kepada Siapa Sajakah Wanita Boleh Membuka Jilbab?

Assalamualaikum,

Pertanyaan saya, "Kepada siapa sajakah seorang wanita boleh membuka jilbabnya (memperlihatkan rambut, telinga dan lehernya)?

Betulkah bahwa seorang wanita tetap harus menggunakan jilbabnya dihadapan wanita lain? Misalkan, dua orang mahasiswi tinggal dalam satu tempat kos/kamar, haruskah mereka tetap menggunakan jilbab, meski untuk tidur?

Mohon Jawaban dari Ustadz. Terimakasih.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Seorang wanita dibolehkan terlihat sebagian auratnya di depan laki-laki yang menjadi mahram baginya serta di depan sesama wanita muslimah. Sedangkan kepada laki-laki yang bukan mahram dan juga dengan sesama wanita tapi yang bukan muslimah, maka yang boleh terlihat hanya wajah dan kedua tapak tangannnya saja.

Sebaliknya, di depan suami sendiri seorang wanita dibolehkan terlihat semua bagian tubuhnya dengan halal dan sah.

Daftar Mahram

Istilah mahram sebenarnya mengacu kepada kata haram. Maksudnya, wanita atau laki-laki yang haram untuk dinikahi.Pada dasarnya ada dua jenis kemahraman.

Pertama mahram yang bersifat abadi, atau disebut juga dengan mahram muabbad

Kedua, mahram yang bersifat sementara, yaitu kemahraman yang sewaktu-waktu berubah menjadi tidak mahram, tergantung tindakan-tindakan tertentu yang terkait dengan syariah yang terjadi. Kepada mahram yang seperti ini, seorang wanita tetap diharamkan untuk terlihat sebagian auratnya.

1. Mahram Yang Bersifat Abadi (Muabbad)

Para ulama membagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi tiga kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan dan karena hubungan akibat persusuan.

a. Mahram Karena Nasab

  • Al-Umm, yaitu Ibu kandung dengan anak laki-lakinya adalah mahram. Dan demikian jugaseterusnya ke atas seperti antara nenek dengan cucu laki-lakinya.
  • Al-Bint, yaitu anak wanita dengan ayah kandungnya adalah mahram, dan seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
  • Al-ukht, yaitu saudara kandung wanita kepada saudara laki-lakinya.
  • `Ammat, yaitu seorang bibi dengan keponakan laki-lakinya.
  • Khaalaat, yaitu seorang bibi (saudara wanita ibu) dengan keponakan laki-lakinya.
  • Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki dengan pamannya.
  • Banatul Ukht/ anak wnaita dari saudara wanita dengan pamannya.

b. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan

  • Ibu dari isteri (mertua wanita) dengan menantu laki-lakinya.
  • Anak wanita dari isteri (anak tiri) dengan ayah tirinya.
  • Isteri dari anak laki-laki (menantu peremuan) dengan mertua laki-lakinya.
  • Isteri dari ayah (ibu tiri) kepada anak tiri laki-lakinya.

C. Mahram Karena Penyusuan

Selain karena dua sebab di atas, kasus di mana seorang anak laki-laki pernah disusui oleh seorang wanita yang bukan ibunya, juga menjadi penyebab kemahraman. Ketika masih kecil, nabi Muhammad SAW pernah disusui oleh seorang wanita dari Bani Sa’ad yang bernama Halimah As-Sa’diyah.

Maka untuk selamanya, Halimah menjadi seorang wanita yang hukumnya mahramnya dengan beliau SAW. Tidak boleh terjadi pernikahan antara mereka, namun Halimah dibolehkan terlihat sebagian auratnya di depan beliau SAW.

Halimah juga punya seorang anak wanita yang bernama Syaima’. Statusnya juga sama dengan Halimah, Syaima’ terhitung sebagai saudara beliau SAW sesusuan, maka sebagian auratnya boleh terlihat di depan beliau SAW.

Di antara mereka yang bisa menjadi mahram karena disusui adalah:

  • Ibu yang menyusui dengan anak laki-laki yang disusuinya.
  • Ibu dari wanita yang menyusui (nenek) dengan anak laki-laki yang disusui anak perempuannya.
  • Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga).
  • Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
  • Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
  • Saudara wanita dari ibu yang menyusui.

2. Mahram Yang Bersifat Sementara

Kemahraman jenis yang kedua adalah kemahraman ini bersifat sementara. Maksudnya, seorang wanita diharamkan menikah dengan seorang laki-laki karena alasan yang bersifat sementara saja.

Namun bila terjadi sesuatu, keharaman itu bisa langsung hilang dan kemudian mereka boleh menikah.

Hubungan kemahraman yang seperti ini tidak membolehkan terlihatnya sebagian aurat. Yang membolehkan hanya bila hubungan kemahraman bersifat abadi (muabbad).

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc