Ketakutan Yang Diproduksi Media Lebih Mematikan Ketimbang Covid-19

Fakta 2. Kematian di AS akibat influenza dari 1950 hingga 2017 berkisar antara 13,5 hingga 53,7 per 100.000 (sumber statista.com).

Fakta 3. Kematian di AS (informasi update kemarin, 24 April 2020) akibat Covid-19 adalah 14,9 per 100.000 (sumber worldmeters.info). Dan yang perlu menjadi sorotan kia sebenarnya bahwa jumlah ini termasuk kematian yang “kemungkinan” akibat Covid-19 serta kematian yang terkonfirmasi akibat Covid-19.

Jadi, jumlah ini, kematian per kapita di AS akibat Covid-19 lebih rendah daripada kematian per kapita akibat flu di hampir setiap tahun dari 1950 hingga 2017. Jumlah kematian tertinggi akibat flu per kapita terjadi pada tahun 1960. Kematian tahun itu mencapai 53,7 per 100.000, lebih dari tiga kali lebih tinggi dari kematian akibat Covid-19. Inilah faktanya. Silakan pembaca yang budiman melakukan pengecekan sendiri, atas fakta di atas. Secara kebetulan, tingkat kematian per kapita dari yang diberitakan oleh media “histeris” dan suka menyebutnya sebagai, “pandemi global” hanya 2,4 per 100.000. (Silahkan klik data ini)

Model terbaru Satuan Tugas Virus Corona Gedung Putih memprediksikan bahwa kematian akibat Covid-19 bisa mencapai 60.000. Saat ini tercatat di angka 49.000. Bahkan jika [perkiraan]angka itu [yang dimanipulasi]adalah dua kali lipat menjadi 98.000, itu masih akan jauh lebih rendah daripada semua kematian akibat flu per kapita dari tahun 1950 hingga 1998.

Jadi, bertolak dari fakta-fakta ini, mengapa media-media arus utama begitu gencar menyebarkan ketakutan dan kepanikan ke belbagai penjuru dunia? Pelaporan histeris mereka yang tanpa henti, telah menimbulkan tsunami ketakutan dan kepanikan yang menciptakan efek domino, di mana longsoran kepanikan telah mematikan ratusan ribu usaha atau bisnis, memorak-porandakan perekonomian di banyak negara, termasuk di Indonesia.

Belum lagi dengan penutupan lembaga-lembaga pendidikan kita mulai dari TK sampai perguruan tinggi, termasuk juga penutupan tempat ibadah. juga, betapa banyak warga kita yang kehilangan mata pencaharian atau pekerjaannya akibat harus menerima PHK dan pelbagai alasan yang tidak memungkinkan mereka untuk kembali bekerja sebagaimana hari-hari biasanya. Memang, dampak ini juga mengakibatkan jutaan warga dunia kehilangan pekerjaan, termasuk di AS sendiri yang dilaporkan sekitar 22 juta orang kehilangan pekerjaan mereka.