Nova Cidade de Kilamba, Pelajaran Dari Angola (2)

Eramuslim.com – Wartawan BBC, Lousie Redvers, pernah mengunjungi Luanda. Dia menulis, “Hampir tak ada mobil melintas dan bahkan lebih sedikit lagi manusia berlalu lalang. Hanya barisan bangunan apartemen berwarna warni dengan pintu tertutup dan balkon kosong menghiasi tepian jalan.

Hanya sedikit toko-toko yang sudah berpenghuni, itupun sebagian besar adalah toko-toko peralatan rumah tangga. Hanya ada satu pusat perbelanjaan yang terlihat di salah satu sudut kota…”

Setelah mengemudi selama 15 menit dan tak bertemu siapapun selain para pekerja Cina, dia menemukan sedikit kehidupan di sebuah sekolah.

Sekolah itu dibuka enam bulan lalu, dipenuhi siswa dari sekitar Kilamba karena tak ada anak-anak yang tinggal di dalam kota baru itu.

Redvers berkenalan dan mendekati salah seorang siswanya bernama Sebastian Antonio (17). Sebastian mengaku, setiap hari dia menghabiskan hampir tiga jam untuk menembus kemacetan dari kediamannya yang berjarak 15 kilometer dari sekolah. Walau demikian anak ini mengaku suka dengan suasana kota Kilamba.

“Saya sangat menyukai tempat ini. Kota ini memiliki tempat parkir, lapangan sepakbola, lapangan basket dan bola tangan… Kota ini juga sangat tenang, dibanding yang lainnya…,” lanjutnya.

Namun ketika ditanya apakah keluarganya akan pindah ke Kilamba, Sebastian meggelengkan kepalanya dan tertawa getir, memperlihatkan deretan giginya yang putih.

“Tidak, tidak, kami tidak cukup mampu. Tidak mungkin. Dan juga tidak ada pekerjaan untuk orang tua saya di sini,” ujarnya.

Jack francisco (32), tukang sapu jalan Kilamba yang bekerja sejak empat bulan lalu juga mengatakan hal yang sama kepada Redvers.

“Ya kota ini sangat menyenangkan,” ujarnya, “Tetapi untuk tinggal di sini, Anda harus punya banyak uang. Orang-orang seperti kami tak akan mampu untuk tinggal di sini…”

Dari informasi yang diperoleh Louise Redvers, harga apartemen yang ditawarkan di Kilamba berkisar antara US$ 120.000 hingga US$ 200.000. Angka ini jauh di atas kemampuan sebagian besar rakyat Angola yang penghasilannya cuma rata-rata Rp. 20.000 per harinya.

Meski demikian, Paulo Cascao, Direktur Umum Delta Imobiliaria, agen perumahan yang menangani penjualan apartemen Kilamba, kepada BBC mengatakan jika masalah utamanya bukan soal harga namun sulitnya memperoleh pinjaman bank.

“Harga yang ditawarkan sudah tepat sesuai dengan kualitas dan kondisi yang ditawarkan kota ini. Namun kebanyakan dari kami, warga Angola, sulit untuk mendapat  pinjaman bank,” keluhnya.

Sebuah skema baru terkait pinjaman bank pun diluncurkan. Namun, tetap saja, warga lokal tidak punya kemampuan. Penghasilan yang sangat pas-pasan, bahkan sesungguhnya kurang, menyebabkan mereka sulit untuk bisa menyisihkan uang untuk ditabung.

“Pemerintah sebaiknya mulai memberikan prioritas untuk pembangunan rumah murah karena sebagian besar rakyat hidup di gubuk-gubuk tanpa air bersih, listrik atau sanitasi,” kata Direktur Inisiatif Komunitas Terbuka untuk Afrika Selatan (OSISA) Elias Isaac.

Kepada wartawan BBC tersebut, Isaac berkata, “Anda harus paham, tak ada kelas menengah di sini. Yang ada hanya orang yang sangat miskin, dan ini mayoritas, dan yang sangat kaya, sehingga tak ada yang bisa membeli rumah semacam itu.”

Menurut keterangan Cascao, pemerintah baru-baru ini mengumumkan sebagian apartemen di Kilamba akan digunakan untuk keperluan sosial. Warga berpenghasilan rendah bisa menyewa apartemen dengan harga murah dan dalam jangka waktu yang panjang. Namun tetap saja, tak seorangpun yang yakin seperti apa skema yang ditawarkan atau siapa saja yang bisa menyewa apartemen dengan harga murah.

Alih-alih justru para pengamat perkotaan menilai promosi itu cuma omong kosong atau bagian dari pencitraan menjelang pemilihan anggota parlemen ketika itu.

Apartemen-apartemen di kota Kilamba masih kosong-melompong.

Pembangunan kota Kilamba adalah proyek unggulan pemerintah yang digunakan untuk memenuhi janji Presiden Jose Eduardo dos Santos yaitu membangun satu juta rumah dalam waktu empat tahun.

Namun, jika apartemen-apartemen itu tak terjual, maka pemerintah Angola akan berpotensi dibebani investasi tak bermanfaat dan harus membayar ongkos yang tidak sedikit kepada Cina dalam bentuk minyak mentah.

Banyak yang bertanya, apakah benar apartemen-apartemen itu diperuntukkan bagi warga lokal Angola? Bukankah sebelum dibangun biasanya ada perencanaan yang matang? Kabar yang beredar, walau banyak dibantah aparat pemerintah, ratusan bangunan apartemen itu nantinya digunakan untuk menampung keluarga-keluarga baru dari Cina yang terus mengalir, berdatangan, ke Angola…. (Bersambung, dapatkan artikel yang lengkap di Eramuslim Digest edisi 12)

[Ingin lebih lengkap artikelnya? silakan dapatkan artikel utuhnya dan artikel-artikel lainnya di Eramuslim Digest edisi 12 :Bahaya Imperialisme Kuning]