McDonald’s Ditelanjangi Sutradara AS (Bagian 1)

Di tahun 2003, Morgan Spurlock membuat film dokumenter yang menelanjangi tidak sehatnya produk junkfood ala McDonald’s. ‘Super Size Me’, filmnya itu, menyabet banyak penghargaan perfilman internasional di tahun 2004. kini meledak di Amerika. Apa tanggapan McD?

Usai menghadiri makan malam dalam perayaan Thanksgiving Days di West Virginia, AS, dua tahun lalu, Morgan Spurlock (33) duduk di depan pesawat teve. Ayam kalkun panggang benar-benar membuat perutnya tambah buncit. Semua kancing kemejanya dilepas, demikian pula pantalon yang dikenakan. Duduknya pun bagai orang tak bergairah, menyandar dalam-dalam ke sofa empuk, sedang kedua tangannya bertelekan malas di kedua sisinya.

Wajah Spurlock seperti orang habis berlari puluhan kilometer, lesu tak bertenaga. Kedua matanya ogah-ogahan menonton acara teve di depannya. Namun ketika acara “Epidemi kegemukan di Amerika” ditayangkan teve, wajah Spurlock berubah drastis. Biji matanya menatap lekat ke layar gelas. Dahinya berkerut, mulutnya yang sebagian tertutup kumis terkatup.

Di teve, dua remaja putri New York tengah menggugat restoran cepat saji Mc Donald’s. Keduanya mengaku sebagai fans berat McD dan nyaris setiap hari menyantap hidangannya.

“Tapi setelah beberapa waktu, berat badan kami naik dengan cepat, kami juga merasa tidak fit dan sakit-sakitan, ” ujar salah satunya.

Kedua mata Spurlock terus melototi layar kaca, namun pikirannya dipenuhi berjuta tanda tanya. Seperti orang Amerika lazimnya, mungkin juga banyak orang di belahan dunia lain, Spurlock pernah mendengar bahwa makanan cepat saji—di Amerika populer disebut junkfood, makanan sampah—tidak baik bagi kesehatan.

Awalnya Spurlock menganggap itu bualan. Namun pikirannya kini terusik kesaksian dua remaja putri tadi. Mana yang benar?

Spurlock amat penasaran. Yang ia tahu, selama ini McD mengklaim seluruh produknya telah memenuhi syarat standar kesehatan internasional. Jika demikian, kenapa kedua gadis kecil itu bisa menderita obesitas dan sakit-sakitan? Mengapa mereka berani-beraninya menuntut McD? Benarkah produk McD penyebabnya?
Obesitas memang menjadi momok menakutkan bagi warga Amerika. Sekitar 37% anak-anak dan remaja Amerika menderita kegemukan. Dua dari tiga orang dewasa AS juga mengalami hal yang sama.

Adakah ini disebabkan pola makan orang Amerika yang salah? Seberapa besar andil junfood dalam wabah ini?

Instingnya segera bekerja. Sebagai pekerja kreatif, Spurlock akan menjawab rasa penasarannya dengan membuat satu film dokumenter. Dengan serius ia merencanakan dan menggarapnya. Kasus yang melibatkan resto terkenal semacam McD pasti punya daya tarik tersendiri bagi rumah produksinya.

Spurlock sadar, McD merupakan ikon dari semua resto fastfood di seluruh dunia. McD juga simbol penetrasi budaya Amerika ke belahan dunia lain. Lebih dari itu, McD juga merupakan simbol kedigdayaan industri kapitalis AS di berbagai pelosok dunia.

“McD punya sedikitnya 30.000 gerai restoran dilebih 120 negara di enam benua. Fakta ini mau tidak mau sangat mewarnai cara makan banyak orang di berbagai belahan dunia. Ada kata-kata bijak, ‘Kebudayaan lahir dari cara kita makan’. Itu benar, ” ujar Spurlock.

Kini, tambahnya, seluruh resto cepat saji di dunia menjadikan McD sebagai tolok ukur standar mutu. “Ide menggunakan McD adalah satu keharusan. Jika McD saja begini, apalagi resto-resto lainnya yang hingga detik ini terus berupaya meniru McD.”

