Surat Terbuka Fahri Hamzah Untuk Rezim dan Pendukungnya

Hukum dan keadilan adalah nyawa demokrasi kita. Apabila ia tak ada lagi maka demokrasi kita telah mati. Dan kita tak ingin menyiapkan keranda jenazah bagi demokrasi kita yang mahal. Tidak ada penyesalan paling besar bagi bangsa ini kecuali kematian demokrasi.

Tapi pagi, di lapas Cipinang, aku menyaksikan sebuah adegan yang menegangkan. Karena adanya “atur mengatur” yang ingin dilakukan kepada Ahmad Dhani. Rupanya, belum puas ia dibui 1,5 tahun, Ada yang ingin ia ditahan di tempat yang jauh dari jangkauan keluarga dan kerabatnya.

Dibuatlah sebuah penetapan baru yang tidak lumrah, jaksa Surabaya yang tidak punya kewenangan menahan Ahmad Dhani meminta hakim PT tempat banding dilakukan agar membuat penetapan baru. Padahal JPU hanya boleh meminjam terdakwa. Namanya juga pinjam harusnya tau diri.

Tapi mereka bisa mengatur, dan Ahmad Dhani semacam akan dieksekusi di tempat baru. Tercium aroma tidak sedap permainan ini, ketika orang-orang besar di Jakarta saling menelepon dan semuanya tidak diputuskan berdasarkan hukum tetapi loby dan koneksi.

Sudah lama hukum kita telah menjadikan loby dan koneksi sebagai metodologi. Hukum tak lagi tunduk pada aturan dan prosedur yang tetap dan pasti. Kasus Ahmad Dhani adalah cermin diri bangsa ini yang telah melenceng jauh meninggalkan Negara Hukum dan Demokrasi.

Maka,

Esok kasus Ahmad Dhani akan menjadi tontonan yang menegangkan sampai 70-an hari ketika rezim ini sedang di tawarkan kembali kepada rakyatnya apakah akan bertahan atau diganti. Di tangan rakyat sekarang ada tombol hukuman hidup atau mati bagi rezim ini.

Kita lihat saja nanti.

Rezim ini sedang menghadapi ujian yang pasti. Mandat ada di tangan rakyat kita sendiri. Hukumannya hanya 2: hidup atau mati! Sekian. (*)

Penulis: Fahri Hamzah