Rindu Sosok “Bapak Mosi Integral” Muhammad Natsir

natsir“Islam beribadah, dibiarkan. Islam berekonomi, akan diawasi. Islam berpolitik, akan dicabut sampai ke akar-akarnya” (Mohammad Natsir)

Rindu kita pada Muhammad Natsir, bukan rindu seperti rindu kita pada Hasan Al-Banna yang terpaut waktu, atau rindu kita pada Erdogan yang hanya terpaut jarak, tetapi rindu kita pada M. Natsir adalah rindu pada orang yang terlupakan, pahlawan NKRI yang dilupakan sejarah karena banyak orang yang tidak mengenal beliau padahal andil beliau untuk negeri ini amat besar.

Kebesaran pemikiran beliau bisa kita lihat dalam bentuk konkret, pemikiran politik kita ambil contoh nyata dalam “Mosi Integral” beliau yang menyatukan negara kita NKRI, yang sebelumnya berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terbagi menjadi beberapa negara bagian, kemudian disatukan oleh M. Natsir menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang pertama kali dicetuskan saat beliau menjadi Perdana Menteri negeri ini. Beliaulah yang berjasa menyatukan Indonesia, tetapi seakan dilupakan begitu saja, beliau adalah Ulama, Ilmuwan, Politikus ulung idealis. Dalam hal pendidikan, beliau juga mengkonkretkan pemikiranya dengan mendirikan sekolah pada tahun 1927 yang memadukan ilmu umum dengan ilmu agama yang dewasa ini dikenal dengan Sekolah Integral (SDIT, SMPIT dll). Beliaulah yang pertama kali mencetuskan konsep pendidikan ini, dan lagi lagi hal ini terlupakan oleh sejarah, terlupakan atau memang dilupakan?

Pemikiran beliau yang ingin NKRI ini tidak menjadi sekuler atau komunis telah beliau nyatakan dalam penolakanya terhadap konsep NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis) yang dicetuskan oleh Bung Karno. Dari sinilah mulanya beliau berselisih pendapat dengan Bung Karno yang akhirnya berujung pada pembubaran Partai Masyumi, lalu kemudian beliau dipenjara.

Sosok yang amat religius meskipun beliau berpolitik, sosok pemimpin yang telah tergambarkan dengan peran beliau mendirikan Partai Masyumi, partai yang seakan menjadi obat penawar bagi kaum muslimin di panggung politik.

Pun setelah beliau dilarang berkiprah di ranah politik oleh Bung Karno saat itu, beliau tidak serta merta berhenti berjuang. Ini dibuktikan oleh beliau dengan mendirikan lembaga dakwah yang bernama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Beliau memberi sebuah statement yang khas, “Dulu kita berdakwah melalui politik, sekarang kita berpolitik dengan berdakwah”. Sebuah ungkapan yang hebat. Semenjak itu beliau semakin bertambah gigih saja dalam berdakwah, baik dalam taraf nasional pun di dunia Internasional beliau amat dikenal di kancah itu. Puncaknya adalah beliau menjadi Wakil Presiden Rabithah Alam Islami dan dipercayai menyelesaikan konflik dalam dunia Islam.

Muhammad Natsir, Ulama yang arif dikenal sebagai pemimpin sejati dan politisi ulung. Lahir dari daerah yang dikenal kental akan kekuatan keislamanya yaitu di Solok Sumatera Barat 17 Juli 1908. Kini setelah lebih dari 100 tahun dari kelahiran beliau, adakah sosok pemimpin di Negeri ini yang seperti beliau?. Sebagai ummat Islam khususnya mahasiswa muslim di Negeri ini kita akan mengharapkan adanya penerus perjuangan beliau, agar negeri ini tidak dikuasai oleh orang-orang yang mementingkan hawa nafsu belaka, tidak berpaham sekuler yang selama ini hanya membawa bangsa Indonesia ini semakin semrawut saja.

Ideologi perjuangan beliau tentu saja tidak muncul serta merta, melainkan pastilah ada sosok yang menguatkan beliau. A. Hassan adalah tokohnya, beliau adalah pendiri PERSIS (Persatuan Islam), pertemuan M. Natsir dengan A. Hassan amat berpengaruh, dari diskusi rutin yang beliau lakukan bersama A. Hassan telah membentuk pola pikir dan ideologi dalam perjuangan beliau, hingga mengubah arah hidup beliau, sebelum itu M. Natsir bercita-cita amat ingin melanjutkan pendidikan di Jakarta sampai keluar negeri, semenjak bertemu A. Hassan di Bandung lalu membuat media massa disana M. Natsir mengurungkan niatnya itu. Tokoh lain yang ikut andil dalam membentuk ideologi Islam yang kuat adalah H. Agus Salim.

Dari uraian diatas, kita amat sedih jikalau kebanyakan rakyat Indonesia tidak mengenal sosok beliau, M. Natsir yang amat berjasa. Orde Baru telah berhasil dengan programnya untuk membelokan sejarah bangsa. Propaganda yang berulang telah mempengaruhi pikiran bangsa Indonesia untuk melupakan seorang politisi yang berjasa agar negara ini tidak sekuler, agar tetap bercirikan agama Islam sebagai agama pendahulu, agama nenek moyang kita dengan adanya kerajaan kerajaan Islam di nusantara. Kita patut bersyukur dan berterima kasih pada beliau Muhammad Natsir yang membuat negeri ini tidak sepenuhnya sekuler, karena masih ada unsur yang amat Islami dalam sistem maupun susunan UUD 1945, ini adalah salah satu hasil perjuangan M. Natsir dan pejuang lainya seperti Buya HAMKA, Kahar Muzakkar dan lain sebagainya.

Atas perasaan yang mendalam, sampai sampai Buya HAMKA, saudara seperjuangan dari M. Natsir pun menulis sebuah puisi yang khusus dibuat untuk Muhammad Natsir, puisi yang indah, menggambarkan betapa Buya HAMKA juga merasakan perjuangn yang berat itu, berikut puisi yang menyentuh ini :
KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar

Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu

Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi

Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama

Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu……!

Puisi yang di tulis secara khusus untuk Pak Natsir,  pada tanggal 13 Nopember 1957 setelah mendengar uraian pidato Pak Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan islam sebagai dasar negara RI. Puisi yang menggambarkan perasaan yang dalam, pun mewakili kerinduan kita pada sosok “Bapak Mosi Integral” Muhammad Natsir.

Mahasiswa muslim di negeri ini haruslah sadar bahwa estafet perjuangan dari Muhammad Natsir harus terus berlanjut, tidak stagnan apalagi berhenti sama sekali. Sampai tidak ada lagi mafia yang hanya mengurusi perut dan dibawah perut saja, sampai kita cabut unsur sekuler itu sampai ke akar-akarnya.

 

Oleh: Warsito

Mahasiswa S1 Sistem Informasi 2012 di STT Terpadu Nurul Fikri. Aktivis DISC Masjid UI