Terjemahan Fatwa Bin Baz

Assalamu’alaikum

Ada sebuah tulisan "menghebohkan" yg intinya "menyerang" Syaikh Bin Baz meskipun dibalut judul fenomena "seks bebas"  dengan berbalut nikah dengan niat cerai yg "dihalalkan" karena dengan alasan fatwa Syaikh Bin Baz tersebut…

Ditulisan tersebut juga dicantumkan "fatwa" beliau dalam bahasa Arab, maka agar tidak terjadi kesalahpahaman mohon untuk fatwa tersebut diterjemahkan tanpa ada pengurangan maupun penambahan.

Syuqron katsir…

Wassalam’alaikum…

Putra

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Fatwa beliau ada di:

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/archive/index.php/t-37133.html

Terjemahannya kira-kira sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim

Para masyayikh kami yang agung, juga para penuntut ilmu yang mulia, assalamu’alaykum warahmatullahi

Syaikh Ibn Baz Rahimahullah berfatwa atas bolehnya menikahya seseorang yang meng-krenteg-kan dalam niatnya (untuk) mentalak istrinya setelah habis masa tertentu. Beriukut teks fatwanya:

Saya mendengar atas engkau fatwa di salah satu kaset yang memperbolehkan pernikahan di negeri asing. Orang yang menikah meniatkan (akan) meninggalkan(istri)nya setelah masa tertentu, seperti ketika habisnya masa tugas (dawrah, arti letereleknya: pelatihan/giliran/shift) atau misi (ibti‘ats, arti letereleknya: pengutusan). Apakah perbedaan antara pernikahan (model) demikian dengan nikah mut’ah?

-jawaban: ya, saya telah mengeluarkan fatwa di Lajnah Daimah, dan saya menjadi ketuanya, atas bolehnya menikah dengan (adanya) niat cerai, jika hal tersebut adalah antara seorang hamba dan Tuhannya, ketika ia menikah di negeri-negeri asing, dan niatannya adalah ketika ia sudah pragat (rampung, selesai) dari (misi) belajarnya, atau karena keberadaan dia sebagai seorang pegawai atau sejenis hal-hal tersebut untuk kemudian menalak (bercerai), maka tidak ada masalah (fa la ba’sa) dengan hal ini, menurut jumhur ulama.

Niat ini hanya (ada) antara dia dan Allah—Subhanahu—dan tidak termasuk syarat.

Adapun perbedaan antara nikah ini dengan nikah mut’ah: sesungguhnya nikah mut’ah terdapat syarat di dalamnya yaitu masa tertentu yang diketahui (ma’lumah: pemahaman saya: diberitahukan ketika akad) seperti satu bulan, atau dua bulan, atau satu tahun, atau dua tahun, atau seperti hal tersebut. Ketika masa yang telah disebutkan itu habis, maka nikahnya pun selesai (infasakha/rusak). Ini adalah nikah mut’ah.

Adapun keberadaan seorang hamba (lelaki) yang menikahinya (perempuan) atas sunnah Allah dan Rasul-Nya, tetapi dalam hatinya (meniatkan) jika ketika sudah habis masa (tinggalnya) dari suatu Negara lalu akan menceraikannya, maka hal ini tidaklah membahayakannya (lelaki itu). Dan niat ini bisa berubah-ubah (qad tataghayyarat: pemahaman saya: berubah2 masa waktu nikahnya) dan tidak diumumkan (ma’lumah: pemahaman saya: diberitahukan) dan tidak pula menjadi syarat, tetapi niat tersebut hanyalah antara dia (si lelaki) dan Allah. Maka tidaklah membahayakannya hal tersebut.

Dan hal ini menjadi sebagian dari sebab-sebab kehormatanya dari zina, perbuatan-perbuatan keji, dan ini adalah pendapat jumhur ahli ilmu yang diriwayatkannya oleh “shahib” (?).

Adakah para masyayikh kami yang agung yang sekiranya dapat memberitahukan kepada kami, siapakah dari ulama salaf atau shahabat yang berpendapat bolehnya menikah dengan niatan talak?

Wa jazaakumullahu khayra baarakallahu fiikum

redaksi.