Thamrin Amal Tomagola Professor Sekelas Orang Liberal Ngawur

 

thamrinMUNGKIN Thamrin Amal Tomagola lupa, bahwa ia hidup bukan dalam ruang hampa. Ia hidup di tengah-tengah masyarakat berbudaya, beretika, dan beragama. Ketika mengeluarkan pernyataan sebagai saksi ahli dalam kasus zina Ariel Peterporn, yang disidang karena video mesum bikinannya sendiri beredar di masyarakat; Thamrin lebih cenderung memberikan pernyataan yang bebas nilai. Padahal ia konon menganut agama tertentu.

Menurut Thamrin, video porno dengan pemeran mirip Ariel tidak meresahkan bagi sebagian masyarakat Indonesia, karena sebagian masyarakat Indonesia menganggap hal itu biasa. Contohnya, menurut Thamrin, dapat dilihat pada masyarakat suku Dayak, sejumlah masyarakat Bali, Mentawai, dan masyarakat Papua. Thamrin juga mengatakan, “Dari hasil penelitian saya di Dayak itu, bersenggama tanpa diikat perkawinan oleh sejumlah masyarakat sana sudah dianggap biasa. Malah hal itu dianggap sebagai pembelajaran seks.”

Ternyata, hasil penelitian Thamrin di Dayak itu, justru diprotes warga Dayak sendiri. Menurut Agustin Teras Narang Gubernur Kalimantan Tengah sekaligus Ketua Umum Majelis Adat Dayak Nasional, Thamrin telah melukai perasaan, harkat dan martabat masyarakat Dayak, sekaligus melecehkan adat istiadat suku Dayak yang mengedepankan Belom Bahadat (hidup bertata krama dan beradat).

Sedangkan menurut Sabran Akhmad (Tokoh Dayak Kalimantan Tengah), pernyataan Thamrin sangat menghina warga Dayak Kalimantan Tengah. Karena, warga Dayak tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak senonoh, sebagaimana diungkap Thamrin. Masyarakat Dayak, menurut Sabran, justru menjunjung tinggi falsafah Huma Betang, hidup jujur, kebersamaan, sifat sosial, dan kesetaraan.

Tokoh wanita Dayak yang juga anggota DPR Kalimantan Tengah, Tuty Dau, merasa tersinggung sekaligus merasa dilecehkan oleh Thamrin melalui pernyataannya yang disampaikan pada sidang Ariel, di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat. Menurut Tuty, dalam adat Dayak perilaku sebagaimana dilakukan Ariel-Luna tergolong perbuatan tidak senonoh yang tidak dibenarkan dan akan dikenakan Jipen atau denda adat. Menurut Tuty pula, wanita Dayak sangat menjunjung tinggi adat, sopan satun, dan tatakrama yang diajarkan nenek moyang mereka, sekaligus mengedepankan falsafah Huma Betang yang terjaga hingga saat ini.

Thamrin Minta Maaf

Akhirnya, Thamrin Amal Tomagola meminta maaf kepada masyarakat Dayak, secara terbuka. Menurut Thamrin, ketika ia menjadi saksi ahli pada persidangan Ariel, 30 Desember 2010 lalu, ia mengacu pada temuan penelitian kualitatif sewaktu dirinya menjadi konsultan di Depertemen Transmigrasi tahun 1982-1983 di Kalimantan Barat dan Papua Selatan. Pada masing-masing lokasi Thamrin melalukan wawancara mendalam dengan 10 ibu-ibu usia subur sebagai informannya. Pada sidang Ariel, dalam kapasitasnya sebagai saksi ahli, Thamrin juga telah menjelaskan bahwa karena informan penelitiannya hanya 10 ibu-ibu, maka temuannya itu sama sekali tidak dapat digeneralisasi terhadap semua puak dan warga Dayak, dan hanya dapat dijadikan sebagai petunjuk sementara yang masih perlu diuji lagi.

Pernyataan di atas disampaikan Thamrin dalam sidang tertutup. Sedangkan pernyataan yang dirilis media massa, menurut Thamrin, adalah kutipan sepotong-sepotong yang out of context. Hal ini bisa terjadi karena Thamrin tidak menyiapkan penjelasan tertulis untuk dibagikan kepada wartawan.

