Dahulukan Bendera La Ilaha ill-Allah Bukan Panji Moralisme

          Barangkali ada yang mengatakan : Sesungguhnya adalah dalam kekuasaan Muhammad s.a.w. untuk mengumumkan suatu da’wah reforrnasi yang menyangkut dengan perbaikan budi pekerti, pembersihan masyararakat dan pensucian diri. 

         Barangkali ada yang mengatakan : Sesungguhnya Muhammad shollollahu alaihi wa sallam pada waktu itu dapat menjumpai jiwa-jiwa yang baik yang merasa sakit melihat kekotoran ini, sebagaimana dijumpai oleh setiap reformis susila di setiap lingkungan. Jiwa-jiwa ini dipengaruhi oleh keluhuran dan keinginan untuk memperkenankan seruan reformasi dan pembersihan.

          Barangkali ada orang yang berkata : Seandainya hal itu diperbuat oleh Rasulullah s.a.w. semenjak dari pertama kali tentulah ia akan diperkenankan oleh sejumlah orang yang baik, yang bersih budi pekertinya, yang suci jiwa mereka, sehingga mereka itu lebih dekat untuk menerima dan memikul aqidah, dan tidak perlu lagi mengobarkan seruan La ilaha illa-llah yang menimbulkan opposisi yang kuat semenjak permulaan jalan.

Jelas sekali bahwa saat Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam diperintahkan Allah untuk berda’wah di Mekkah beliau menghadapi problema kebangkrutan moral di tengah masyarakat. Adalah sangat wajar bila orang mengusulkan agar Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengawali da’wahnya dengan mengibarkan bendera Moralisme. Artinya bisa saja Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyerukan suatu gerakan reformasi moral, apalagi beliau sendiri terkenal berakhlak mulia.