Sains Alquran: Antariksa yang Sangat Gelap

Eramuslim – FIRMAN Allah dalam Alquran, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang. Namun, orang-orang kafir masih menyekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu.” (Al-An’am: 1).

Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya? Dia telah meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita). Dan menjadikan siangnya (terang benderang).”(An-Nazi’at: 27-29).

Dan kalau kami bukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, ‘Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang terkena sihir’.” (Al-Hijr: 14-15).

Ayat-ayat di atas mengisyaratkan bahwa langit sangat gelap. Sebagian besar mufasir terdahulu, seperti Ibnu Katsir dan Ath Thabari, meyakini bahwa yang dimaksud dengan zhulumat (gelap) dan nur (terang) dalam ayat di atas ialah malam dan siang.

Adapun para pakar astronomi dan kemukjizatan Alquran mengatakan bahwa gelap dalam ayat-ayat di atas ialah kegelapan alam semesta yang baru belakangan ini ditemukan. Pendapat terakhir ini menegaskan adanya kemukjizatan Alquran di bidang astronomi dan adanya kegelapan-kegelapan lainnya. Kegelapan-kegelapan itu di antaranya:

1) Kegelapan awal semesta, yaitu pada masa setelah terjadinva ledakan besar hingga awal proses peleburan inti atom, kira-kira selama 30 juta tahun. Masa ini bercirikan kegelapan yang sangat kelam.

2) Kegelapan lokal di bagian tertentu semesta, yaitu pada masa setelah dimulainya proses peleburan inti atom hingga masa kita sekarang. Pada masa inilah bintang-bintang diciptakan dan mulai memancarkan sinarnya ke luar angkasa. Sinarnya terdiri atas sinar inframerah, gelombang elektromagnet, spektrum-spektrum cahaya yang terlihat, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar gamma.

Pada kalimat sukkirat absharuna (pandangan kami dikaburkan) dalam surah Al-Hijr ayat 15 di atas terdapat banyak kemukjizatan. Dari ayat tersebut, kita bisa pahami bahwa orang yang naik ke langit akan mengatakan bahwa matanya seakan-akan buta. Ini menandakan bahwa alam semesta secara keseluruhan diselimuti oleh kegelapan buta.

Seorang pakar astronomi mengunjungi salah satu pusat peluncuran pesawat antariksa di suatu negara maju. Pesawat antariksa ini senantiasa menjalin kontak terus-menerus dengan pusat peluncuran. Ketika itu, pesawat antariksa baru beberapa saat diluncurkan. Tiba-tiba ada pesan masuk ke kotak surat pusat peluncuran dari pesawat yang baru diluncurkan itu.

Awak pesawat berkata, “Sungguh, kami menjadi buta, tidak bisa melihat apa-apa.” Padahal, pesawat itu diluncurkan di tengah terang matahari. Sesaat setelah meninggalkan atmosfer bumi, pesawat itu memasuki wilavah hampa udara dan cuaca menjadi sangat gelap pekat. Sang astronot pun berteriak, “Sungguh, kami menjadi buta, tidak bisa melihat apa-apa. Apa yang terjadi?”

Yang terjadi adalah sinar matahari apabila sampai di atmosfer, ia akan terurai dan tercerai-berai di antara partikel-partikel udara dan debu. Inilah yang oleh para pakar fisika dinamakan penguraian cahaya. Sinar matahari tersebut lalu dipantulkan oleh partikel-partikel udara dan debu sehingga partikel-partikel itu tampak bercahaya.

Inilah yang dalam istilah di dunia dinamakan daerah yang terkena cahaya matahari atau daerah yang bercahaya tanpa kehadiran matahari. Hal ini seperti yang terjadi di dalam masjid. Di dalam masjid umat bisa saling melihat. Ada cahaya di sana, tetapi tak ada matahari. Itu karena sinar matahari telah terurai. Ketika pesawat antariksa telah meninggalkan atmosfer, tidak ada penguraian cahaya di luar sana sehingga antariksa menjadi sangat gelap dan tak ada sesuatu pun yang bisa dilihat di sana.