Australia Dulu Bagian Dari Nusantara, Aborigin Marege: Perang Melawan Inggris itu “Jihad Kaphe”

Wilayah dinamai oleh Matthew Flinders, penjelajah Inggris yang berkunjung ke tempat itu 1828. Menurut catatan Makassar seperti yang telah ditulis sebelumnya, daerah pesisir Arnhem Land disebut Marege, sementara pesisir region Kimberley di Australia Barat yang bersebelahan dinamakan Kayu Jawa.

Kontak Gowa dengan suku Aborigin Yolngu (Yolŋu)

Prof. Regina Ganter, seorang sejarawan dari University of Griffith, Brisbane, Australia, telah meriset salah satu suku Aborigin Marege yang ternyata berbahasa Melayu Makasar. Marege adalah desa kuno di Tanah Arnhem (Arnhem Land) di daerah Darwin, dan Australia bagian utara.

Penghuni asli wilayah Tanah Arnhem ini adalah suku pribumi Aborigin Yolŋu (baca: Yolngu), yang sebelum kedatangan orang Eropa diketahui telah berhubungan dagang dengan pelaut atau pedagang dari Bugis/Makassar dan Melayu.

Dalam risetnya, Prof. Regina menuturkan bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669) kapal-kapal Phinisi dari Makasar menguasai perairan teluk antara Carpentaria – Darwin, untuk mencari tripang.

Prof. Regina mendapat fakta yang menakjubkan, bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan Gowa Tallo di Makasar, Sulawesi Selatan.

Komunitas ini sudah ada sejak abad ke 17 atau sekitar tahun 1650-an dan menyebarkan Islam di Australia Utara hingga ke desa yang pada masa lalu disebut sebagai desa “Kayu Jawa” di Australia Barat.

Begitu fenomenalnya suku Yolngu, sampai dibuat film drama yang berjudul “Yolngu Boy” pada tahun 2001 yang menceritakan tiga bocah suku Yolngu melewati transisi dari kehidupan anak-anak menjadi remaja.

Keuntungan film drama ini sebesar $645,700 dan itupun hanya keuntungan dari penayangannya di Australia saja. Film suku Yolngu lainnya adalah “Ten Canoes” pada tahun 2006 dan memenangi beberapa penghargaan (award) seperti AACTA Awards Australia, Cannes Film Festival, Flanders International Film Festival Ghent, Satellite Award dan lainnya.

Tanah Arnhem adalah wilayah Kerajaan Goa-Tallo

Kerajaan Goa-Tallo adalah penyatuan Gowa dan Tallo, oleh Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa’risi’ Kallonna. Ia kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata.

Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk mendanai kerajaan.

Begitu dikenangnya raja Tumapa’risi’ Kallonna ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis sebagai “Goa”, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan.

Rakyat dari kerajaan besar ini berasal dari Suku Makassar yang sebagian besar bermukim di ujung selatan pulau Sulawesi dan juga di wilayah pesisir barat bagian selatan atau wilayah tenggara dari pulau itu.

Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.

Kerajaan ini juga memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin yang saat itu melakukan peperangan, yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669).