Wanita Haid Adalah Najis?

Assalamu ‘alaikumpa Ustdaz:

Ada saudara saya akhwat menanyakan tentang sejauh mana pengertian "wanita haid adalah najis." Karena selama ini dia tetap ke masjid dan membaca Al-Quran yang ada terjemahannya. Sementara waktu umroh tidak boleh masuk masjid sama sekali.

Mohon penjelasan dan terimakasih

Wassalam

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya wanita haidh itu tidak najis, sehingga bila bergaul atau seorang wanita yang tidak haidh bersentuhan dengan sesama wanita yang sedang haidh, dia tidak perlu mencuci bekas sentuhannya.

Bahwa seorang wanita haidh dilarang masuk masjid, bukan karena dirinya mengandung najis, tetapi yang terjadi adalah bahwa dirinya sedang berhadats besar lantaran haidh. Tetapi mengapa istilahnya najis?

Najis itu sebenarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu najis hukmi dan najis hakiki. Selama ini yang akrab dengan kita adalah najis hakiki, karena berbentuk benda nyata. Misalnya, darah, nanah, kotoran manusia, air kencing, daging babi, bangkai dan seterusnya.

Sedangkan istilah najis hukmi memang agak jarang kita dengar, meski sesungguhnya sudah kita praktekkan. Apa yang dimaksud dengan najis hukmi?

Najis hukmi adalah kondisi seseorang yang sedang berhadats, baik hadats kecil maupun hadats besar. Pada diri orang itu tidak ada benda najis yang menempel, namun seolah-olah najis itu ada pada dirinya. Karena pada dirinya berlaku hukum tidak boleh masuk masjid atau membaca Al-Quran atau menyentuhnya, terutama yang sedang berhadats besar.

Dan kondisi seorang wanita sedang mendapat haidh telah disepakati para ulama sebagai kondisi hadats besar yang mewajibkan mandi setelah sucinya dari haidh. Dan kepadanya berlaku beberapa hukum larangan untuk melakukan beberapa yang didasari oleh dalil-dalil syar’i.

Di antara hal-hal yang terlarang dilakukan oleh seorang yang sedang berhadats besar adalah:

1. Menyentuh mushaf dan Membawanya
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang menyentuh Al-Quran:

لا يمسه إلا المطهرون

Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.`. (QS. Al-Qariah ayat 79)

Meski ada beberapa ulama yang punya penafsiran yang berbeda, namun nyatanya mayoritas (jumhur) ulama sepakat bahwa ayat melarang seorang yang sedang berhadats besar untuk menyentuh mushaf Al-Quran. Sehingga seorang wanita termasuk juga orang yang haidh dilarang menyentuh mushaf Al-Quran.

2. Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran
Kecuali dalam hati atau doa/ zikir yang lafznya diambil dari ayat Al-Quran secara tidak langsung.

`Rasulullah SAW tidak terhalang dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub`.

Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak.

Pendapat ini adalah pendapat Malik sebagaimana disebutkan dalam kitab Bidayatul Mujtahid jilid 1 hal 133.

3. Masuk ke Masjid
Larangan untuk masuk ke masjid buat para wanita yang sedang mendapat haidh bukan larangan mengada-ada, juga bukan karena takut mengotori masjid. Namun larangan itu datang dari nash-nash yang syar’i. Di antaranya:

Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh`. (HR Bukhori, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah.)

Selain ketiga larangan di atas, para wanita yang sedang haidh juga diharamkan melakukan beberapa aktifitas, misalnya melakukan persetubuhan dengan suaminya, shalat, puasa, bertawaf di masjid Al-Haram serta mandi dengan niat mandi janabah sementara belum berhenti dari haidh.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc