Seniman di Muka Zaman

SENIMAN DI MUKA ZAMAN
Oleh: Doni Riw (Seniman Yogyakarta)

Aku belajar di kampus seni. Dari sarjana hingga strata dua.

Guru-guru seni ku mengajarkan bahwa seniman itu berdiri di muka zaman.

Berkarya revolusioner. Bersikap out of the box.
Berpikir Radikal.

Aku menjiwai kata-kata yang keluar dari lisan mereka itu.

Meski belakangan melalui pesantren kehidupan, aku melihat cakrawala baru yang lebih sempurna.

Bahwa bukan “out of the box” nya yang penting, tetapi berpegang teguh pada kebenaranlah yang utama.

Pada gilirannya, kedua nilai itu menyatu di benak ku. Berpegang pada kebenaran serta berdiri di muka zaman.

Berteriak lantang serukan kebenaran, di antara sistem dan masarakat yang berpegang kebatilan.

Ketika kebanyakan manusia jatuh ke kubang kebusukan, maka berpegang teguh pada kebenaran adalah berdiri di muka zaman.

Ketika kekuasaan berpihak pada kebodohan dan kezaliman, maka menjadi oposisi yang berpegang pada kebenaran adalah out of the box.

Kini, menjadi beda dari mainstream itu bukan lagi sebatas fashion, tetapi keniscayaan dari sikap idealis pada kebenaran.

Sedangkan berdiri di sisi itu sungguh berat.

Jauh lebih berat dibanding menjadi seniman anti mainstream yang sebatas fashion.

Mulut mengajarkan out of the box, tetapi lidah menjilat rezim.

Lisan mengajak berdiri di muka zaman, tapi pendirian berturut serta pada ketololan yang transparan.

Keberanian memang tak sejajar dengan kepopuleran.

Keteguhan memang tak seiring dengan pangkat dan jabatan.

Kepada guru-guru seniku, terima kasih tlah mengajarkan ku tuk berdiri di muka zaman.

Ku harap kalian segera menyusul pada kebenaran.

Tinggalkan jerat kekuasaan, popularitas, pangkat dan jabatan. []

Jogja 7418
(kk/wa)