Mungkinkah “Dark Forces” Yang Melakukan Pembunuhan di KM-50?

eramuslim.com

by Asyari Usman

Kepolisian mengaku pembunuhan 6 anggota FPI di KM-50 dilakukan oleh anggota mereka. Tetapi, penjelasan polisi tentang insiden itu memunculkan berbagai pertanyaan. Ada sekian banyak simpangsiur.

Kesimpangsiuran itu antara lain soal adanya tembak-menembak antara keenam korban dan aparat kepolisian. Polisi menegaskan ada kontak senjata. Sedangkan pihak FPI mengatakan anggota mereka tidak memiliki senjata.

Juga simpangsiur perihal senjata api (senpi) dan senjata tajam (sajam) yang dikatakan dibawa oleh keenam anggota. Semula polisi mengatakan para korban memiliki senpi, tapi kemudian dikatakan anggota FPI itu merampas senpi dari petugas kepolisian. FPI konsisten mengatakan mereka tidak memiliki senpi maupun sajam.

Akumulasi kejanggalan itu menyulut rasa ingin tahu tentang apa sebenarnya yang terjadi? Siapa-siapa saja di tim kepolisian yang bertanggung jawab dalam penembakan KM-50? Ini yang harus digali tuntas oleh Komnas HAM. Kejanggalan dan simpangsiur itu perlu diurai. Agar pengusutan berjalan transparan dan adil.

Penjelasan versi FPI menyebutkan, mereka mencatat adanya penguntitan (surveillance) terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS). Itu terjadi di sekitar rumah keluarga di Sentul, Bogor, sejak beberapa hari sebelum peristiwa KM-50, dinihari 7 Desember 2020. Waktu itu, para penguntit tidak diketahui identitas mereka. Polisikah mereka? Atau ‘orang lain’? Imajinasi publik pasti cukup liar.

Bahkan, menurut versi FPI, ketika terjadi percobaan oleh kendaraan para penguntit untuk masuk ke dalam konvoi HRS di jalan tol Jakarta-Cikampek, para pengawal Habib tidak tahu kalau rombongan penguntit itu adalah polisi. Mereka menyebut para penguntit itu dengan istilah “orang tak dikenal” (OTK). Setelah Polda Metro mengumumkan bahwa OTK itu adalah aparat kepolisian, barulah pihak FPI tahu siapa yang menguntit mereka.