NII, Komando Jihad dan Orde Baru : The Untold Story

Seluruh bentuk kerugian atau efek negatif yang menimpa masyarakat Neo NII adalah karena provokasi dan agitasi para mantan tokoh sayap militer DI, yang secara sadar dan sukarela menyetujui dan mendukung kebijakan intelijen OPSUS (orde baru). Oleh karenanya merekalah yang harus bertanggungjawab atas hancurnya gerakan dakwah Islam dan citra negatif citra negatif dakwah. Dalam hal ini, ada tiga pihak yang harus bertanggung jawab :

Pihak ke I adalah aparat teritorial pemerintah Orde Baru, mulai dari tingkat Kodim, Korem hingga Kodam yang pada masa itu disebut sebagai aparat Laksusda (DanSatgas Intel atau Intel Balak = Intelijen Badan Pelaksana) yang bertugas melakukan penangkapan, penyiksaan hingga pemberkasan terhadap jaringan gerakan Islam (Neo NII, Komando Jihad, Teror Warman, Teror Imran* dan Usrah) yang menjadi target obyek operasi intelijen. Pihak berikutnya adalah para pemrakarsa, pembuat skenario dan sutradara dari operasi intelijen yang dirancang oleh sayap intelijen yang berkuasa penuh di bawah struktur Kopkamtib.

Pihak ke I bisa juga disebut sebagai kekuatan bayangan dari struktur kekuasaan yang ada saat itu namun diformat memiliki kewenangan penuh untuk merancang program, mekanisme dan pengelolaan (mengendalikan) terhadap perjalanan sistem politik, ekonomi dan pemerintahan yang berlaku. Pihak ke I sangat dimungkinkan untuk melakukan kerjasama dan menerima order, baik dari penguasa domestik maupun asing, mengingat hukum Politik, kepentingan kekuasaan dan intelijen selalu mengglobal, sesuai peta dan kubu ideologi yang eksis di dunia atau berlaku universal.

Oleh karena itu pihak ke I diberi kewenangan luar bisa, baik dalam menyusun grand ‘scenario’ hingga tingkat pelaksanaan (juklak) yang dilakukan secara rahasia dan rapi, selanjutnya dikordinasikan penerapan aturan mainnya dengan lemhannas dan departemen-departemen maupun kementrian. Dengan demikian tugas, peran dan keberadaan pihak ke I menurut garis besar haluan negara merupakan hal yang legal dan wajar, sekalipun untuk kepentingan itu harus mengorbankan apa saja (abuse of power: terhadap demokrasi dan HAM) atau membuat sandiwara dan rekayasa apa saja. Itulah hukum yang berlaku dalam dunia politik, kepentingan kekuasaan dan intelejen.