Ganja: Konspirasi Perusahaan Farmasi Dunia dan Faktanya (bag.2)

Setiap obat pabrikan yang dokternya sarankan untuk meringankan satu gejala selalu berujung kepada pengkonsumsian obat-obatan lainnya untuk sekedar meredakan efek samping dari obat tersebut.

Obat penghilang rasa sakit contohnya, selalu berujung kepada hilangnya nafsu makan dan sembelit.

Juga obat anti-mual, ungkapnya, malah mengakibatkan masalah lain seperti melangitnya kadar gula dalam tubuh rentannya.

Begitu seterusnya, dan bisa dibayangkan nominal uang yang harus disediakan untuk sekedar berusaha mempertahankan keberlangsungan hidup belaka.

Selepas setahun perawatan yang menyengsarakan, kanker pankreas Gustin akhirnya hilang, meskipun dia sadar bahwa kanker itu hilang hanya untuk kembali merongrong nyawanya.

Mual dan nyeri adalah kesetiaan yang senantiasa menemani kapanpun selepas perawatan “IV Booster of Chemoteraphy“. Bahkan “makan”, salah satu hal paling menyenangkan dalam hidup, kini baginya adalah peperangan yang menyengsarakan setiap harinya, dimana setiap suapan sendok adalah sebuah kemenangan.

Juga tidur, satu aspek paling vital untuk membantu proses recovery dan hiburan untuk kesengsaraan sehari-harinya, kini menjadi satu hal yang sangat sulit untuk dimiliki.

“This is not a law-and-order issue; it’s a medical and human rights issue.“

“Menghisap ganja adalah satu-satunya cara untukku meredakan mual, meningkatkan nafsu makan dan memudahkan kantuk untuk datang di akhir hari.”

Beruntunglah beberapa temannya, yang tentunya tak tega melihat kesengsaraan sang hakim rela (dengan risiko pribadi) menyediakan akses untuk ketersediaan ganja medisnya.

“Di posisiku yang masih aktif sebagai hakim dan bekerja mengadili kasus-kasus, banyak teman dan relasi yang mempertanyakan keputusanku mengangkat isu ini.

Ini kulakukan karena kesadaran bahwa para penderita kanker sepertiku di luar sana, mungkin tidak punya akses mengungkapkan keadaan buruk masing-masing secara masal.

Sangat menyakitkan rasanya bahwa dalam masalah kanker seperti ini, satu-satunya obat yang dapat menolong tanpa efek-efek samping yang rumit, dalam hal ini yaitu cannabis, masih saja diklasifikasikan sebagai narkotika”, lanjutnya dalam artikel tersebut.

“Aku tidak bakal tinggal diam, karena meng-kriminalisasikan obat paling efektif akan berujung kepada ketidak-adilan sistem administrasi hukum yang berlaku.

Aku merasa berkewajiban baik sebagai hakim atau sebagai penderita kanker, memohon kepada pemerintah negara bagian New York untuk mengikuti langkah 17 negara bagian lainnya yang telah memberikan akses untuk ganja medis.

Karena adalah tidak manusiawi untuk menghalangi kami (penderita kanker) dari sebuah substansi alam yang telah terbukti membantu penderitaan kami”, tutupnya. (Lihat Video Pembahasannya)

(ts/indocropcircles.wordpress.com/BERSAMBUNG)