Pengantar "Penetrasi Ideologi"

Ada sementara orang yang berpendapat bahwa pembangunan kehidupan bermasyarakat akan berjalan lamban dan tersendat bilamana kita masih saja bekutat dalam perdebatan melelahkan soal urusan ideologi. Mereka mengusulkan agar perhatian dan tenaga difokuskan pada karya nyata pembangunan saja. Sehingga kehidupan menjadi konstruktif dan tidak menguras energi konflik dalam urusan ideologis. Logika tersebut sepintas masuk di akal dan layak diterima.

Namun jika kita kaji Al-Qur’an akan ditemukan ayat-ayat yang selalu saja mengingatkan kita akan penting dan selalu relevannya problema aqidah atau ideologi. Bahkan pengutusan para Nabi dan Rasul Allah ’alaihimus-salaam seluruhnya diiringi pesan universal yang bermuatan ideologis.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: Sembahlah Allah saja, dan jauhilah Thaghut itu”(QS An-Nahl ayat 36)
Para Nabiyullah diutus untuk memastikan kaumnya memeluk keyakinan, aqidah serta ideologi Rabbani. Bahkan Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaihi wassallam dalam keseluruhan masa perjuangan da’wahnya yang berlangsung selama 23 tahun menghabiskan 13 tahun sendiri untuk mengokohkan aqidah para sahabatnya radhiyallahu ’anhum. Beliau belum beranjak kepada urusan lainnya sebelum masalah ideologi tertanam kuat di dalam dada para pengikut setianya.

Berbagai urusan lainnya, pada hakikatnya merupakan pengejawantahan dari kemantapan ideologi. Aspek ibadah, akhlak, sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan-keamanan dan militer hanya akan tampil dengan lengkap dan utuh bilamana landasan ideologisnya telah tertancap dengan dalam dan mantap.

Bahkan dalam banyak ayat kita temukan seruan para utusan Allah kepada kaumnya sebagai berikut:

يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

"Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." (QS Al-A’raf 59)
Seruan kepada ideologi Rabbani ini pulalah yang menimbulkan kegusaran dan permusuhan kaum musyrikin kepada ahli Tauhid.

كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ

”Amat berat bagi orang-orang musyrik apa yang kamu seru mereka kepadanya.” (QS Asy-Syuuro 13)

Kesombongan menjadi respon pertama yang ditampilkan oleh para kaum kafir ketika diajak kepada ideologi Rabbani yang intinya adalah ajakan untuk mengesakan ilah, yakni Allah subhaanahu wa ta’aala.

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.”(QS Ash-Shaaffaat 35)
Jadi, sepanjang sejarah kemanusiaan konflik ideologi senantiasa mewarnai kehidupan di dunia. Kompetisi dan persaingan dominasi penetrasi ideologi akan senantiasa berlangsung sepanjang zaman. Dengan kata lain, barisan ahli Tauhid tidak sepatutnya mengatakan bahwa konflik ideologis telah berlalu. Ia tidak akan pernah selesai hingga kita menyaksikan bagaimana Allah mengganjar pemeluk ideologi Rabbani dengan surgaNya dan pemeluk ideologi selainnya dengan siksa nerakaNya. Wa na’udzubillahi min dzaalika.-