Keterkaitan Aqidah dan Syariah

Assalaamu’alaikum wr, wb.

Mohon dijelaskan hubungan antara aqidah dan syariah Islam. Mengingat di satu sisi ada beberapa teman yang agak ‘ngotot’ memperjuangkan aqidah terlebih dahulu. Sehingga tema sentral isu yang dibawa ke mana-mana hanya urusan aqidah saja.

Sementara kita juga kenal di sisi lain ada masalah syariah/fiqih yang mengatur detail-detail aturan syariah.

Terima kasih atas waktu yang ustadz berikan untuk menjelaskan pertanyaan saya ini.

Wassalamu’alaikum wr, wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Antara aqidah dan syariah jelas terkait dengan ikatan yang sangat kuat. Boleh dibilang tidak ada aqidah tanpa syariah, dan tidak ada syariah tanpa aqidah. Keduanya ibarat dua sisi mata koin yang tidak terpisahkan. Sayangnya, dalam implementasinya, seringkali antara keduanya menjadi terpisah.

Syariah adalah Penjelasan Aqidah

Contoh yang sederhana ketika membahas masalah hal-hal yang membatalkan iman. Disebutkan bahwa di antara yang membatalkan syahadat dan iman seseorang adalah bila seseorang melakukan kemusyrikan. Secara ilmu aqidah, pernyataan ini benar. Namun bisa menjadi masalah besar dalam implementasinya bila tidak diiringi dengan pemahaman syariah yang benar.

Orang yang menyembah kuburan, menggunanakan jin, jimat, mantera, sihir memang termasuk dikategorikan orang yang melakukan perbuatan syirik. Dan oleh karena itu, secara ilmu aqidah, perbuatan itu dikatakan membatalkan iman dan syahadat.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah: bila ada orang datang ziarah kubur lalu di dalam doanya terselip sebuah lafadz yang menyiratkan dia telah meminta kepada kuburan, apakah bisa kita vonis iman telah batal dan dia boleh kita sebut sebagai orang kafir?

Apakah semua orang yang berpraktek seperti dukun yang mengobati orang dengan menggunakan jin juga bisa kita tuduh sebagai orang kafir?

Apakah seorang yang mengagumi bintang film, artis dan tokoh favoritnya bisa kita jebloskan begitu saja sebagai orang non muslim, lantaran lebih cinta kepada selain Allah dan Rasulnya?

Apakah rakyat Indonesia yang negaranya tidak menjalakan hukum Islam boleh juga dikatakan sebagai orang kafir? Dan apakah orang yang tidak ikut bai’at kepada suatu kelompok tertentu, juga bisa dikatakan sebagai orang kafir?

Ketika kita membahas masalah syirik dalam kajian aqidah, jelas bahwa syirik itu membatalkan iman dan syahadat. Namun apakah seorang muslim yang kedapatan masih melakukan semua tindakan bernilai syirik, bisa begitu saja dimasukkan sebagai orang yang batal imannya dan menjadi orang kafir?

Tentu tidak demikian. Nanti di dalam ilmu syariah kita akan masuk kepada pembahasan bahwa untuk menjatuhkan vonis kafir tidak bisa begitu saja dilakukan. Harus ada sebuah sistem dan tata aturan yang baku dan dijalankan sesuai dengan prosedurnya. Harus ada pengadilan (mahkamah) syariah, bukti, saksi ahli, tuduhan, hak jawab, dan seterusnya.

Apa yang dibahas dalam kajian aqidah boleh dibilang baru mencakup prinsip dasarnya saja. Sedangkan implementasi teknisnya harus dibahas secara rinci dan detail. Dan itu adalah tugas ilmu syariah. Jadi doktrin aqidah tidak bisa berjalan dengan benar tanpa petunjuk teknis, dan itu adalah syariah.

Peristiwa pengeboman di negara kita yang dituduhkan kepada sebagian orang yang mengaku beragama Islam, adalah salah satu bentuk ketidak-singkronan antara doktrin aqidah dan dalam syariah.

