Tanggapan Surat Terbuka untuk PKS

Assalamu’alaikum Wr Wb

Saya adalah pembaca setia Eramuslim sejak pertama mengenal Internet. Bahkan konten dalam situs ini sering saya jadikan bahan mading kantor dengan tetap mencantumkan sumbernya. Harapannya, para pembaca mading akan menjadikan Eramuslim sebagai sumber rujukan.

Sebagai media Islami tentunya mampu menghadirkan semangat Islam yang memberi kabar gembira (bashiro) dan peringatan (nadhiro). Namun, belakangan ini, dua hal itu cenderung berkurang. Khususnya ketika menyangkut momen Pemilu yang akan dilaksanakan. Hampir seluruh bahasan khususnya Opini n Artikel justru menghadirkan pesimistis dan membuat pembaca jadi cenderung pasif. Hal itu tak beda dengan media sekuler lainnya. Bila seperti itu, mana semangat menyebarkan Kabar gembira dan peringatannya? Sedangkan tidaklah orang yang putus asa dari rahmat Alloh itu selain orang kafir. Apakah Eramuslim akan menjadikan para pembacanya tergiring ke arah kekafiran?

Saya pernah membaca dalam sebuah buku yang mengetengahkan hadits tentang tiga golongan yang selalu mendapatkan pertolongan Alloh, yaitu: para mujahid yang berjuang di jalan Alloh, orang yang menikah untuk menjaga kemaluannya, dan penulis yang dengan tulisannya memberikan penawar. Disinilah peran Eramuslim yang sudah sepatutnya memberikan penawar dengan mencerahkan dan mencerdaskan pembacanya. Dan saya yakin dan percaya bahwa redaksi Eramuslim masih komitmen dengan itu.

Sedang menyikapi surat pembaca yang berjudul “Surat Terbuka untuk PKS” menghadirkan pertanyaan ini sebagai unek-unek pribadi atau untuk publik? Bila sebagai unek-unek pribadi, terserah kita untuk menulis apa. Tapi tentu bukan tempatnya untuk dimuat dalam media public seperti Eramuslim. Bila ini untuk publik, tentu ada adab yang sudah sepatutnya dijunjung.

Penulis sendiri mengakui bahwa dia tidak terlibat dan tidak tahu latar belakang pemikirannya. Tapi kenapa langsung mengkritik di media publik tanpa ada Tabayun (konfirmasi) kepada pihak yang berwenang? Bukankah Islam itu sangat indah dengan mengajarkan Tabayun saat mendengar berita tentang saudara sesama Muslim? Saya sangat salut saat penulis masih berusaha untuk khusnudzon sebab sikap itulah yang kini mulai menghilang di kaum muslimin sehingga yang hadir adalah ketidakpercayaan.

Untuk PKS sendiri, meski mereka bukan jama’ah malaikat, saya melihat masih lebih baik daripada yang lain. Coba anda bandingkan dengan konser dalam kampanye PKB (maaf jadi nyebut nih soalnya dah spesifik sih) yang justru menghadirkan Mulan Jamela dengan pakaian yang seronok. Padahal disitu banyak para Kyai yang pasti tahu soal ini. Sedangkan vocalis Coklat masih lebih baik dengan busana tidak transparan dan memakai kerudung. Dalam fikih bukankah ada kaidah memilih yang paling sedikit mudlorotnya.

Dakwah dalam memperjuangkan syariat di pemerintahan memang sangat berat. Bagaimana berat dan sangat spesifiknya dakwah disana ya mungkin hanya bisa dirasakan dan diketahui oleh mereka yang terjun langsung. Berbeda dengan mereka yang hanya melihat dari luar. Dan saya yakin serta percaya saudara-saudara kita di PKS yang memiliki orang-orang yang kompeten dalam menyikapi masalah agar tidak bertentangan dengan kaidah syar’i.

Pelajaran pun bisa kita ambil dari kasus Afghanistan, Alajazair, Turki, dan banyak negara lain dalam memperjuangkan syariat. Di Afghanistan yang mencoba menerapkan syariat dengan versi mereka justru mendapat penolakan dari umat Islam sendiri yang ternyata belum siap sepenuhnya disana. Ada pula Aljazair dan Turki (partai Refah) yang berhadapan dengan kudeta militer saat mereka mencoba menerapkan syariat disana. Sementara ketika berusaha adaptif dengan wujud AKP di Turki mereka justru mendapat dukungan masyarakatnya.

Tapi memang, umat Islam saat ini cenderung untuk perfeksionis sehingga saat terlihat sedikit saja kekurangan seolah menutup semua kebaikan yang ada. Saat ini terlihat dari kasus partai AKP Turki yang turun suaranya karena dianggap tidak sempurna. Padahal kondisi ekonomi global memang sedang tidak baik.

Saya jadi teringat dengan film “Perempuan Berkalung Surban” yang banyak dikritik oleh orang Islam. Yaitu saat sang Ibu membolehkan perempuan itu dihukum rajam oleh orang yang tidak pernah berdosa. Padahal siapa manusia yang tak pernah berdosa? Itu adalah kalimat kaum liberal untuk menyatakan secara implisit bahwa hukum rajam sebagai bagain tak terpisah dari syariat tak mungkin bisa dilaksanakan di muka bumi ini karena tidak ada manusia yang bebas dosa untuk menjalankannya.

Dan nyatanya sebagian yang disampaikan di film itu diterapkan bagi para pejuang dakwah di pemerintahan yang berjibaku dengan seluruh yang mereka mampu untuk ummat tapi justru mendapat celaan dahsyat seolah mereka lebih buruk dari pejabat yang selingkuh, pezina dan pelaku korupsi. Akibatnya bangunan ummat yang baru mereka susun hancur kembali dengan mereka tertimpa reruntuhannya. Padahal mereka yang meruntuhkan itu tidak berkontribusi. Hal itu tidak adil. Dan bukankah adil adalah ajaran inti dari Islam dengan menempatakan segala sesuatu pada tempat dan porsinya. Maka hendaklah setiap muslim itu harus berbuat adil.

Sebagai akhir dari surat ini, mari kita tanamkan sikap percaya dan optimis dalam hidup ini agar keindahan Islam itu terpancar dari sikap ummatnya sendiri. Dan berhentilah bicara hanya untuk mencela yang mengakibatkan kerusakan. Sebagaimana orang kafir yang ketika diingatkan agar tidak membuat kerusakan mereka justru berdalih sebagai orang yang berbuat kebaikan. Bukankah Harapan itu selalu ada bagi kaum muslimin?!

Wassalamu’alaikum wr wb

Sarimin ([email protected])

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Terima kasih atas tanggapan dan kritiknya untuk eramuslim. Kami mengucapkan banyak terima kasih.

Kami memuat surat pembaca dengan maksud sebagai jembatan komunikasi antara rakyat, umat, konstituen dengan pemerintah, pejabat, atau pimpinan organisasi publik. Dari surat inilah, kami berharap ada klarifikasi atau jawaban dari pihak yang berwenang. Bukan hal lain yang tidak kita inginkan bersama.

redaksi.