Lagi pula, sudah merupakan naluri jurnalis untuk memberitakan materi yang unik, khas, agak berbeda, dan agak kontroversial. Oleh karena itu, para jurnalis yang dinilai Thamrin memuat pernyataannya sepotong-sepotong dan out of context, sama sekali tidak bisa disalahkan. Yang salah, justru Thamrin sendiri. Karena, pendapatnya sebagai saksi ahli disandarkan pada sesuatu yang belum tentu reliable. Dalam kaidah penelitian, kalau reliable saja tidak, maka sudah bisa dipastikan hasil penelitiannya tidak valid. Buktinya, ia didemo oleh masyarakat Dayak sendiri.

Artinya, Thamrin sebagai profesor dan peneliti sudah terjangkiti penyakit asma (asal mangap). Sepertinya ia kebablasan membawa misi kebhinekaan, sampai-sampai hal-hal kecil saja yang belum tentu signifikan dan belum tentu representasi dari suatu kelompok, keberadaannya ia posisikan seolah-olah penting untuk disosialisasikan dan diakomodasi.

Boleh jadi, memang masih ada sebagian kecil dari suku-suku tertentu yang membenarkan hubungan seks (senggama) tanpa ikatan perkawinan. Tapi bukan berarti layak dijadikan pembenar terhadap perilaku Ariel-Luna yang memvideokan adegan mesumnya. Seharusnya, dijadikan pembanding yang arahnya justru memposisikan perilaku Ariel-Luna sebagai sesuatu yang negatif, mengingat keduanya punya agama, dan hidup dalam lingkungan sosial yang punya nilai, punya etika, punya hukum, dan sebagainya. Ariel-Luna bukan dua makhluk yang hidup di era primitif, di sebuah ruang hampa dan bebas nilai. Begitu juga dengan Thamrin Amal Tomagola.

Kalau putri kandung Thamrin Amal Tomagola, misalnya, melakukan hubungan seks (senggama) tanpa ikatan perkawinan dengan laki-laki yang disukainya, kemudian divideokan dan beredar luas; saat ditanya orangtuanya lalu sang putri beralasan: “Video mesum saya tidak meresahkan, karena ada contohnya di sebagian masyarakat atau suku tertentu yang membolehkan senggama seperti ini sebagai pembelajaran seks, sehingga anda sebagai orangtua saya tidak berhak melarang perbuatan saya ini, karena saya sudah dewasa dan bisa menentukan jalan hidup saya sendiri.” Kira-kira bagaimana?

Kalau toh memang ada sebagian masyarakat primitif yang mempraktekkan senggama tanpa ikatan perkawinan, dan dijadikan pembelajaran seks, pastinya perilaku itu tidak divideokan dan disebar-luaskan, sebagaimana terjadi pada video mesum Ariel-Luna dan Ariel-Cut Tari. Nampaknya Thamrin sudah kebablasan.

Soal kebablasan, bukan kali ini saja. Pernah diberitakan oleh Tribun Batam edisi Kamis tanggal 28 Oktober 2010, bahwa Thamrin Amal Tomagola menjadi salah satu undangan pada Musda (Musyawarah Daerah) Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Wilayah (PGWI) Kepulauan Riau (Kepri). Thamrin diundang sebagai tokoh Islam. Sejauh ini belum ditemukan konfirmasi kedatangan Thamrin pada acara tersebut. Kalau Thamrin hadir sebagai tokoh Islam, jelas tidak pada tempatnya.

Alasannya, pertama, tidak semua orang Islam yang menjadi profesor dan tokoh masyarakat serta-merta menjadi tokoh Islam. Kedua, Thamrin adalah tokoh masyarakat Halmahera, yang jauh dari Kepri (Kepulauan Riau). Kalau ia diundang oleh PGWI Halmahera atau Maluku, barangkali masih bisa dimengerti. Ketiga, latar belakang akademis Thamrin adalah sosiologi, bukan teologi. Apa relevansinya?

Thamrin dan Kasus Ambon

Kasus Ambon berdarah terjadi pada 19 Januari 1999. Menurut Thamrin, empat Jenderal (Wiranto, Suaidi Marasabessy, Djaja Suparman, dan Sudi Silalahi) paling bertanggung jawab atas konflik berdarah di Ambon. Pernyataan itu disampaikan Thamrin pada tahun 2001, ketika ia diwawancarai harian Jawa Pos di Washington DC. Pada masa Abdurrahman Wahid jadi Presiden, Thamrin diangkat sebagai Advisor Gus Dur untuk kasus Maluku.

