim maupun non muslim. Yang diterapkan dikalangan publik adalah syariah untuk umum (seperti pemerintahan, hukuman, pendidikan, dll). Sedangkan dalam ranah ibadah diberikan kepada masing-masing agama untuk mengaturnya. Negera memberikan kebebasan dalam menjalankan ibadahnya.   Partai politik yang duduk di parlementer demokrasi akan menghadapi dua bahaya. Pertama adalah bahaya ideologi dan kedua adalah bahaya kelas. Bahaya ideologi ini meliputi ideologi yang diambil. Jika ideologi itu tidak sejalan dengan rakyat. Maka partai tidak akan mendapat dukungan. Sebagai contoh, jika ada partai berbasis nasioanalisme-sekularisme-sosialisme, sedangkan masyarakat menghendaki yang lain. Maka umat akan membuat arus baru. Penolakan akan terjadi di mana-mana. Baik penolakan itu bersifat berupa ketidakpercayaan, tidak adanya dukungan, dan lainnya. Umat saat ini sesungguhnya sudah tidak menghendaki demokrasi.

Adapun bahaya kelas tampak saat aktivis partai duduk di jabatan. Mereka melupakan rakyat dan konstituennya. Ada jurang pembatas antara partai politik dan rakyat. Akibatnya, partai menjadi kelas sendiri dan rakyat juga menjadi kelas tersendiri. Hubungan mesra yang awalnya dibangun antara rakyat dan partai, pupuslah sudah. Diawalnya mesra seolah partai adalah dewa penolong kesengsaraan rakyat, tapi ujungnya disia-siakan juga. Habis manis sepah dibuang. Apa daya rakyat yang tidak memiliki kepekaan politik biasanya diam. Tanpa mampu melakukan perubahan untuk menjebol tembok pembatas kelas.

Sadar atau tidak umat saat ini masih terlelap. Belum ada greget untuk bangun dan bangkit melakukan perubahan. Di kalangan rakyat ada sebagaian yang paham akan kebobrokan sistem yang ada. Kadang mereka terkendala terkait konsep dan metode untuk melakukan perubahan. Terkadang perubahan yang dilakukan pun miskin konsep dan ideologi. Masih tambal sulam dengan bentuk sebelumnya. Mereka salah dalam memaknai perubahan. Akhirnya yang diperoleh pun kegagalan demi kegagalan. Serta kekecewaan demi kekecewaan. Karena itu dibutuhkan sebuah kelompok yang sahih dan ideologis. Mereka memiliki roadmap yang jelas terkait perubahan. Tentu perubahan yang revousioner dengan mengganti sistem yang gagal (demokrasi-sekular-kapitalis-sosialisme). Harapan satu-satunya adalah dengan Islam. partai yang ada pun haruslah partai yang shahih dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Dasarnya adalah Islam. Hidup dan matinya adalah untuk Islam

2. Para anggotanya berkepribadian Islam, mereka berpikir dan beraksi berdasarkan Ideologi Islam, yang dihsilkan dari pembinaan yang dilakukan oleh mereka dalam memahami Islam sebagai sebuah Ideologi yang harus diterapkan

3. Memiliki amir/ pimpinan partai yang memiliki pemahaman yang menyatu dan mendalam terhadap Islam. Yang ia dipatuhi selama sesuai dengan al-Quran dan Sunnah

4. Memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas terkait berbagai hal. Partai Islam haruslah memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas tentang sistem ekonomi, sistem politik, sistem pemerintahan, sistem sosial, sistem pendidikan, politik luar dan dalam negeri dll. Semuanya harus tersedia dan siap untuk disampaikan kepada masyarakat, hingga mereka menganggap penerapan semua sistem tersebut menjadi kebutuhan bersama

5. Mengikuti metode yang jelas dalam perjuangannya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yakni. Pertama, melakukan pembinaan pengkaderan dengan pemahaman Ideologi Islam, beserta metode penerapannya. Kedua, bergerak dan berinteraksi bersama masyarakat, sehingga kader-kader partai menyatu bersama pola pikir dan pola sikap masyarakat. Artinya: kader-kader partai tersebut, harus mengopinikan Islam ketengah-tengah masyarakat apa adanya dan tanpa ditutup-tutupi. Selain itu kader partai juga harus, melakukan perjuangan politik, yakni, membongkar konspirasi jahat untuk menghancurkan wilayah kaum muslim, juga pergolakan pemikiran, yakni, menentang ide-ide kufur, seperti Demokrasi, Kapitalisme, Sosialisme juga Komunisme, karena semuanya memang bertentangan dengan Islam. Ketiga, menegakkan syariah Islam secara total dengan dukungan dan bersama dengan rakyat, hal tersebut akan tercapai bilamana masyarakat secara alami sudah rindu diatur oleh syariah Islam dalam bingkai khilafah rasyidah ala minhajin nubuwah.

Khatimah

Kasus korupsi, suap, kongkalikong penguasa dan pengusaha semakin membuka mata umat. Hal ini bukan sebuah konspirasi. Ini kenyataan dan konsuensi logis siapa pun yang bermain-main dengan demokrasi. Ingat. Demokrasi sesungguhnya perangkap yang telah disediakan orang-orang kafir. Jebakan halusnya sering tidak disadari siapa pun. Hatta partai Islam. Jebakan demokrasi dibuat untuk menghentikan laju perjuangan partai yang ingin memperjuangkan syariat islam. Tidak jarang hasutan berupa kedudukan, uang, wanita, dan lainnya dijadikan alat.

Hal yang paling penting adalah umat harus segera sadar dan bangkit. Demokrasi bukanlah jalan perubahan untuk meraih kemuliaan dan kesejahteraan umat. Demokrasi tidak menjanjikan apa pun. Maka segera tinggalkan sistem kufur ini. Beralihlah berjuang untuk tegaknya kemuliaan izzul Islam wal muslimin. Serta bergabunglah dengan partai/jamaah/kelompok yang fokus pada perjuangan penegakan syariah dan Khilafah. Insya Allah.