Mengapa Raja Arab Saudi Bukan Keturunan Nabi Muhammad? Ini Sejarahnya

Juga, sejumlah besar peziarah mulai secara teratur mengunjungi semenanjung Arab, dengan beberapa menetap di dua kota suci Makkah dan Madinah. Para peziarah ini memfasilitasi pertukaran ide dan budaya antara orang-orang di semenanjung dan peradaban lain di dunia Arab dan Muslim.

Munculnya bahasa Arab sebagai bahasa pembelajaran internasional merupakan faktor utama lain dalam perkembangan budaya Jazirah Arab. Dunia Muslim menjadi pusat pembelajaran dan kemajuan ilmiah selama apa yang dikenal sebagai “Zaman Keemasan”. Cendekiawan Muslim memberikan kontribusi besar di berbagai bidang, termasuk kedokteran, biologi, filsafat, astronomi, seni dan sastra. Banyak ide dan metode yang dipelopori oleh para cendekiawan Muslim menjadi landasan ilmu-ilmu modern.

Pemerintahan Islam berkembang dengan baik hingga abad ke-17, ketika pecah menjadi kerajaan-kerajaan Islam yang lebih kecil.

Jazirah Arab secara bertahap memasuki periode isolasi relatif, meskipun Makkah dan Madinah tetap menjadi jantung spiritual dunia Islam dan terus menarik peziarah dari banyak negara.

Negara Arab Saudi Pertama

Mengutip laman resmi House of Saud, diceritakan bahwa pada awal abad ke-18, seorang cendekiawan dan pembaharu Muslim bernama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mulai menganjurkan untuk kembali ke bentuk Islam yang asli. Gerakan Abdul Wahhab ditentang para para ulama dan pemimpin agama setempat yang memandang ajarannya sebagai ancaman terhadap basis kekuasaan mereka.

Abdul Wahhab kemudian mencari perlindungan di kota Diriyah, yang saat itu diperintah oleh Muhammad bin SaudMuhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud membentuk kesepakatan untuk mendedikasikan diri mereka guna mengembalikan ajaran Islam yang murni kepada komunitas Muslim. Dalam semangat itu, bin Saud mendirikan Negara Arab Saudi Pertama yang makmur di bawah bimbingan spiritual bin Abdul Wahhab, sosok yang dikenal sebagai pencetus Wahhabisme.

Pada 1788, Negara Arab Saudi Pertama menguasai seluruh dataran tinggi tengah yang dikenal sebagai Najd. Pada awal abad ke-19, kekuasaannya meluas ke sebagian besar Semenanjung Arab, termasuk Makkah dan Madinah.

Popularitas dan kesuksesan al-Saud menimbulkan kecurigaan Kesultanan Utsmaniyah, kekuatan dominan di Timur Tengah dan Afrika Utara saat itu.