Uniknya, pernyataan Thamrin tersebut mendapat sambutan positif dari kalangan kristen, sebagaimana tercermin melalui surat elektronik yang disebarluaskan Joshua Latupatti ([email protected]), tanggal 14 Mei 2001. Menurut Joshua, Thamrin adalah salah satu dari segelintir putra Maluku yang berani menyatakan kebenaran untuk menelanjangi kejahatan orde baru terhadap Maluku, dan terhadap Negara ini, dengan taruhan yang tidak kecil.

Menurut Joshua pula, empat Jenderal orde baru (Wiranto, Suaidi Marasabessy, Djaja Suparman, dan Sudi Silalahi), mencoba memanfaatkan kekalutan politik Nasional saat ini, untuk mengubur dosa mereka, dengan menggugat Thamrin ke pengadilan, dengan gugatan perdata dan pidana.

Pada tanggal 10 Oktober 2002, Pengadilan Negeri Cibinong, Jawa Barat, memutuskan Thamrin Amal Tomagola bersalah, karena telah mencemarkan nama baik empat perwira tinggi TNI (Wiranto, Suaidi Marasabessy, Djaja Suparman, dan Sudi Silalahi). Untuk itu, Thamrin diharuskan membayar denda Rp50 juta, dan diharuskan meminta maaf lewat media massa selama tiga hari.

Rupanya, bukan kali ini saja Thamrin berani melempar pernyataan yang faktanya masih perlu dikaji. Boleh jadi itu sudah menjadi bagian dari strateginya untuk tetap diingat masyarakat.

Liberal, membela kepornoan dan aliran penoda agama

Kembali kepada kasus zina dengan perkaranya penyebaran video porno, pernyataan kebablasan Thamrin yang dinilai menyinggung perasaan suku Dayak itu perlu dilacak latar belakangnya. Kenapa Thamrin semenggebu itu.

Jauh-jauh hari Detiknews memberitakan, Dukung Ariel, Thamrin Amal Tamagola Bersedia Jadi Saksi. Intinya, ia bersedia jadi saksi yang meringankan kasus (zina dan tersebarnya video porno) trio artis: Ariel-Luna Maya-Cut Tari. (lihat detiknews, Sabtu, 26/06/2010 13:07 WIB).

Rupanya Thamrin ini merupakan jago dari Kelompok liberal yang “mendukung” pornografi, di antaranya Thamrin adalah salah seorang yang maju untuk menyampaikan suaranya sebagai saksi ahli dalam permohonan uji materi Undang-undang Pornografi. Thamrin mengatakan di Mahkamah Konstitusi: “UU Pornografi tidak terlalu urgen untuk diterbitkan dan jadi mubazir,” tegas dosen sosiologi FISIP UI ini dalam sidang lanjutan uji materi UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (8/10). (lihat suarapembaruan online, 9 Okt 2009)

Sudah sampai Thamrin katakan UU Pornografi itu mubazir, namun pihak MK tetap menolak permohonan Uji Materi UU Pornogafi itu.

Diberitakan, Sidang uji materiil UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi tiba pada putusan akhir. Majelis Hakim Konstitusi (MK) yang dipimpin oleh Hakim Ketua Mahfud MD menyatakan menolak seluruh permohonan pemohon. Majelis Hakim berpendapat, setelah mencermati norma yang diujikan dengan pasal yang diujikan di UUD 1945, Majelis Hakim menilai Undang-Undang tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. (JPNN, Kamis, 25 Maret 2010 , 20:50:00).

Di samping itu, suara islam online menyebut Tharimn Amal Tomagola adalah orang liberal dan pembela Ahmadiyah(aliran sesat, penoda agama). Sementara itu kelompok liberal pun ditolak oleh MK (Mahkamah Konstitusi) mengenai permohonan mereka tentang uji materi UU Penodaan Agama –yang biasa dirujuk oleh para aktivis Islam untuk menilai aliran sesat di antaranya Ahmadiyah sebagai penoda agama.

Mahkamah Konsitusi (MK) menolak pengujian materi UU Penodaan Agama yang diajukan oleh pemohon dari berbagai LSM. MK menilai pasal-pasal yang diujimaterikan pemohon tidak bertentangan dengan UUD 1945.

“Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon seluruhnya,” kata Ketua MK Mahfud MD dalam pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (19/4). Lalu, membahana pekik “Allahhuakbar!!” dari massa FPI yang selalu memantau sidang di MK. (eramuslim.com, Selasa, 20/04/2010 09:41 WIB).

Kekecewaan demi kekecewaan tampaknya telah mendera Thamrin Amal Tomagola khususnya dan konco-konconya pada umumnya. Jadilah Thamrin Amal Tomagola seorang professor yang tersandung-sandung dengan ucapannya seperti tersebut. Sehingga menambah daftar sosok-sosok yang tidak bermutu dan berbicara ngawur dari kalangan liberal.

Professor sekelas dengan orang-orang liberal yang ngawur

Dalam kasus tersebut professor ini dalam sejarah hidupnya akan sekelas dengan mereka yang tercatat bicaranya ngawur, dari kalangan liberal di antaranya:

1. A. Mustofa Bisri yang menganggap tidak apa-apa kalau mengangan-angan untuk menzinai bintang film. Ungkapan dia: Jadi, kalau pemikirannya sendiri, gagasan-gagasan, tidak bisa diharamkan. Kalau Sampean punya gagasan akan menzinahi bintang film, ia baru haram kalau Anda laksanakan. Kalau masih gagasan, tidak apa-apa. (Novriantoni dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) mewawancarai pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, KH Mustofa Bisri, Kamis (4 Agustus 2005) lalu mengenai dampak fatwa itu). (Lihat nahimunkar.com, April 30, 2008 5:18 am, Ngawurnya A. Mustofa Bisri dalam Membela Ahmadiyah, http://www.nahimunkar.com/ngawurnya-a-mustofa-bisri/)

Perkataan itu ngawur bahkan telah berani menganggap tidak apa-apa alias halal apa yang telah jelas haram dalam Islam. Istilah haram itu sendiri (karena A Mustofa Bisri sering disebut Kyai, bahkan dia memimpin pesantren), tentu saja berkaitan dengan istilah Islam yang rujukannya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan dalam hadits ditegaskan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِكُلِّ بَنِي آدَمَ حَظٌّ مِنْ الزِّنَا فَالْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْيَدَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلَانِ يَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا الْمَشْيُ وَالْفَمُ يَزْنِي وَزِنَاهُ الْقُبَلُ وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ

Dari Abu Hurairah, dia berkata; Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: “Setiap anak cucu Adam telah tertulis bagiannya dari zina, maka kedua mata berbuat zina dan zina mata adalah melihat, kedua tangan berzina dan zina kedua tangan adalah memegang, kedua kaki berzina dan zina kedua kaki adalah melangkah, mulut berzina dan zina mulut adalah mengucapkan, hati berharap dan berangan-angan, adapun kemaluan ia yang membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Ahmad, shahih atas syarat Muslim menurut Syu’aib al-Arnauth, dan riwayat Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ad-Dailami).

Dalam hadits itu hati berharap dan berangan-angan adalah rangkaian dalam hal zinanya anggota-anggota tubuh. Bukan tidak apa-apa seperti kata A Mustofa Bisri itu. Ini jelas haram, karena ada larangan mendekati zina. itu jelas dalam Al-Quran:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا [الإسراء/32]

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Israa’ [17] : 32).

2. Luthfi Assyaukanie tokoh JIL. Beritanya sebagai berikut: Bukti Dungunya Tokoh JIL

Tokoh JIL: Kesalahan Lia Eden Sama dengan Kesalahan Nabi Muhammad. “Apa yang dilakukan oleh Lia Aminudin, sama seperti yang dilakukan Nabi Muhammad. Kesalahan Lia sama dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad waktu munculnya Islam,” kata Luthfi Assyaukanie tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal) dalam sidang MK di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu, (17/2/2010) .

Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) itu mengakui pernyataan itu sangat sensitif dan telah memikirkan secara matang tentang pernyataan tersebut.

Siapa Lia Aminuddin itu?

Pos Kota memberitakan, Ny. Aminudin alias Lia Eden akhirnya divonis 2,5 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat, Selasa (2/6 2009) sore.

Sementara Wahyu Andito, sebagai pelayanan penerima wahyu dari Lia Eden, juga divonis majelis hakim dengan 2 tahun penjara.

Lia Eden terbukti melakukan penistaan terhadap agama, yakni membuat beberapa risalah kepada Presiden RI SBY, Kejaksaan, Kepolisian dan beberapa lembaga Ormas Islam. Intinya, Lia Eden minta Agama Islam dihapuskan di Indonesia. (poskota.co.id, Selasa, 2 Juni 2009 – 17:55 WIB).

Bagaimana tokoh JIL itu bisa menyamakan kesalahan Lia Eden dengan apa yang dia sebut kesalahan Nabi Muhammad waktu munculnya Islam. Lia Eden jelas mau menghapus Islam, agama dari Allah Ta’ala; sedang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah untuk menghapus agama berhala kemusyrikan.

Menyamakan Lia Eden yang mau menghapus Islam dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berdakwah menghapus kemusyrikan adalah lebih buruk sama sekali dibanding anak kecil yang menyamakan antara babi dan unta. Orang yang sedang naik unta pun akan marah ketika dikatakan naik babi. (lihat nahimunkar.com, February 17, 2010 11:45 pm, http://www.nahimunkar.com/bukti-dungunya-tokoh-jil/)

3. Gusti Randa. Beritanya sebagai berikut: Membela Jupe Melecehkan Nabi.

Ditolak NU, Artis Seronok Jupe Malah Disamakan dengan Kisah Nabi.

Bertandangnya artis seronok ke kancah pilkada (pemilihan kepala daerah) tampak semakin menambah masalah. Bukan hanya masalah yang berkaitan dengan pilkada itu sendiri, namun telah merendahkan bahkan melecehkan martabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diberitakan, Jupe (Julia Perez) artis seronok yang akan mencalonkan diri sebagai cawabup (calon wakil bupati) Pacitan Jawa Timur ditolak oleh NU dan berbagai ormas Islam. Namun penolakan itu justru dikilahi dengan membawa-bawa kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Gusti Randa, seorang pengacara, yang saat ini juga salah satu tim sukses Jupe menegaskan, Jupe pantang mundur dari pertarungan calon orang nomor satu di Pacitan.

Gusti pun sempat membandingkan penolakan terhadap Jupe dengan kisah Nabi. “Pada zaman nabi, nabi itu ditolak sama daerah asalnya,” ujar Gusti.

Membandingkan lakon Jupe dengan kisah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu perbandingan yang sangat ngawur. Jupe, ditolaknya oleh NU dan lain-lain itu karena berbagai factor tentunya. Di antaranya lantaran perempuan inisudah dikenal di masyarakat, dia suka buka-bukaan, berpenampilan seronok, mabuk-mabukan, dan sebagainya. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditolak oleh daerah asalnya karena mengajarkan tauhid, mengesakan Allah Ta’ala, sedang para penolaknya adalah orang-orang yang sesat yakni kafir musyrik, menentang Tauhid.

Penyamaan kisah Nabi dengan lakon Jupe hanya karena sama-sama ditolak oleh daerah asalnya itu penyamaan yang paling dungu. Dan itulah yang telah dilakukan oleh tokoh JIL ketika di Mahkamah Konstitusi ketika menginginka Undang-Undang Penodaan Agama dicabut (yang akhirnya tuntutan JIL dan lainnya itu kalah, sedang UU Larangan Penodaan Agama tetap diberlakukan) beberapa waktu lalu. Pentolan JIL itu menyamakan Lia Eden pentolan sesat yang ingin menghapus Islam justru disamakan dengan Nabi Muhammad shallalhu ‘alaihi wa sallam, hanya karena awalnya sama-sama ditolak masyarakat.

Dalam kasus ini, berarti pendukung Jupe ini sudah ketularan atau memang sama-sama dungunya dengan tokoh JIL yang tidak mampu membedakan emas dengan kotoran manusia hanya karena sama-sama kuningnya. (lihat nahimunkar.com, April 28, 2010 11:23 pm, http://www.nahimunkar.com/membela-jupe-melecehkan-nabi/).

Masih ada yang lain-lain lagi. Tetapi sebagai contoh sudah cukuplah. Dan ini sudah cukup membuktikan, kelompok liberal yang membela kepornoan, maksiat, sampai aliran sesat penoda agama terbukti walau sampai tingkat professor atau kyai pun mutunya seperti itu. Di dunia saja mereka sudah sulit mempertahankan argumennya. Apalagi di akherat kelak. Dan itu semua harus dipertanggung jawabkan. Betapa memalukannya! (haji/tede)