Suara Seorang Pembela Fanatik: Kemana Jokowi Akan Membawa Kita?

Kasus lain yang baru terungkap antara lain adalah bagi-bagi jatah ekspor benur Lobster oleh menteri kelautan baru yang mengantikan Susi Pudjiastuti kepada konco-konconya. Inilah menteri baru yang membatalkan beberapa kebijakan Susi, termasuk penenggelaman kapal kapal asing yang mencuri ikan di laut kita.

Masih segar dalam ingatan kita ketika presiden pada pelantikan menjelang jabatan periode keduanya antara lain mengatakan di hadapan sidang MPR, 20 Oktober 2019: “Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat dan birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot.”

Belum berselang lama tersebar rekaman pidato presiden pada sidang kabinet tertutup yang menunjukkan kemarahan beliau terhadap kinerja menteri-menterinya dan lagi berjanji akan tidak ragu bertindak. Ketika tindakan presiden dinanti-nanti, Menteri Sekretaris Negara justru membantah dan menyampaikan tidak ada relevansi antara kegusaran presiden dan rencana kocok ulang kabinet.

Kejutan terbaru pada saat saya menulis kolom ini adalah keputusan presiden untuk menugasi Menteri Pertahanan, bukan Menteri Pertanian, menggarap lumbung pangan. Alasannya, ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional.

Bagaimana dengan ketahanan keuangan, telekomunikasi, pendidikan, dan lain sebagainya? Apakah ini juga bagian dari ketahanan nasional dan perlu juga ditugaskan ke Menteri Pertahanan?

Semua itu ditambah lagi dengan sikap presiden sebagai seorang ayah yang menduduki kekuasaan tertinggi di negeri ini, membiarkan putranya yang masih hijau dan tidak berpengalaman, maju sebagai Calon Walikota Solo. Presiden tidak berdaya membujuk putranya untuk sabar menanti lima tahun lagi setelah selesai masa baktinya sehingga tidak ada spekulasi macam-macam keterlibatan kekuasaan tertinggi negara dalam proses pemilihannya.

Sesungguhnya banyak dari kami yang bertanya-tanya, apa sebenarnya yang sedang terjadi pada seorang Jokowi yang pada periode pertama menghasilkan prestasi yang cukup mengesankan? Bisa saja kita mengatakan bahwa Jokowi yang bukan petinggi partai apa pun memerlukan segala macam pembiaran itu. Karena bila tidak, maka rezimnya akan mengalami berbagai kesulitan melaksanakan berbagai tugas tanpa dukungan kekuatan politik yang nyata.

Tidak sadarkah beliau bahwa masa bulan madu dengan politisi pendukungnya itu akan berumur tidak lebih lama dari dua tahun dari sekarang ketika mereka akan ramai-ramai meninggalkan misi presiden dan berkonsentrasi pada perebutan kekuasaan pada pemilu 2024?

Tidak lama setelah pelantikannya, Presiden Jokowi pernah mengungkapkan bahwa beliau tidak punya beban lagi. Kami menafsirkannya karena setelah 2 periode beliau tidak akan maju lagi sebagai presiden.

Pada mulanya orang bernapas lega karena tidak berbeban itu ditafsirkan sebagai tidak akan dapat disandera oleh kekuatan politik yang mengusungnya. Kenyataannya, dari berbagai peristiwa yang disebut di atas, “tidak berbeban” itu tampaknya bukan demikian maknanya, tetapi lebih sebagai tidak peduli dan bebas dari beban gangguan aspirasi, keberatan, serta protes dari rakyat pemilihnya.

Sebagai pendukung Jokowi, setelah memperhatikan begitu banyak kondisi suram yang lepas kendali atau terkesan dibiarkan dalam waktu yang sangat singkat, bahkan tidak sampai setahun dalam pemerintahan Jokowi periode dua ini, khususnya kondisi penegakan hukum yang makin memprihatinkan, sulit bagi saya untuk mengatakan bahwa dukungan saya kepada Presiden Jokowi masih dapat dipertanggungjawabkan.

Sikap ini, saya rasakan, juga disuarakan oleh banyak pendukung lain yang kecewa pada kinerja tahun pertama periode dua Jokowi yang mencuatkan berbagai kejutan yang menimbulkan kerisauan.

Bila dalam waktu dekat tidak muncul tanda-tanda yang mengindikasikan langkah-langkah nyata dalam rangka mengoreksi semua itu, maka akan sangat sulit bagi orang seperti saya dan banyak pendukung lain untuk bertahan sebagai barisan “pembela” Jokowi.

Tentu saja saya sama sekali tidak bermaksud mengatakan bahwa dukungan atau penolakan saya dan kawan-kawan punya bobot politik dan pengaruh terhadap nasib politik Jokowi ke depan. Tanpa kami pun Pak Jokowi bisa jadi akan sukses besar karena pandangan kami ternyata keliru oleh sebab ketidakmampuan kami menangkap apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Bila demikian, anggap saja tulisan pendek ini sebagai upaya meringankan beban moral yang saya pikul dan sekaligus sebagai penyalur unek-unek. Siapa tahu ada gunanya.

Semoga Tuhan memberi petunjuk kepada kita semua. (*glr)

Penulis: Abdillah Toha