Derita Kapitalisme Ala Satinah

satinahOleh Anastasia, Alumni Pendidikan Bahasa Jerman UPI Bandung 

Siapa yang tak kenal Indonesia negara kaya akan sumber daya alam, negara kepulauan yang menyimpan beribu-ribu cadangan emas,  karunia hutan heterogen menjadi paru-paru dunia, laut eksotis terkandung ragam hayati yang tak bisa dihitung jari, namun sayang kekayaan bangsa ini seolah menjadi ironi ditengah kondisi rakyatnya miskin dan melarat. Hal demikianlah yang menjadi alasan banyak orang Indonesia akhirnya memilih mengadu nasib di negeri orang menjadi TKI, bukannya kesuksesaan yang didapat tapi sampai detik ini kita melihat penderitaan TKI bak drama panjang yang tak ada habisnya, yang terbaru adalah kisah Satinah TKW yang hidupnya masih diperjuangkan TKI yang berasal dari Semarang, Jawa Tengah sudah mendapatkan pengampunan dari keluarga majikan yang telah dia bunuh. Dia diwajibkan untuk membayar sejumlah uang ganti rugi. Jika pemerintah siap memberika diyat tersebut Satinah kemungkinan akan dibebaskan, terlepas dari kontrovensi hal ini, bukan berarti permaslahan TKI tuntas sampai di sini masih banyak Satinah-Satinah lain yang nasibnya dipenajra dan  belum jelas, hingga hari ini tidak ada data pasti tentang berapa jumlah TKI yang bekerja di luar negeri. Beberapa waktu lalu SBY menyebut angka 3.271.584 orang. Sementara situs migrantcare menyebut ada 4,5 juta orang (migrantcare.net, 24/11). Di antara sekian banyak TKI yang mengadu nasib di luar negeri ini, tak sedikit yang malah menuai masalah. Menurut catatan Migrant Care, sepanjang 2010 saja, jumlah total dari berbagai jenis masalah yang dialami buruh migrant mencapai 45.845 kasus dan 908 orang mati sia-sia (okezone,24/11). Sementara menurut SBY, TKI bermasalah ‘hanya’ ada 0,01 persen (4.385 orang) saja, dengan jenis masalah berupa pelanggaran kontrak, gaji tidak dibayar, jam kerja serta beban kerja yang tidak sesuai, tindakan kekerasan hingga pelecehan seksual. hal tersebut diperkeruh dengan kebijakan pemerintah “bisu”  yang masih mempekerjaan TKI ke luar negeri, memang TKI selama ini dijadikan jargon penyelamat devisa negara yang membawa keutungan namun dibalut pendertitaan.

Kapitalisme akar permasalahan

Atas nama kemisikinan rakyat Indonesia nekad mencari sesuap nasi, tentu saja ini adalah PR besar bagi penguasa bangsa kita, besarnya lonjakan TKI sebagai gambaran kondisi ekonomi kita tak mampu memberikan pengidupan layak, padahal sudah banyak kasus kejahatan terhadap TKI tapi tetap saja mereka  mengadu nasib ke negeri orang, memang tidak bisa dipungkiri bekerja sebagai TKI menjadi magnet harapan sebagian penduduk Indonesia, desakan kebutuhan ekonomi di Indonesia begitu mencekik rakyat, pemerintah  secara konsisten memotong subsidi rakyat, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan harus dibayar mahal, inilah akar permasalahan kemiskinan yang melatarbelakangi mereka menjadi TKI. Potret buram diterapkannya kapiatlisme telah menghancurkan sendi ekonomi akhirnya rakyatnya menjadi “babu” di rumah sendiri, padahal bangsa kita termasyur kaya namun kemanakah kekayaannya? Tentu saja karena kebijakan ekonomi kita liberal kapitalistik menyebabkan sebagian besar kekayaan ladang minyak bumi Indonesia hampir 90 persen dikuasai asing. Begitupun SDA yang lain. Salah satunya, PT. Freeport-McMoRan pengelola tambang emas asal Amerika mendapat izin gratis untuk mengeksploitasi pertambangan emas di Ertsberg dan Grasberg Papua melalui perjanjian Kontrak Karya yang sejak tahun 1967 terus diperpanjang hingga saat ini. Tiap hari, perusahaan ini ditengarai berhasil menambang 102.000 gr emas (bayangkan, harga emas 24 karat sekitar Rp. 400 ribu/gr) berikut ‘bonus’ berupa tembaga dan uranium. Jika dihitung, emas kita yang sudah mereka rampok berjumlah 102.000gr X 43th X 365 hari. Padahal emas yang mereka keruk ini bisa menjadikan kita memiliki cadangan devisa yang berlimpah makmur tanpa harus rakyatnya mengadai mencari “emas” ke tempat lain. Drama Satinah adalah secuil kisah penderitaan beribu-ribu rakyat Indonesia yang tertindas sistem kapitalis, sampai detik ini para penguasa bangsa kita seolah-olah terdiam melihat kedzaliman, solusi yang ditawarkan dalam permasalahan TKI  hanya sebatas tumbal sulam, pemerintah hanya mencoba menghentikan sementara kerjasama pengiriman TKI, mereka berdalih mencari jalan keluar, padahal akar  permasalahan TKI adalah diterapkanya sistem kapitalisme.