Malam itu juga Spurlock mengontak Scott Ambrozy dan mengutarakan niatnya. Direktur Fotografi terkenal itu tertawa mendengar ide Spurlock, “Sungguh gila, tapi benar-benar menarik!” Sekembalinya ke New York, mereka mulai menggarap ide ini.

Tidak tanggung-tanggung, kali ini Spurlock sendiri yang akan jadi bintang utamanya. Artinya, ia sendiri akan jadi relawan. Selama 30 hari, Spurlock hanya akan mengkonsumsi makanan dan minuman made in McD. Selain itu, haram!

Pembuatan film yang lebih mirip eksperimen ini juga melibatkan tiga orang dokter (Dr. Daryl Isaac, M.D, Dr. Lisa Ganjhu, D.O, dan Dr. Stephen Siegel, M.D), seorang ahli nutrisi (Bridget Bennett, MS, RD), dan tiga buah laboratorium berbeda.

“Ini saya lakukan agar hasil film ini sungguh-sungguh valid, bisa dipertanggungjawabkan. Tidak ada celah lagi untuk mengatakan, oo si dokter A tidak obyektif atau si dokter B kurang profesional. Ini akan menutup kesan tersebut, ” paparnya.

Selain mengunjungi ahli medis dan tiga buah laboratorium secara teratur, Spurlock juga mewawancarai sejumlah pakar nutrisi, pengamat, pembuat undang-undang, pengarang buku dan peneliti tentang junkfood, dan rajin ngobrol dengan orang-orang biasa yang sering mengunjungi McD.

Salah satu teman diskusinya adalah Eric Schlosser’s, pengarang buku Fast Food Nation. “Bukunya luar biasa. Dua tahun lalu saya membacanya. Buku itu salah satu referensi film ini. Tapi sebatas itu, bukan inspirasi utama. Dengan Eric, saya juga sering berkirim email, ” jelas Spurlock.

Ia juga berkeliling ke 20 kota di Amerika, termasuk Houston yang terkenal sebagai “kota obesitas Amerika”. Selama perjalanan yang memakan waktu satu bulan itu, Spurlock hanya mengkonsumsi makanan dan minuman made in McD.
Tigapuluh hari kemudian apa yang terjadi?

“Super Size Me!”
Setelah mengkonsumsi ribuan kentang goreng dan puluhan ribu kalori—Spurlock sendiri mengakui telah mengkonsumsi 13.5 kg gula dan 5.5 kg lemak—dia berhasil membuat film menarik seperti yang diimpikannya. Karyanya diberi judul “Super Size Me”. Ini ungkapan sekaligus kenyataan yang menimpa dirinya.

“Setelah 30 hari yang menyiksa, berat badan saya naik 11.25 kg. Super Size Me, ya, itulah aku!” ujarnya.

Selain tambah tambun, Spurlock juga merasakan hal-hal yang tidak biasa. “Badan ini jadi tidak keruan. Saya sekarang cepat lelah. Kepala juga sering pusing. Jantung berdebar-debar kencang akibat makanan yang amat banyak mengandung gula dan lemak. Gula darah dan kolesterol saya juga naik. Tekanan darah pun jadi tidak keruan. Dokter-dokter saya menyarankan agar saya segera menghentikan upaya konyol ini.”

Walau demikian, film dokumenternya berhasil menarik animo masyarakat. Warga Amerika bahkan menyandingkan Spurlock dengan Michael Moore, sutradara nyentrik nan jenius yang baru saja mengorbitkan film dokumenter Fahreinheit-911 yang fenomenal. Super Size Me juga menyabet penghargaan di Sundance Film Festival 2004 dan seabreg penghargaan lain di berbagai negara.

Brian Braiker, reporter Newsweek, saat melakukan wawancara ekslusif dengan Spurlock akhir Januari 2005 dan bertanya nakal, “Mengapa hanya sebulan?”

