Hukum Air WWTP

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ustadz, mohon pencerahannya atas pertanyaan saya berikut ini.

Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini banyak kita jumpai tempat-tempat umum maupun perkantoran membangun Tempat Pengolahan Air Limbah (WWTP), di mana semua air sisa baik dari hujan, toilet maupun kamar mandi ditampung di satu lokasi kolam penampungan kemudian diolah menjadi air bersih. Bagaimanakah hukumnya air yang bersasal dari WWTP seperti ini? Termasuk jenis air yang manakah? Apakah bisa dipakai untuk thoharoh?

Demikian, mohon maaf jika pertanyaan ini sudah pernah ada sebelumnya.

Wassalam,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pada dasarnya, hukum semua air itu suci dan mensucikan, baik air tanah (sumur), air laut, air hujan, air sungai, air es, salju bahkan embun dan lainnya.

Prinsipnya, manakala air yang najis dan kotor itu mengalami proses penjernihan, maka kita cukup melihat kepada bentuk nyata keadaan fisik air itu. Bila masih ada najisnya, tentu kita sebut air najis. Tapi bila sudah bersih dan murni, maka hukumnya adalah air suci.

Proses Penjernihan Alami dan Teknologi

Paling tidak di alam ini ada dua bentuk penjernihan alami. Pertama lewat penguapan dan yang kedua lewat penyaringan tanah.

Secara alami, dalam penjernihan lewat proses penguapan, air menguap naik ke angkasa menjadi awan, lalu turun menjadi tetes-tetes air hujan atau embun. Walau pun asalnya dari air limbah yang kotor, atau genangan air yang tercampur dengan benda-benda najis, namun setelah mengalami proses penjernihan alami, air itu kemudian menjadi air hujan yang turun, maka hukumnya adalah air suci dan mensucikan.

Proses penjernihan kedua adalah penjernihan lewat penyaringan tanah. Medianya adalah tanah yang kita injak ini, di mana hukumnya memang suci. Air mengalami proses penjernihan ketika air kotor bekas dipakai manusia menyerap ke dalam tanah, lalu dipompa lagi keluar sebagai air jernih.

Meski kedua penjernihan itu berlangsung secara alami, bukan berarti bila manusia mampu melakukannya secara buatan, dianggap tidak memenuhi syarat penjernihan dan pensucian.

Maka dalam pandangan kami, bila teknologi manusia sekarang ini mampu menciptakan proses penjernihan air yang lebih cepat dan efisien, haruslah disyukuri sebagai pemberian ilmu dari Allah SWT kepada kita. Kita tidak perlu menunggu air itu diuapkan secara proses alam lalu menjadi hujan, atau tidak perlu lagi menjernihkan lewat tanah selama berbulan-bulan, tetapi cukup dengan mesin tertentu, air yang keluar adalah air jernih yang suci dan mensucikan dalam waktu singkat dan jumlah yang banyak.

Dan bila dikaitkan dengan mazhab Asy-Syafi’i yang membedakan air menjadi dua macam, air sedikit dan air banyak, maka proses penjernihan air secara teknologi sudah memenuhi syarat. Dalam fiqih As-Syafi’i, bila jumlah air kurang dari 2 qullah dan kemasukan air najis atau musta’mal, maka air itu berubah menjadi air najis atau air musta’mal. Namun bila jumlah air itu lebih dari 2 qullah, bila kejatuhan najis atau air musta’mal, tidak otomatis hukumnya berubah menjadi najis atau air musta’mal. Kecuali bila air yang banyak itu berubah warna, rasa dan aroma lantaran kejatuhan najis itu. Tapi selama tidak ada perubahan ketiganya, air itu tetap suci.

Dan air hasil penjernihan secara teknologi itu jumlahnya pasti lebih dari sekedar 2 qullah (270 liter), sehingga meski ada setitik sisa najis atau air musta’mal, maka tidak akan ada pengaruhnya.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.