Hikmah di Balik Jatuhnya Garuda

Assalamu ‘alaikum,

Pak Ustadz, mohon ditanggapi, kira-kira apakah hikmah yang bisa kita petik dari serangkaian mushibah di negeri kita. Terutama jatuhnya pesawat Garuda Indonesia di Yogyakarta?

Padahal pesawat itu terlanjur dianggap ‘lebih aman’ dari pada pesawat lainnya yang tiketnya lebih murah. Tetapi tetap saja mengalami crash juga.

Terima kasih atas tanggapannya, pak.

Wassalam

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang ada banyak komentar dari musibah yang pesawat tersebut. Mulai dari yang menghujat Menteri Perhubungan, human error, masalah turbulensi udara, bahkan sampai kecurigaan terorisme.

Semua itu tentu masih asumsi yang membutuhkan analisa, penelitian dan waktu. Namun ada satu hikmah yang bisa kita petik tanpa harus mencari-cari kambing hitam, yaitu masalah ajal.

Ya, ajal manusia adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh manusia. Ke mana pun kita lari dari ajal, ajal itu akan tetap bisa mendapatkan kita. Meski kita bersembunyi di balik benteng terkuat sekali pun.

Yang terpenting juga, adalah sikap dan iman kita. Bahwa ajal itu bisa saja datang kapan saja, tanpa ada keharusan seseorang untuk mendapat firasat tertentu.

Saat merapat ke Bandara Soekarno Hatta Jakarta di pagi buta itu, siapakah dari para penumpang Garuda Indonesia itu yang berpikir bahwa Allah SWT akan menampakkan -sekali lagi- kekuasaannya?

Saat mereka melakukan chek-in di bandara, siapakah di antara mereka yang menyangka bahwa sebentar lagi sebagian dari mereka akan segera ‘berpindah’ alam, dari alam dunia yang fana menuju alam lain yang lebih abadi?

Barangkali sebagian mereka berpikir, saya pilih tiket maskapai ini, meski lebih mahal, untuk mendapatkan rasa lebih aman. Dari pada cari yang murah tapi beresiko kepada kecelakaan. Mungkin pikiran itu ada di sebagian benak para penumpang. Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa Allah tidak mengutus malaikat Izrail kepada yang bayar tiket lebih mahal?

Kalau dalam tragedi Adam Air dan Levina I masih terbawa alasan kesalahan managemen, keruwetan prosedur, kelebihan muatan, atau berbagai anggapan lain, maka siapa yang menyangka kalau Garuda yang tiketnya lebih mahal dan manajemennya lebih baik, bahkan konon banyak maskapai penerbangan luar negeri yang menampung pilot Garuda, tiba-tiba harus jatuh (hard landing) di landas pacu bandara Adi Soecipto Yogyakarta?

Silahkan para ahli melakukan penyelidikan, namun sebagai manusia beriman, kita semakin yakin bahwa Allah bisa saja memanggil kita kapan saja, dengan sebab yang masuk akal atau pun yang tidak masuk akal sekalipun. Dan ke mana pun kita lari menjauh, kematian pasti akan datang menjemput.

Sekarang tinggal bagaimana kita mengurus majamen kematian. Mungkin kita selama ini terbiasa dengan berbagai sistem managemen, termasuk managemen hati. Tapi sedikit barangkali yang sudah menyiapkan dengan baik managemen kematian.

Managemen kematian itu adalah sebuah upaya untuk menyiapkan hal-hal terburuk saat kita masuk ke alam kematian. Managemen kematian ini tidak mengurusi bagaimana dan dengan cara apa kita mati, tetapi mengurus apa yang sudah kita siapkan begitu kita masuk ke alam barzakh.

Managemen kematian ini akan sangat terkait dengan hitung-hitungan dosa dan pahala. Kalau urusan masuk surga, insya Allah semua kita akan masuk surga. Sebab paling apesnya, paling tidak sudah ada sebutir imam di dalam dada kita sebagai pemeluk Islam.

Masalahnya sebelum masuk surga, kita harus berurusan terlebih dahulu dengan malaiakat Munkar dan Nakir di alam kubur. Mereka berdua akan mempermasalahkan ‘neraca’ dosa maksiat dan amal kebajikan kita. Kalau kita lulus karena amal baik lebih banyak dari dosa maksiat, mungkin lumayan. Tetapi siapa yang bisa memastikan kalau akan selamat dari ‘audit’ keduanya itu?

Kalau managemen kematian kita bermasalah, karena kebanyakan maksiat dari pada amal kebajikan, maka ‘terpaksa’ ktia harus ‘mampir’ dulu di neraka. Nauzdu bilalhi min zalik.

Maka setiap kali ktia mendengar ada musibah yang merenggut nyawa, setiap kali itu pula kita harus membenahi managemen kematian kita. Sudahkah kita siap kalau dipanggil sewaktu-waktu? Sebab kematian itu mungkin saja akan datang kepada kita di hari yang tidak kita duga-duga.

Ya Allah, hidupkan kami dalam afiyat dan matikan kami husnul khatimah, Amien.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc