Ulama Terdahulu dan Kemerdekaan di Atas Kertas

Apa iya didukung pula beasiswa dan sponsor ini dan itu? Sedang ulama terdahulu sampai menjual barang-barangnya, hanya tuk menuntut​ ilmu. Berlelah-lelah, bersusah-susah. Saat namanya besar pun tetap jaga tirakat dalam hidupnya.

Saat ini hubbud dunya, sesuai nubuah, menjamur di hadapan kita. Tak terkecuali penyampai agama. Kepincut kepopuleran dan kemewahan. Era Kalabendu, gelombang fitnah akhir zaman. Masa yang terbolak balik.

Tanpa malu kita menumpuk harta di tengah jerit tangis umat yang makin kesusahan hidupnya. Dimana mau diletakan qalbu atas Qs. al Maun?

Kita rindu sosok pemberi ketauladanan akhlak, berbuat tanpa pamrih, menebar kesejukan. Jika pun kaya raya tapi hidupnya tetap seadanya, hartanya diberikan untuk umat, menghindari kepopuleran, rela berkorban laiknya jejak para ulama terdahulu.

Tak perlu kita berkhayal mengikuti jejak Nabi. Cukup sadar diri. Itu terlalu melangit. Mustahil. Baru mampu menyulap tampilan dan ibadah fisik serasa sudah mengikuti Nabi dengan ciamik.

Ketika kita mengaku ahli sunah seperti klaim konyol bagi diri, yang cuma produk akhir zaman. Malu sekali pada hewan dan tumbuhan yang selalu berdzikir dengan senyap. Sedang kita, mengikuti pengorbanan Ulama-ulama terdahulu saja tak mau dan tak mampu.