Islam bicara kesejahteraan

Ketika sistem kapitalisme diterapkan kita bisa merasakan kerusakaan akibat  kegagalan sistem perekonomi Indonesia dalam mensejahterakan rakyatnya. Ekonomi kapitalis saat ini merupakan ideologi yang lahir dari pandangan hidup masyarakat barat, yang merupakan pangkal dari kerusakan tersebut. Kapaitalis lahir dengan dasar mengesampingkan peran agama untuk mengatur manusia. dengan kata lain agama hanya di tempatkan pada wilayah individu bukan wilayah umum. Namun berbeda dengan Islam dalam hadist Rosulollah bersabda

فِي الْكَلَإِ، وَالْمَاءِ، وَالنَّار

” Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api “(Hr. Abu Daud, Sunan Abu Daud, 2/596 – 952)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: ” ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ: الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ “

“Tiga hal yang tidak boleh dihalangi (dari manusia) yaitu air, padang dan api ” (Hr. Ibn Majah, Sunan ibn Majah, 3/177 – 606).

Hadist di atas bukti bahwa Islam mempunyai konsep hidup yang harus dihadirkan di tengah manusia, konsep ekonomi islam menjamin pengelolaan sumber daya alam oleh negara untuk kepentingan dan kesejahteraan umat, negara mempunyai peran  memberikan fasilitas kebutuhan seperti kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Islam   pun menekankan pemimpin untuk bersikap amanah seperti hadist Rosul Saw

  «كُلُّكُمْ مَسْـؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَـتِهِ: فَاْلإِمَـامُ رَاعٍ وَهُـوَ مَسْـؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَـتِهِ»

 “Kamu semuanya adalah penanggungjawab atas gembalanya. Maka, pemimpin adalah penggembala dan dialah yang harus selalu bertanggungjawab terhadap gembalanya.”  (H.r. Ahmad, al-Bukhâri, Muslim, Abû Dâwûd dan at-Tirmîdzi dari Ibn Umar).

 «إِنَّمَـا اْلإِمَـامُ جُـنَّةٌ يُقَاتَـلُ مِنْ وَرَاءِهِ وَيُتَّقَى بـِهِ»

 “Sesungguhnya imam adalah laksana perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan dia akan dijadikan sebagai pelindung.”  (H.r. Muslim, Abû Dâwûd, an-Nasa’i, Ahmad dari Abu Hurayrah).

Dalam hadis tadi jelas bahwa penguasalah yang wajib memelihara dan menjaga rakyatnya dalam segala hal, termasuk dalam hal kesejahteraannya. Dari kedua konsep di atas kita bisa membandingkan, bahwa Islam Maha sempurna mengatur permasalahan manusia, tidak heran apabila contoh Satinah bak drama kapaitalisme yang tak pernah berujung selesai kecuali jika kita mau mengambil Islam sebagai aturan kehidupan.Walluhu’Alam