Spurlock tertawa terbahak. Kedua matanya berkaca-kaca. “Ha.. ha.. ha.. Satu bulan saja saya amat tersiksa. Sungguh, dalam masa itu saya amat tertekan. Kepala saya terasa sakit. Lambung sering mual. Saya jadi gampang marah, hingga teman wanita saya. Alex Jamieson, menyuruh saya menghentikan eksperimen yang dianggapnya gila ini. Dia benar. Ini gila. Tapi ini sangat berguna bagi masyarakat jika saya berhasil melewatinya.”
Super Size Me ditayangkan perdana di 41 bioskop Amerika pada tanggal 7 Mei 2004. Di malam pembukaan, film ini berhasil menyedot laba kotor US$ 516, 641. Para penonton mengaku puas dan sepakat dengan Spurlock bahwa pola makan warga Amerika kebanyakan memang tidak sehat.

Pihak McD sendiri awalnya tidak memberi tanggapan. Namun setelah film itu kian hari kian mendapat perhatian luas, bahkan menjuarai sejumlah penghargaan di berbagai festival film internasional, akhirnya McD buka suara. Anehnya, walau Super Size Me awalnya di putar di Amerika, yang pertama kali bereaksi adalah resto McD yang ada di seberang benua.

Direktur Eksekutif McDonald’s Australia, Guy Russo, pada 14 Juni 2005 dengan keras menyebut Spurlock sebagai orang bodoh.
“Tidak ada seorang pun yang dalam 30 hari terus-menerus mengkonsumsi makanan dan minuman McD. Itu tindakan orang bodoh. Kami meyakini, dan selalu demikian, bahwa produk kami adalah salah satu pilihan yang tepat untuk penyeimbang diet.”

Bagaimana jawaban Spurlock? Dengan santai jebolan New York University Tisch School of the Arts menyatakan, “Bisa jadi saya terlalu ekstrem. Tapi saya juga punya alasan. Walau tidak 30 hari berturut-turut, tapi adalah suatu kenyataan bahwa banyak sekali orang, dari anak-anak kecil hingga orangtua, yang mengkonsumsi junkfood terutama produk McD lima atau enam kali dalam sepekan.”

Hal itu sudah dianggap bagian dari budaya Amerika. “Bagaimana jika kebiasaan itu terus dilakukan dalam jangka waktu yang panjang, bertahun-tahun dalam hidupnya. Suatu saat ia akan merasakan efek dari apa yang telah dikonsumsinya itu.. Bukankah itu sudah terlambat? Saya hanya berupaya mengingatkan, ” jelas Spurlock.

Selain itu, produser film ini juga memaparkan sejumlah temuannya. “McD memberi makan 46 juta orang di seluruh dunia tiap hari. Angka itu lebih besar ketimbang jumlah rakyat Spanyol keseluruhan. Ini soal satu ondustri global. Rentangan target mereka amat luas, dari anak-anak kecil hingga orangtua. Bahkan untuk menarik hati anak-anak, di tiap gerai mereka sengaja menaruh badut dan arena bermain.”

Saya tahu, lanjutnya, ada beberapa orangtua yang tidak pernah membawa anak-anaknya ke resto tersebut. Namun ketika saya tanya resto apa yang menjadi favoritnya, anak-anak dengan tangkas segera menjawab: McD! Ini benar-benar suatu hal menarik sekaligus mencemaskan.

Walau mengundang pro dan kontra, pada kenyataannya Super Size Me laris bak kacang goreng. Sejak launching perdana hingga September 2004, film tersebut telah menyabet 21 penghargaan bergengsi di sejumlah festival film internasional di berbagai negara.

Warga Amerika sendiri kini banyak yang menyandingkan Spurlock dengan Michael Moore. Apa tanggapannya? Dengan rendah hati, Spurlock berkata, “Ya, saya mendengarnya. Saya amat berbahagia dengan hal itu. Saya berharap, suatu waktu orang-orang akan memanggil saya dengan sebutan: Morgan ‘Michael Moore’ Spurlock. Ha..ha..ha.!” •(Bersambung/Rizki Ridyasmara)