Tadzkirah Majelis Mujahidin Kepada MUI Pusat

Kepada
Ketua MUI Pusat Cq. Panitia KUII Ke-V
Di Jakarta

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kongres Umat Islam Indonesia Ke-5 (KUII Ke-V) yang direncanakan berlangsung 7-10 April 2010, patut mendapat dukungan umat Islam. Dan karena itu, sebagai penyelenggara, Majelis Ulama Indonesia (MUI) semestinya terikat dengan kaidah-kaidah Islam; bukan menjadi subordinasi kekuasaan atau terkooptasi ke dalam pragmatisme politik.

MUI hendaknya menjadi kekuatan yang mampu menepis stigmatisasi negative terhadap tuntutan formalisasi Syari’at Islam di lembaga Negara, dan menjadi tauladan praktis dalam menyatukan potensi ummat sebagaimana firman Allah Swt dalam Qs. ash-Shaff 61:3, Qs. Al-Mukminun 23:53, Qs. Ar-Rum 30:32 dan Qs. Al-Hujurat 49:9-13.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka Majelis Mujahidin mengajukan tadzkirah kepada MUI Pusat Cq. Panitia KUII Ke-V atas beredarnya release dan kampanye hitam (black campaign) yang dipublikasikan melalui HU Republika 8 April 2010, juga media online internet (web site MUI, NU, Hidayatullah, Republika dsb) yang menyatakan bahwa :
Panitia Kongres Umat Islam Indonesia ke-5 (KUUI Ke-V) tidak mengundang perwakilan ormas Islam yang dianggap controversial seperti Jamaah Islamiah (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).”

Alasan tidak mengundang ormas yang dianggap kontroversial tersebut, “dikhawatirkan akan mengganggu kepentingan yang lebih besar, yakni keinginan untuk menumbuhkan perekonomian umat.”

Majelis Mujahidin menganggap pernyataan di atas sebagai penghinaan terhadap sesama organisasi Islam. Pertanyaannya, kategori kontroversial terhadap Majelis Mujahidin dan lainnya itu, berdasarkan stigmatisasi dari musuh Islam ataukah berdasarkan hasil penelitian MUI? Lalu kriteria apa yang digunakan atas penilaian tersebut, sehingga mengklaim eksistensi Majelis Mujahidin dalam kongres, akan menghancurkan ekonomi umat? Orang lain menilai, gangguan perekonomian Negara akibat kerusakan sistem Negara yang menganut neoliberalisme, mengapa MUI malah menuduh rakyat Muslim yang menjadi biangkeroknya?

Apabila pernyataan panitia hanya berdasarkan asumsi, tanpa menjelaskan qarinah syar’iyahnya, berarti Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan visualisasi negative terhadap Majelis Mujahidin di hadapan publik, dan secara indirek telah memosisikan diri sebagai perpanjangan tangan musuh-musuh Islam.

Lebih dari itu, tindakan panitia KUII ke-5 merupakan tindak pidana dengan melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap pihak lain. Oleh karena itu, Majelis Mujahidin menuntut kepada MUI Cq. Panitia KUII Ke-V :

  1. Mencabut pernyataan dalam HU Republika dan lainnya, sekaligus meminta maaf atas pernyataan tersebut yang dimuat di Koran seluruh Indonesia.
  2. Menyatakan secara terbuka bahwa misi dan visi Majelis Mujahidin adalah benar, dan bersedia melakukan debat terbuka berkenaan dengan amburadulnya negara RI, dan seberapa jauh peranan MUI dalam melahirkan suasana yang tidak Islami di Negara RI.
  3. Panitia KUII Ke-5 telah bersikap otoriter dengan menghilangkan hak ormas Islam yang memperjuangkan tegaknya Syari’at Islam seperti MMI, HTI dan FPI, untuk hadir dalam Kongres yang mengatasnamakan umat Islam Indonesia.

Apabila tuntutan ini tidak diindahkan, maka sesuai keputusan Mudzakarah Pimpinan ke-2 Majelis Mujahidin, 25 April 2010, maka MMI akan meneruskannya sebagai delik hukum tindak pidana dan menyatakan bahwa penyelenggaraan KUII ke-5 oleh MUI telah berdusta atas nama umat Islam.

Untuk itu, kami menunggu respon pimpinan MUI secepatnya, dan atas perhatiannya kami ucapkan jazakumullahu khairan katsiran.

Jogjakarta, 11 Jumadil Awwal 1431/25 April 2010
Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin

Irfan S. Awwas, Ketua Umum

M.Shabbarin Syakur, Sekum

Menyetujui Amirul Mujahidin, Drs. M. Thalib

Tembusan :
1.Seluruh peserta KUII Ke-V
2.Seluruh media massa