Di dalam syariah dikenal adanya kafir harbi dan kafir zimmi. Kafir harbi harus dibunuh karena bila tidak dibunuh, maka dia akan membunuh kita lebih dahulu. Namun membunuh kafir harbi hanya dibenarkan syariah ketika dilakukan di medan pertempuran yang sesungguhnya, bukan di wilayah yang damai. Membunuh kafir harbi di dalam wilayah damai di luar wilayah pertempuran adalah sebuah pelanggaran syariah.

Demikian juga dengan kafir zimmi, dalam ilmu syariah diharamkan untuk dibunuh, sebagaimana haramnya membunuh sesama muslim. Membunuh kafir zimmi adalah sebuah pelanggaran syariah. Meski doktrin dasar dalam aqidah mengatakan bahwa kita wajib memengangi orang kafir.

Pendeknya, apa yang didoktrinkan di dalam kajian aqidah, harus dijabarkan terlebih dahulu secara rinci dan detail. Dan penjabaran serta perincian itu dilakukan dalam kajian syariah. Itulah pentingnya syariah dalam kajian aqidah.

Tema Aqidah dan Syariah

Ilmu aqidah berbicara tentang tema-tema besar, misalnya tentang tauhid atau memurnikan iman dari segala bentuk syirik (mempersekutukan Allah). Adapun ilmu syariah umumnya berbicara tentang teknis yang lebih detail dari bentuk iman.

Ilmu aqidah berbicara tentang siapa Allah, lengkap dengan segala sifat-sifat dan nama-namaNya. Sedangkan ilmu syariah berbicara tentang apa maunya Allah, yang terperinci dalam perintah-perintah secara teknis.

Ilmu aqidah banyak berbicara tentang hal-hal yang ghaib dan harus diimani sebagai bentuk keimanan kita kepada kitabullah dan sunnah rasulullah SAW, sedangkan ilmu syariah lebih banyak bicara pada tataran yang nyata, terlihat, terukur, bisa disentuh, ditangkap oleh paca indera.

Misalnya, ilmu aqidah memperkenalkan kita kepada adanya jenis makhluk Allah yang ghaib dan wajib kita imani. Baik yang ada di sekitar kita saat ini seperti adanya jin, malaikat, qarin, ruh, ataupun yang akan nanti kita alami setelah kematian, seperti alam kubur, alam barzakh, padang mahsyar, jembatan shirathal mustaqim, hisab, timbangan, haudh (mata air), surga, neraka.

Sedangkan ilmu syariah bicara tentang berapa nisab zakat emas dan hasil pertanian, tentang membedakan darah haidh dan darah istihadhah, tentang jumlah putaran tawaf di sekeliling ka’bah, jumlah batu kerikil yang harus dilontarkan, terbit dan tenggelamnya matahari yang menandakan masuk dan keluarnya waktu shalat.

Ilmu aqidah berbicara tentang posisi seseorang terhadap Allah SWT, Rasululah SAW, dan kitabullah. Hasilnya, seseorang dikatakan beriman tergantung apakah dia menerima Allah sebagai tuhannnya atau tidak.

Demikian juga dengan posisi seseorang kepada nabi Muhammad, apakah Muhammad SAW diposisikan sebagai utusan resmi tuhan sehingga dipatuhi dan ditaati serta dijadikan sumber rujukan hidup, ataukah diposisikan sekedar sebagai tokoh yang dikagumi tanpa mengakui kalau posisinya sebagai utusan resmi tuhan dari langit?

Ilmu aqidah berbicara tentang Al-Quran, apakah sekedar sebagai bacaan mulia yang diperlombakan dan selesai begitu saja, ataukah sebagai sumber dari segala sumber hukum dan dan pedoman hidup yang mengatur semua sisi kehidupan.

Keimanan seseorang akan ditetapkan berdasarkan bagaimana dia memposisikan diri terhadap ketiganya, yaitu Allah, Rasulullah dan kitabullah.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc