Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghofur

Eramuslim – Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghofur – Di antara pokok bagian yang termasuk point pembahasan I’jaz Al-Qur’an adalah menceritakan kisah-kisah umat terdahulu. Hal itu bukanlah tanpa alasan. Terdapat banyak sekali hikmah dari setiap kejadian dan peristiwa yang dapat diambil pelajaran untuk umat-umat yang datang setelahnya.

Salah satu kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an adalah kisah kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu. Kerajaan ini berada di negeri yang bernama Saba’; sebuah negeri yang berada di Syam. Hingga nama Negeri Saba’ terabadikan secara khusus menjadi nama satu surat dalm AlQur’an.

Di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Saba’ mendapat sebutan khusus dari Allah, yaitu baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.

Istilah ini diambil dari firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala ketika menyebut Negeri Saba’ yang pada waktu itu indah dan subur alamnya, dengan penduduk yang selalu bersyukur atas nikmat yang mereka terima.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepadaNya!’. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr”. [Saba’/34:15].

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah, ketika menafsirkan ayat ini, ia mengatakan:

“Saba’ adalah (sebutan) raja-raja Negeri Yaman dan penduduknya. Termasuk diantara mereka ialah raja-raja Tababi’ah dan Ratu Bilqis -isteri Nabi Sulaimân-. Dulu, mereka berada dalam kenikmatan dan kebahagiaan (yang meliputi) negerinya, kehidupannya, kelapangan rizkinya, tanaman-tanamannya, dan buah-buahannya. Allâh mengutus kepada mereka beberapa rasul, yang menyeru mereka agar memakan rizki yang diberikan-Nya, dan agar bersyukur kepada-Nya dengan mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Keadaan mereka (yang baik) itu terus berlangsung hingga (waktu) yang dikehendaki Allâh, lalu mereka berpaling dari apa yang diserukan kepada mereka, sehingga mereka dihukum dengan datangnya banjir bandang dan terpencar-pencarnya mereka di banyak negeri”.

[Tafsir Ibnu Katsîr, 6/504].

>> BACA JUGA: Pelajaran Hidup dari Kisah Kaum Saba’

Maksud dari istilah “baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur”

Jika dimaknai dari sudut pandang bahasanya (makna lughowi), istilah ini terangkai dari dua susunan kalimat yang digabung dengan menggunakan kata sambung (wa). Baldatun thoyyibatun, yang berarti Negara yang baik.  Sedangkan Rabbun Ghafur, tuhan yang maha pengampun.  Sedangkan kata sambung wa disini diartikan dengan. 

Istilah ini dalam bahasa arab termasuk dalam kategori ijaz, yaitu meskipun istilah ini singkat namun maknanya padat, dan dapat mewakili semua kebaikan yang dulunya ada pada Negeri Saba’ tersebut, karena “negeri yang baik” bisa mencakup seluruh kebaikan alamnya, dan “Rabb Yang Maha Pengampun” bisa mencakup seluruh kebaikan perilaku penduduknya sehingga mendatangkan ampunan dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Rabb alam semesta.

Makna istilahi menurut ahli tafsir

Dalam tafsir Asy-Syaukâni rahimahullah disebutkan: “Maknanya (baldatun thayyibatun) ialah: ini negeri yang baik, karena banyaknya pohon-pohon, dan bagus buah-buahannya”.

Dalam tafsir At Thabari, ibnu Zaid menambahkan keterangan kebaikan Negeri Saba’: “Di daerah mereka, sama sekali tidak pernah terlihat ada nyamuk, lalat, kutu, kalajengking, dan ular. Apabila seseorang masuk ke dalam dua tamannya, dan meletakkan keranjang di atas kepalanya, maka pada saat keluar, keranjang itu akan penuh dengan beraneka buah-buahan, padahal ia tidak memetiknya dengan tangannya”.

Sedangkan rabbun ghafur, At-Thabari rahimahullah mengatakan, “Rabb kalian adalah Rabb Yang Maha Pengampun, jika kalian mentaati-Nya”. [Tafsir Thabari, 19/248]. Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan: “Yakni (Rabb kalian) adalah Rabb Yang Maha Pengampun, jika kalian terus-menerus dalam mentauhidkan-Nya”.

Ibnu Katsîr rahimahullah juga mengatakan: “Para ahli tafsir yang lain mengatakan, dahulu di negeri mereka sama sekali tidak ada lalat, nyamuk, kutu, dan hewan-hewan yang berbisa. Hal itu karena cuaca yang baik, alam yang sehat, dan penjagaan dari Allâh, agar mereka mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya”.

Dari beberapa pendapat ahli tafsir, dapat diartikan bahwa baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur adalah sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya. Secara lebih luas, ialah sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan dunia dan akhirat, wallâhu a’lam.

>> BACA JUGA: Negeri Ideal Yang Didambakan

Dalam surat Saba’ dikisahkan bahwa Negeri Saba’ merupakan negeri yang alamnya baik dan penduduknya shalih, sehingga mereka menerima kenikmatan sangat luar biasa tersebut.

Namun karena akhirnya perilaku mereka itu berubah dan luntur, maka turunlah azab atas mereka yang menghapuskan kenikmatan-kenikmatan yang sebelumnya mereka terima.

Ini merupakan pelajaran sangat berharga bagi umat manusia setelahnya, dan merupakan petunjuk nyata dari firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Sesungguhnya jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat-Ku) untuk kalian. Namun bila kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sungguh azabku sangat berat.

Pelajaran Penting dari Peristiwa Negeri Saba

Hal ini menjadi pelajaran terpenting bagi masyarakat sebuah negara yang ingin memiliki negara yang termasuk baldatun thoyibatun wa rabbun ghofur, sebuah negara impian.

Yaitu sebuah negeri yang memiliki gambaran sebagai berikut:

  • Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya.
  • Negeri yang penduduknya subur dan makmur, namun tidak lupa untuk bersyukur.
  • Negeri yang seimbang antara kebaikan jasmani dan rohani penduduknya.
  • Negeri yang aman dari musuh, baik dari dalam maupun dari luar.
  • Negeri yang maju, baik dalam hal ilmu agama maupun ilmu dunianya.
  • Negeri dengan penguasa yang adil dan shalih, dan penduduk yang hormat dan patuh.
  • Negeri yang di dalamnya terjalin hubungan yang harmonis antara pemimpin dan masyarakatnya, yaitu dengan terwujudnya saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Dari kisah negeri Saba’ yang permai menjadi negeri yang di adzab Allah, dapat disimpulkan bahwa aspek agama sangat memiliki arti penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Banyak negara-negara yang hancur dikarenakan melalaikan syariat agama atau bahkan menentangnya. Seperti kaum ‘Ad, Tsamud, dan lainnya.

Oleh karena itu, untuk mencapai predikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, di samping harus memperhatikan faktor yang menjadi penyebab kebaikan sebuah negeri dipandang dari sisi dunia, juga harus memperhatikan jika dipandang dari sisi agama.

Sedangkan faktor yang menjadi penyebab kebaikan dan keberkahan sebuah negeri:

Yang pertama: memurnikan amalan ibadah hanya untuk Allâh. Hal ini merupakan representasi dari persaksian seorang muslim dari Lâ ilâha illallâh (tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allâh), juga tujuan diciptakan manusia, dan perintah Allâh yang paling agung.

Yang kedua: mengikuti apa yang dicontohkan rosulullah dalam kehidupan sehari-hari. dan ini sebagai perwujudan dari persaksian “Muhammadur-Rasulullâh” (Nabi Muhammad adalah utusan Allâh. Kedua pilar ini harus diaplikasikan oleh masing-masing individu masyarakat dalam sebuah negara tersebut.

Wallahu a’lam.