Pembubaran FPI: “Memperkosa” Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul! (1)

Pembubaran FPI yang diumumkan Menko Polhukam Mahfud MD pada Rabu, 30 Desember 2020, sama halnya saat Menko Polhukam dijabat Wiranto ketika membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada Senin, 8 Mei 2017.

HTI merupakan badan hukum yang tercatat di Kemenkum HAM sejak 2 Juli 2014. Setdaknya, ada tiga alasan yang disampaikan pemerintah untuk menindak HTI.

Yakni: Pertama, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Ketiga, aktivitasnya menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Upaya pemerintah mengambil langkah hukum membubarkan HTI dengan alasan indikasi HTI bertentangan dengan UUD 1945 menjadi kontradiktif terhadap jaminan perlindungan HAM dalam UUD 1945: Pasal 28 UUD 1945 jo Pasal 28 E UUD 1945 ayat (3).

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Pembubaran FPI ditandatangani 6 pejabat tinggi negara, yaitu: Mendagri Tito Karnavian, Menkum HAM Yasonna H. Laoly, Menkominfo Johnny G. Plate, Jaksa Agung Burhanuddin, Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, Kepala BPPT Boy Rafli Amar.

Isu rencana pembubaran FPI itu sudah mencuat sejak medio 2019. Saat itu di medsos terjadi perang tagar #BubarkanFPI versus #SaveFPI yang menandai adanya dua faksi di masyarakat yang terlibat friksi akut.

Satu faksi gencar mendorong Presiden Joko Widodo untuk membubarkan Ormas Islam FPI. Satu faksilain menjadi simpatisan FPI dan bersikeras untuk menjaga eksistensi Ormas Islam ini agar terus menjalankan peran sosialnya di negeri ini sepanjang republik ini masih ada.

Menurut Sugito Atmo Pawiro, seorang kuasa hukum Habieb Rizieq Shihab, pemerintahan Presiden Jokowi tidak sulit untuk membubarkan ormas semacam FPI tersebut. Habib Rizieq Shihab adalah pendiri FPI semasa Wiranto menjadi Panglima ABRI.

Dengan Perppu Nomor 2/2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17/2013 tentang Ormas yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 16/2017, membuka peluang bagi pemerintah untuk membubarkan ormas tanpa melalui proses pengadilan.

Pembubaran bisa dimaknai bahwa Kementerian Dalam Negeri mencabut Surat Keterangan Terdaftar dan Kementerian Hukum dan HAM mencabut atau membekukan badan hukum Ormas tanpa proses peradilan sebagaimana dimaksud UU Nomor 16 Tahun 2017.

Untuk sampai kepada level beleid ini, harus bisa dibuktikan lebih dahulu bahwa Ormas ini memiliki ideologi selain Pancasila dan terbukti mengganggu ketertiban umum dan keamanan negara.

Sugito mengungkapkan bahwa fakta yang sebenarnya terjadi adalah Izin ormas FPI terdaftar dalam SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 dan sudah habis masa berlakunya pada Kamis, 20 Juni 2019.

Mendagri Tjahjo Kumolo saat itu sebenarnya masih menunggu persyaratan tertentu yang dilengkapi FPI sebagai syarat perpanjangan izin. Tapi, Presiden Jokowi menyatakan, kemungkinan pemerintah untuk tak memperpanjang izin FPI sebagai Ormas.