Santri Gratis tapi Harus Bekerja pada Pemilik Pesantren, Bolehkah?

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pak Ustadz yang terhormat, teman saya (yang mumpuni dalam segi agama) mempunyai niat mulia mendirikan pesantren. Tapi terkendala modal. Akhirnya teman saya mengajak saya untuk joint. Saya yang menyediakan lokasi dan segala bentuk sarananya, sedangkan beliau yang akan mengasuh pesantren tersebut. Tapi karena saya termasuk pebisnis, maka yang ada di benak saya adalah mencari laba. Dengan menerapkan sistem ‘pesantren mandiri’ yaitu santri gratis belajar dengan syarat bekerja di beberapa unit usaha saya, seperti pertanian/peternakan, montir, service elektronik, warung makan, dan lain-lain. Apakah hal ini salah? Mohon pencerahan bapak. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ide anda itu sangat baik, mengingat selama ini memang salah satu kendala dari pesantren kita adalah kurangnya kemampuan dari segi kemandirian. Para santri mungkin sudah baik dari segi ilmu agamanya, namun tidak jarang yang gagap ketika terjun ke dunia nyata, lantaran mereka masih ditantang untuk bisa menghidupi diri dengan mencari nafkah.

Cara yang anda ceritakan tentu merupakan sebuah terobosan baik, asalkan perlu dipertimbangkan masak-masak segala sisinya.

Lembaga Pendidikan Ideal

Memang kalau kita bicara lembaga pendidika yang ideal, maka idealnya orang yang belajar di suatu lembaga pendidikan memang tidak dibebani dengan urusan cari uang. Sebab hal itu tentu akan mengganggu konsentrasi pelajaran. Mininal akan mengurangi efektifitas jam belajar.

Yang namanya pesantren itu seharusnya tempat untuk belajar saja, di mana ada kiyai (ustadz) dan santri dan kitab-kitab rujukan. Kegiatan di dalamnya semata-mata terkonsentrasi pada ilmu dan pendalamannya. Kegiatan ini saja sebenarnya sudah sangat menyita waktu dan tenaga.

Sedangkan bila santri itu harus membagi dua konsentrasinya, bukannya tidak boleh. Akan tetapi secara logika mudah diketahui, bahwa proses belajar mengajar tidak akan optimal. Atau kerja yang anda harapkan dari para santri tidak akan optimal.

Kecuali bila anda memang tidak punya target yang terlalu tinggi, cukup sedang-sedang saja, alon-alon asal kelakon, baik dari segi pencapaian target pelajaran dan juga target pendapat bisnis anda. Maka konsep anda itu mungkin saja dicoba. Misalnya, pada malam hari santri mengaji lalu siang hari jadi montir, petani, jualan makanan dan lainnya.

Itu pun anda masih punya 2 pe-er sekaligus, yaitu pe-er mengajarkan ngaji dan pe-er mengajarkan cara cari uang. Jadi ada dua pekerjaan besar sekaligus. Tentunya, hal ini bila mereka datang dengan tidak punya 2 kemampuan itu sekaligus itu.

Mungkin akan lain halnya bila anda sengaja merekrut para pekerja, yang memang sehari-harinya memang sudah jadi pekerja, kemudian pada malam hari anda ajak ngaji layaknya pesantren. Dalam kasus ini, tugas anda cuma satu, yaitu hanya mengajar ngaji saja. Urusan cari uang, mereka memang sudah ahlinya dan bisa cari uang sendiri.

Atau di balik, anda datang ke sebuah pesantren di mana para santrinya yang memang sudah ‘jago’ ngaji itu anda ajari cara cari uang, baik dengan menjadi montir, petani, atau penjual makanan. Tugas anda juga satu, yaitu bagaimana mengajarkan usaha.

Adapun kalau anda ingin memulai keduanya dari nol tapi dalam waktu yang bersamaan, beban di pundak santri -dan tentunya beban di pundak anda- terlalu berat. Alih-alih mendapatkan kedua tujuannya, boleh jadi malah tidak satu pun yang bisa diraih. Tentu semua ini perlu dijadikan bahan pertimbangan masak-masak.

Sebagai contoh, yang telah kami lakukan di kampus eramuslim adalah menjadikan para pekerja, pegawai dan karwayan kantoran yang sudah mapan untuk belajar syariah. Tugas kami lebih ringan, lantaran tidak terlalu keberatan beban. Apalagi dengan sistem online, praktis tidak ada kendala masalah jadwal dan pembagian waktu, waktu tempuh perjalanan, jam kuliah dan lainnya. Sebab cukup dengan membuka komputer/internet, semua urusan perkuliahan bisa diselesaikan dengan cepat, praktis, mudah dan menyenangkan.

Namun sekali lagi kami sangat menghargai upaya terobosan yang anda cetuskan ini. Biar bagaimana pun ini merupakan sebuah upaya yang baik.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.