Surat Terbuka Buat Adikku Gustika Yusuf Hatta

Dialah leluhur partai-partai di indonesia. Peletak dasar perjuangan sipil lewat partai politik. Datuk juga yang merumuskan kalimat proklamasi yang super efisien itu. Datuk yang mendiktekannya lalu ditulis tangan Eyang Karno.

Kata Eyang Karno, “Bahasa Indonesia Hatta lebih baik dari saya, biar ia merumuskan kata-katanya, saya menuliskannya saja”.

Datuk juga yang merumuskan pasal 33 dalam Konstitusi kita. Ya, pasal yang fenomenal itu. Yang menjadi landasan perjuangan ekonomi kita (seharusnya).

“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Ya, beliau suka dengan kata-kata “adil dan makmur”. Datuk kita suka terlibat mengurusi soalan orang-orang banyak. Soalan rakyat.

Datuk kita juga seorang cendikiawan. Kata-katanya terukur dan dalam. Dia jauh dari sumpah serapah.

Pun datuk adalah politikus ulung. Pernah pula menjadi Perdana Menteri. Beliau memberi makna positif dan terhormat tentang politik, perjuangan politik, politisi, partai, diplomasi, dan kedaulatan ekonomi, dan lain-lain.

Aliran politik Datuk kita adalah aliran politik pendidikan kader-kader. Bukan aliran propaganda demagogi massa. Di sana Datuk berbeda jalan dengan Eyang Karno.

Ada fase dalam hidup Datuk kita yang seiring dengan Eyang Karno, tapi ada pula masa dalam hidupnya Datuk berbeda tajam secara prinsip dan jalan perjuangan dengan Eyang Karno. Tapi yang dilakukan oleh Datuk adalah pertikaian terhormat dua orang sahabat dalam politik.

Dia serang gagasan Eyang Karno, dia ajak bertikai Eyang Karno dalam fikiran. Tapi Datuk tetap hormat dan sayang dengan Eyang Karno sebagai sahabat. Dia tidak pernah mengumpat, mencaci, apalagi menyerang pribadi. Datuk kita cool saja. Tenang.

Gustika Sayang.

Ingin lebih panjang lagi aku tulis surat untukmu. Tapi sepertinya di era technology ini, ada baiknya kita membiasakan kembali tradisi lama keluarga kita. Berkumpul-kumpul di meja makan dan mematikan HP. Berbicara sembari menatap mata lawan bicara dan membagi cerita dalam canda tawa keluarga yang hangat.

Anggaplah ini undangan makan malam terhormat dari saudara laki-lakimu. Sepupumu yang tiba-tiba karena perjalanan hidup, harus kamu terima sebagai fakta. Sebagai sebuah kenyataan bahwa kita adalah saudara.[kb/fb]

Salam
Miftah N Sabri (Tanpa Hatta di belakangnya)
Semoga Adikku Gustika faham moral story dari suratku ini.